"Uhuk. . . Uhuk. . ." Ibu Manoban memegangi dada nya yang sesak sambil terus terbatuk, akhir-akhir ini, penyakit kanker paru-paru nya kian parah, tapi ia tak memiliki biaya untuk berobat, makan saja sulit, ia adalah seorang janda dengan satu anak laki-laki bernama Limario.
"Ibu, minum lah dulu air nya" sang putra dengan sigap mengambilkan air putih untuk ibu nya.
"Terima kasih Rio-yaa, maafkan ibu yang merepotkan mu" sesal ibu Manoban.
"Tidak ibu, Rio tidak di repotkan, sekarang ibu tidurlah, biar Rio yang mencari makanan" ujar sang putra yang masih berusia sepuluh tahun itu, ibu Manoban meneteskan air matanya setelah Rio keluar dari rumah nya yang sangat sederhana itu.
Di tempat lain, nampak seorang gadis berusia lima belas tahun, membantu sang ayah di kedai nya, melayani pembeli, karena memang mereka tidak memiliki pegawai, kedai itu lumayan ramai karena pemilik nya sangat ramah dan baik, yaitu seorang pria paruh baya bernama Kwon Yuri dan putri nya Kwon Irene.
"Irene-aah, masihkah ada meja yang belum mendapatkan pesanan nya?" Tanya sang ayah sambil sedikit berteriak, karena Yuri sambil memasak.
"Meja nomor tujuh ayah, nasi bebek panggang, cah brokoli dan sup jamur" jawab sang putri yang nampak cekatan menyiapkan soju pesanan pengunjung yang lain, sesekali, gadis cantik itu mengusap peluh nya tapi tak mengeluh saat kedai sang ayah ramai oleh pengunjung.
"Ayah" kode Irene pada Yuri, yang tengah meminum air putih nya, setelah selesai melayani pembeli, Yuri menatap pria dewasa dengan baju ala kadar nya, dan rambut gimbal karena tak pernah di sisir, tengah menunggu jatah nya di depan kedai Kwon.
"Ini, habiskan" Yuri menyerahkan kantong berisi nasi dan sayur yang sudah ia siapkan tadi pada orang itu, dan setelah menerima dengan senyum lebar, pria itu pun pergi, dan akan datang lagi besok di jam dan tempat yang sama, untuk meminta jatah makan malam nya pada Yuri, pria tadi memiliki gangguan kejiwaan dan hidup menggelandang di jalan, Yuri juga awal nya tidak kenal, tapi suatu hari pria itu pernah membantu kedai milik Yuri yang nyaris di bakar orang karena persaingan bisnis, sejak saat itu, Yuri rutin memberi nya jatah makan malam setiap hari.
Kembali ke Rio, ia dan sang ibu tertidur pulas, meski sesekali terdengar suara batuk yang begitu berat, obat terakhir yang mampu mereka beli dua bulan yang lalu tentu sudah habis dan hanya tinggal bungkus dan botol kosong nya saja.
Keesokan hari nya, sebelum sang ibu terbangun, Rio sudah lebih dulu terjaga, ia segera bergegas menuju ke pasar terdekat, untuk mencari makan, entah dengan cara apa nanti nya.
Ia celingukan menatap para penjual sayur yang sibuk membersihkan sayur dagangan nya, sambil memotongi daun yang sekiranya sudah rusak untuk di buang agar kelihatan lebih menarik, dan Rio memunguti sisa sayuran itu, sambil memeluk nya, di rasa sudah cukup banyak yang ia dapat, Rio pun hendak pulang, tapi sebuah truck besar datang, dan itu menarik perhatian Rio.
"Beras" gumam nya, ia jadi teringat jika di rumah nya tak ada beras, Rio pun mendekati truck itu, dan melihat para pria dewasa dengan tubuh tegap tengah memindahkan ratusan karung beras dari truck tadi menuju ke gudang milik salah satu saudagar beras terbesar di pasar itu, dengan menggunakan forklift, tak sampai setengah jam, pekerjaan mereka pun selesai.
"Paman, bolehkan aku memungut beras-beras itu?" Tanya Rio pada sang supir truck, pria dengan kacamata hitam itu pun mengangguk, Rio celingukan mencari sesuatu, dan mendapatkan selembar kardus bekas bungkus rokok, yang ia gunakan untuk menyapu bak truck tadi guna mengumpulkan beras yang tercecer tadi, ia membuka baju nya karena akan di gunakan untuk menampung beras nya di ujung bak truck.
Senyum lebar menghiasi wajah tampan pria kecil itu, karena bisa membawa pulang beras yang tentu saja kotor, tapi tak masalah ia bisa mencuci nya nanti, pikir Rio, ia pun segera bergegas pulang.
"Ibu sudah bangun?"
"Kamu dari mana nak?"
"Dari pasar bu"
"Itu Rio dapat dari mana? Rio tidak mencuri nya kan?" Selidik sang ibu curiga.
"T-tidak bu, Rio sudah meminta ijin pada pemilik nya tadi" jujur nya.
"Dengar anak ku, meski kita miskin, jangan pernah kamu mencuri, meski itu hanya sebutir beras sekalipun, itu sangat berdosa, ibu akan marah jika Rio melakukan nya" nasihat ibu Manoban.
"Iya bu, Rio akan mengingat pesan ibu"
Dan Rio pun segera ke dapur untuk memasak beras dan sayur nya tadi yang hanya di rebus, dengan garam, keadaan membuat Rio bisa memasak sendiri meski masih berusia sepuluh tahun.
"Ayo bu, makan lah" Rio hendak menyuapi sang ibu.
"Lalu kamu sendiri?"
"Rio akan makan setelah menyuapi ibu" jawab nya.
Selesai makan, Rio pun pamit pada sang ibu untuk kembali ke pasar, hanya untuk jalan-jalan, sambil berharap ada keberuntungan, sementara ibu Manoban sendiri kembali tidur, sebab semenjak sakit nya bertambah parah, ia sudah tidak sanggup melakukan apa-apa kecuali berbaring diatas kasur lusuh nya.
Di pasar, dari kejauhan nampak seorang gadis tengah berjalan sambil menenteng beberapa kantong plastik belanjaan nya, dia adalah Irene, yang setiap pagi selalu ke pasar untuk membeli kebutuhan dan bahan bagi kedai sang ayah, Rio tertegun menatap gadis yang lima tahun lebih tua dari nya itu.
"Cantik" batin Rio kagum.
"Hey kamu" panggil pemilik toko beras pada Rio.
"Y-yaa ahjuma?" Jawab nya.
"Antarkan beras milik nona ini ke kedai Kwon di depan pasar sana" ujar nya pada Rio yang nampak kebingungan.
Bruk
Salah satu pegawai toko tiba-tiba menaruh sekarung beras seberat sepuluh kilo di punggung Rio, pria kecil itu nampak nyaris limbung, dengan langkah terseok-seok, ia pun mengikuti langkah Irene menuju ke kedai Kwon.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Love Can
FanfictionRio, pria miskin yatim piatu yang jatuh cinta pada putri pemilik kedai makan sederhana di sebuah pasar