44. HD 5 (Ratu dan Sang Raja)

1.9K 124 16
                                    

"Ini cantik. Cobain deh, Yang." Ucap Jean.

Jemia menoleh, "Mana?" Sembari menyodorkan tangannya pada sang kekasih.

Mereka semua tengah berada di Malioboro saat ini. Berbelanja, sebab besok sudah hari terakhir mereka di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan, seperti kalimat Alma beberapa hari sebelumnya, mereka semua berpencar dengan pasangan masing-masing.

Jean dengan Jemia contohnya. Mereka ada di sebuah toko kecil berisikan perhiasan tradisional khas buatan Yogyakarta. Jean sudah selesai memilihkan beberapa untuk kakak dan adiknya juga untuk Jeffrey dan Nathya. Jemia pun sudah memilih beberapa untuk ibu dan ayahnya, serta untuk gengnya. Tinggal memilih untuk diri mereka sendiri saja.

Cincin berbahan kayu-kayuan yang diukir begitu cantik tersemat di jari manis tangan kiri milik Jemia. Buat gadis itu memekik lucu sebab senang dengan pilihan sang kekasih, "Ih, cantik! Aku suka bentuknya, simpel tapi keliatan elegan." Katanya.

"Iya, 'kan. Coba, siapa dulu yang pilihin. Jean gitu  lho." Balas Jean membanggakan dirinya.

"Dih." Jemia nenilik sinis pada Jean, "Iya, dehh..." Ledeknya, kemudian Jemia terdiam sebentar, "Tapi, Je... Aku nggak bisa pake ini di sekolah dong, ya? 'Kan ini bahannya dari kayu, soalnya." Adunya, pipinya menggembung lucu, bibirnya melengkung ke bawah, pertanda bahwa ia sedih.

Di NEO tidak boleh menggunakan perhiasan yang bukan berbahan asli, seperti emas. Jika bukan perhiasan yang penting tidak boleh dikenakan, misal pemberian dari orang tua atau seperti perempuan yang hakikatnya menggunakan anting, diizinkan. Selebihnya, dilarang.

Jean terkekeh gemas, tangannya terangkat mengusak pucuk rambut Jemia yang kini dikepang dua, "Jangan sedih, donggg... Nanti dipake jadi kalung aja, terus umpetin di baju. Aku cariin kalungnya, sebentar."

Jemia yang tadinya merasa sedih akhirnya tersenyum kembali saat melihat Jean mulai sibuk mencari-cari kalung yang cocok dikenakan bersama dengan cincinnya, "Terima kasih, Jeje~~" Ucapnya dengan manja.

Beberapa menit, setelah puas berada di satu toko itu, mereka keluar, hendak mencari barang yang lain, "Mama Nath sama papa Jeff dibeliin apa ya, Je?" Tanya Jemia, kebingungan saat memperhatikan ramainya suasana Malioboro saat ini. Padahal masih sore, pun langit masih lumayan terang, hanya saja memang udaranya mulai semakin berangin, mungkin nanti malam akan turun hujan.

"Kamu nanya begitu aku juga jadi ikutan bingung, 'kan..." Keluh Jean, sukses membuat Jemia tertawa cantik.

Tertegunlah Jean dibuatnya. Dari sekian puluh orang yang berlalu-lalang di sekitar mereka. Dari ratusan sepasang mata indah yang mereka punya, mana ada yang sanggup mengalahkan cantiknya Ratu miliknya. Tidak ada.

Ananda Jemia Magani, gadis cantik kelahiran bulan Agustus yang besar di Jakarta, namun di sinilah kampung halamannya, Yogyakarta. Gadis mempesona, pun ayu-rupawan ini betul lahir di kota ini, Kota Istimewa.

Jemia lahir di Sleman, Yogyakarta. Sang ibu asli kelahiran Solo, sedangkan sang ayah memiliki darah campuran Inggris, namun asli lahir di Yogyakarta. Pertemuan antara Theodore Arsenio Dharmendra dengan Jala Neena Gayatri Magani saat masuk perkuliahan itu akhirnya sukses membuahkan mereka dua orang putra dan putri. Yafie Adeliano Putra Dharmendra, anak pertama mereka dan kekasih hati Jean, Ananda Jemia Magani Dharmendra.

Saat umurnya menginjak dua tahun, pekerjaan Theo mengharuskan mereka berpindah dari Yogyakarta ke Jakarta, di saat itu lah akhirnya Jean dan Jemia bertemu pertama kali. Saat Jane, nama panggilan sang ibu, membawakan bingkisan sebagai tanda perkenalan pada Rosé dengan menggendong Jemia di tangan kirinya, sedangkan Jean kecil mengikuti Rosé dengan berlarian, penasaran dengan siapa yang datang bertamu, namun kemudian bersembunyi di belakang kaki sang ibu setelah mendongak dan melihat seorang gadis kecil berkuncir dua di gendongan seorang wanita dewasa. Jean kecil tersipu, pipi gembilnya merah merona dan ia langsung jatuh cinta.

The Djeong'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang