Sehari sebelum olimpiade

41 7 0
                                    

"Ge, aku udah bilang kan? Kamu tidak perlu belajar! Lihat kantung mata ini. Penampilan juga penting!"

Geanna tidak memberi respon. Ia tetap berjalan menuju kelas nya, hari ini ada dua mata kuliah.

Ia tidak punya tenaga jika harus memberi komentar pada kalimat Eska. Cukup waktu tidurnya tersita akibat rasa takut mengetahui bahwa besok olimpiade nya berlangsung.

"Ge, aku belum bilang ya?" Eska bertanya. Ia dengan siaga mengikuti Geanna dari belakang. "Unggas itu sangat pandai merias dirinya"

Langkah kaki Geanna terhenti, menoleh singkat pada Eska "Sejak kapan namanya jadi unggas?" Ia bertanya innocent.

"Sejak aku membencinya"

"Itu terlalu kasar"

"Tidak! Aku membencinya"

Geanna melanjutkan langkahnya "Kalau begitu sekalian saja umumkan ke khalayak ramai"

"Niatku begitu. Aku akan membawa spanduk bertuliskan selamat atas kemenangan mu dan selamat tinggal unggas sombong"

"Bagus, lakukan saja. Aku tidak yakin pada diriku sendiri"

Eska mendengus. "Kenapa? Kau aneh sejak aku datang" ia menarik lengan Geanna agar mereka berhadapan. "Katakan yang sebenarnya, kenapa kau jadi tidak percaya diri seperti ini?!"

Gadis di depan Eska itu kembali menghela nafas "Aku tidak apa-apa" jawab Geanna. Ia melepaskan pegangan Eska pada lengannya dan kembali berjalan dengan lesu.

***

Yuka meletakkan coffe di atas meja, di depan Jeykey dan Liano. Mereka bertiga berkumpul setelah sesi latihan Jeykey di rumah yang akan dia tinggali bersama Geanna.

"Sepertinya aku harus pergi" Liano membuka pembicaraan. Menyesap coffe nya sebentar lalu menoleh pada Yuka yang menunggu kalimat Liano selanjutnya.

"Saya titip Jeykey padamu ya, Yuka. Tolong antarkan dia pulang jam lima sore nanti" pintanya.

Yuka mengangguk. Ia berdiri saat Liano berdiri untuk berpamitan.
"Jey, saya pergi dulu. Kamu jangan minta hal aneh-aneh pada Yuka"

"Kak, saya bukan anak kecil"

Liano tersenyum mendengar apa yang Jeykey katakan. Selanjutnya ia mengucapkan salam perpisahan lalu pergi dari sana.

Sepeninggal Liano, Yuka kembali duduk. Menatap Jeykey sebentar lalu menyesap coffenya.

"Saya sudah mulai memantau aktivitas nona Geanna, Tuan"

Bisa Yuka lihat, tubuh Jeykey tersentak. "Benarkah? Apa ada masalah?" Jeykey bertanya setelah terdiam.

"Sejauh ini tidak. Saya rasa ini hanya masalah pertemanan. Apa tuan tau bahwa nona Geanna akan ikut olimpiade besok?"

Jeykey menggeleng "Saya tau dia akan, tapi saya tidak tau kapan tepatnya"

"Nona akan olimpiade besok dan sepertinya dia punya banyak Fikiran. Pagi ini dia datang dengan kantung mata yang sangat kentara"

Jeykey tidak merespon. Wajahnya tampak murung

"Saya rasa mereka akan melawan seseorang yang sangat mereka benci. Kalau tidak salah namanya, unggas"

"Unggas?"

"Iya" Yuka mengangguk yakin.

Jeykey mengerutkan keningnya "Apa ada nama semacam itu? Saya tidak tau ada yang seperti itu"

"Saya juga tidak habis fikir saat mendengarnya. Lalu apa tuan ingin saya menyiapkan hadiah untuk nona Geanna? Atau mengantarkan anda besok kesana?"

Yang di tanya menghela nafas "Sebagai formalitas Karna kami akan menikah, siapkan saja hadiah, tapi saya tidak akan menemuinya saat itu"

***

"Apa benar Jeykey dan Geanna akan tinggal di rumah baru? Hanya mereka berdua?" Wanita yang tampak masih cantik di usianya yang sudah paruh baya, bertanya serius. Wajahnya menampilkan ekspresi tidak rela.

"Ma, menurut Liano itu bagus.
Jadi nanti mereka bisa semakin leluasa dan semakin dewasa. Dari sana mereka akan belajar, apa itu tanggung jawab." Liano menjawab. Lelaki yang baru saja sampai rumah dan langsung di berikan pertanyaan itu, menghela nafasnya kasar. Ia duduk di sebelah mamanya.

Mamanya tidak merespon. Wanita itu sibuk menghela nafas berkali-kali seperti sudah kehilangan selera. 

"Oke, Liano tau kalau Jeykey itu kesayangan kita semua dan sekarang Jeykey sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Tapi, coba mama fikirkan lagi, sampai kapan kita harus menahan Jeykey?"

"Sampai dia bisa melihat lagi"

"Ma__"

"Liano, coba fikirkan. Mama memang menyukai Geanna, tapi mama mencintai Jeykey"

Liano mengambil tangan mamanya "Artinya kedua orang itu cukup mama percaya, kan?"

"Liano, mama hanya....." Nyonya Wyu tidak melanjutkan kata-katanya. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu anak sulungnya.

"Ma, ingat kan? Jeykey bilang dia tidak akan operasi dan hanya Geanna yang menerima kenyataan ini. Artinya kita harus mencobanya sebelum terlambat." Jelas Liano dengan sabar sembari mengelus kepala mamanya sayang.

Dan nyonya Wyu sibuk menenangkan diri dari segala emosi yang tercampur dalam hati dan kepalanya.

***

Geanna menghela nafas lelah. Perjalanan hari ini berakhir. Satu dosen yang ditunggu ternyata tidak bisa hadir.

"Kenapa kau menghela nafas, lagi dan lagi??"

Oh?

Di sebelahnya ada Eska yang tampak kesal akan tingkah Geanna.
Gadis yang berjalan seperti zombie itu hanya menoleh singkat

"Jangan ikuti aku. Aku harus pulang"

"Memangnya siapa yang melarang mu pulang?"

Langkah kaki Geanna terhenti. Sejenak menoleh pada Eska "Kau tidak akan berhenti kan? Ayolah, besok aku harus bertanding tapi kau melakukan ini padaku?" Geanna memelas. Memohon agar Eska berhenti mengikutinya.

"Apa?"

"Hentikan. Aku tidak menyimpan rahasia apapun, kau hanya perlu mendukung ku saja. Aku baik-baik saja, sungguh"

"Dengarkan aku, Ge." Eska berjalan mendahului Geanna "Kau boleh menyimpan semua rahasiamu, tapi lakukan saat kau dan aku tidak lagi berteman" sambungnya tanpa menghentikan langkahnya dan berjalan pergi meninggalkan Geanna yang kembali menghela nafas.

Masalahnya, Ia hanya tidak percaya diri. Apalagi seseorang dalam pertemanan mereka adalah musuhnya. Apa mungkin orang itu membiarkan Geanna keluar sebagai pemenang? Geanna hanya takut dia akan mengecewakan Mama dan Eska.

Geanna juga hanya berfikir; mungkin jika semuanya sudah selesai, ia bisa mengatakan yang sebenarnya pada Eska. Tapi, apa gadis itu mau mendengarkan dirinya? Tidakkah ini terkesan seperti Geanna meminta pembelaan?

***

"Saya pulang"
Jeykey berseru. Ia berjalan masuk tanpa kesulitan dan duduk di sofa.

"Jey, kamu tau tidak? Besok Geanna ikut kompetisi?" Seruan wanita paruh baya yang sudah dia hapal mati jenis suaranya, cempreng dan keras. Berseru dengan nada bahagia terselip di dalamnya.

Jeykey membalas dengan anggukan. Lalu kenapa?

"Aaaaa" wanita itu memukul lengan Jeykey "Mama tidak sabar, ayo ayo pilih hadiah apa yang mau kamu bawa. Besok kita akan datang untuk memberi semangat"

"Saya tidak ikut ma"

"Tidak ikut bagaimana? Kamu harus ikut. Kamu kan calon suaminya Geanna. Sebaiknya persiapkan dirimu, mama tidak menerima protes"

Jeykey menghela nafas. Bangkit lalu pergi masuk kedalam kamarnya, meninggalkan nyonya Wyu yang bingung akan kelakuannya.
























***

BLIND [JUNGKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang