"nih makan," ujar Celyn memberikan sekantung plastik makanan.
Hira menatapnya jengah, berkali kali gadis itu bilang bahwa ia tidak lapar.
"gak usah batu, makan biar ada isi," ucap Kiara.
hira mengambil plastik itu lalu menaruhnya di pangkuannya, menatapnya malas.
hari menjelang malam dan Rendi tidak kunjung sadar, bu jum berkata bahwa tidak ada cidera yang serius tentang anak itu.
Hira tetap saja khawatir dan tidak tenang.
"anak anak, ibu pamit pulang dulu ya ditelfon pa fiqih tadi kalian jika butuh apa apa telfon ibu aja. zayan kamu punya no ibu kan?" Tanya bu jum kepada zayan.
Zayan mengangguk lalu bu jum pergi, hira menatap zayan "lo gak pulang juga? tenang aja rendi gue jagain,"
zayan menggeleng "sampe orang tua rendi kesini, nanti gue jelasin sama mereka,"
suasana hening beberapa menit, sahira memakan makanan yang dibeli oleh Celyn sedikit.
"Ra, lo gak mau ganti baju lo dulu? itu banyak darah nya," ujar zayan.
hira menatap baju putih dan rok abu abunya yang sudah banyak bercak darah rendi dan juga wajahnya dan bahunya.
"nanti aja,"
"gue chat jeano buat bawain lo baju ya ra," ujar kiara.
"gak usah ki, nanti dia malah panik... gue pulang bentar aja abis ini," jawab Hira.
sahira merasa sangat bersalah karena membuat rendi masuk rumah sakit, dan jika saja anak itu tidak kekeh mendekatinya tidak akan ada kejadian seperti ini.
sahira membuka ponselnya, mengetikan pesan kepada bi Tina dan izin kepada sang ayah.
netra gadis itu melirik pesan dari jeano sekilas lalu menutup ponsel, melanjutkan makan.
"SAHIRA!!"
Hira mengadahkan pandangan keatas, lebih tepatnya kearah Jeano yang berada di depannya sedang mengatur nafas.
"jeano?" lirih Hira.
jeano mengangkat sahira dan melihat kesana kemari membolak balikan tubuh sahira menatapnya inci disetiap tubuh sang gadis.
"lo gak papa?"
Jeano nampak khawatir, air wajahnya tidak tenang.
"gue gak papa je,"
Jeano menghela nafas "gue kira lo kenapa napa, panik banget gak ada kabar dari lo terus celyn chat gue lo ada dirumah sakit,"
Sahira menatap celyn sengit, dan celyn mengangkat dagunya menantang.
"ini baju lo, gue tadi minta bi Tina ambilin,"
"makasih,"
"ganti sekarang sana," perintah Jeano.
"abis itu gue tunggu penjelasan lo,"
bi Tina memang terbaik, ia membawakan baju lengan pendek dan celana panjang kesukaannya.
berjalan di koridor rumah sakit yang sepi membuatnya pening, bau obat obatan yang menyeruak ke indra penciumannya.
apa yang akan ia katakan kepada orang tua rendi.
netra hira menatap dua orang tua rendi menangis disana, dengan ibu rendi yang bersimpuh menangis sejadi jadinya.
Hira lemas, air matanya ingin tumpah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
soulmate
Fiksi Remaja"sahira sampe kapan pun punya gue, i'll do anything for the girl" -Jean