Bertemu Lagi

1.5K 81 4
                                    

"Loh, pada mau kemana weekend gini ?" Irma yang baru bangun disabtu pagi kaget melihat anggota keluarganya sudah rapi dengan pakaian yang senada

"Makanya jadi anak perawan itu bangun pagi !" sang mama yang baru keluar dari kamar mengomel pada anak gadisnya yang baru turun kelantai satu menjelang siang

"Ya.. kan weekend Ma, libur kerja juga !" Irma mengekori ponakannya yang berjalan menuju mobil

"Sstt.. Lita, tinggal sama Aunty aja yuk. Nanti kita ke mall !" Lita yang sudah mau memasuki mobil mengikuti sang kakek, mengurungkan niatnya mendengar ajakan tantenya

"Beneran, Aunty ?"

"Iyalah... kapan Aunty bohong, yuk masuk yuk. Tunggu Aunty mandi sebentar !"

"Ga usah aneh-aneh deh !" Andra menjewer telinga Irma dari belakang

"Auw... Auw... aduh Bang ! Ampun !" Irma melepas tangan Andra dari telinganya dan menatap kesal pada abangnya itu.

"Nanti pulang dari acara kita ke mall ya sayang.." bujuk Andra pada Lita yang ingin ikut Irma

"Kamu jaga rumah, jangan kelayapan !" ancam Isma pada puterinya

"Siap Ndoro !"

—-oOo—-

Nia duduk di bangku kecil yang terbuat dari plastik, sudah hampir setengah jam dia hanya duduk terdiam setelah selesai membersihkan rumput liar di sekitar gundukan tanah di depannya.

Nia menangis dalam diam, ingin rasanya dia menyusul seseorang yang sudah hampir 2 tahun ini tertanam di dalam gundukan tanah itu.

"Ibu.." Akhirnya setelah lelah menangis dia bersuara

"Nia rindu !" tangan putihnya mengelus-ngelus batu nisan berwarna hitam yang bertuliskan nama ibunya

"Ibu tau, hidup Nia seolah terhenti ketika Ibu pergi !"

"Kenyataan tentang siapa Nia sebenarnya, membuat Nia seolah tak pantas untuk bermimpi lebih tinggi !" Nia tersenyum getir

"Terima kasih atas kebaikan Ibu selama ini, maaf Nia belum sempat membuat Ibu bahagia !"

"Ibu, kenapa Ibu buat Nia terlalu bergantung pada Ibu. Sekarang Nia ga tau harus bagaimana. Nia hanya punya Mas Ghani, tapi dia berubah Bu. Nia takut Mas Ghani seperti Bapak !"

Hiks... Hiks...

Bayangan akan pengkhianatan sang ayah kepada ibunya hingga jatuh sakit, membuat Nia merasakan sesak di dadanya. Nia bahkan memukul-mukul dadanya untuk menghilangkan rasa sesak itu.

Suara petir menyadarkan Nia dari tangisan dan lamunannya, dilihatnya jam pada ponselnya. Hampir dua jam sudah dia berada di pemakaman sang ibu. Sebenarnya Nia enggan untuk pulang, terlebih mengingat pertengkarannya semalam dengan Ghani.

Tapi langit seolah tak bersahabat, air seperti akan tumpah dengan derasnya. Ke mana lagi Nia harus pergi kalau tidak pulang dan bertemu Ghani, suaminya.

Entah Nia harus bersedih atau senang sekarang, motornya mogok di tengah perjalanan pulang. Sepertinya rasa malasnya bertemu Ghani dikabulkan dengan cara memperlambat kepulangannya.

Jas hujan yang biasanya selalu ada di dalam jok motor pun, hilang entah kemana. Nia memutuskan berteduh di depan ruko yang tertutup, bajunya yang sedikit basah membuat dia merasakan dingin ketika angin berhembus.

Nia melihat ponselnya dan tertawa getir, bagaimana mungkin dia mengharapkan sebuah panggilan dari suaminya. Bahkan mungkin Nia tidak pulang pun, Ghani tidak akan perduli.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang