Irene mendatangi meja administrasi rumah sakit, untuk menanyakan perihal pelunasan biaya operasi dan perawatan sang ayah.
"Benar nona, sudah lunas semua nya sampai tuan Kwon di ijinkan pulang nanti"
"Siapa yang melunasi nya?" Bingung Irene, suster itu mengechek laporan nya, dan tertera nama Rio dari tanda tangan nya.
"Nama nya tuan Limario Manoban"
"Orang nya seperti apa?" Irene penasaran karena ia tak merasa mengenal nama itu, sang suster pun kebingungan untuk menjelaskan nya, dia nampak celingukan.
"Dia orang nya nona" tunjuk sang suster pada pemuda yang berjalan menuju pintu keluar lobby, Irene menoleh ke arah pria yang di tunjuk oleh suster itu.
Hanya wajah samping nya yang terlihat dari tempat Irene berdiri.
"Limario?" Batin Irene berpikir keras mengingat sosok yang membantu sang ayah, tapi ia gagal, dan tanpa berpikir dua kali, ia pun mengejar Rio keluar, tapi terlambat, Sungjae sudah lebih dulu datang menjemput Rio, kecewa sudah pasti, Irene kembali ke kamar ayah nya.
"Bagaimana?" Tanya Yuri.
"Memang benar ini sudah dilunasi appa" jawab Irene.
"Oleh siapa?" Heran Yuri.
"Limario Manoban"
"Astaga" Yuri hampir menangis mendengar nama Rio disebut.
"Appa mengenal nya?" Yuri menggeleng
"Tapi appa tahu dia?"
"Siapa?" Kini Irene yang berubah jadi sangat penasaran.
"Kamu ingat bocah laki-laki yang mencuri dua botol obat waktu itu?" Tanya Yuri.
"Kejadian itu sudah belasan tahun yang lalu, jadi mungkin kamu tidak mengingat nya, bocah yang tinggal di belakang pasar, ibu nya meninggal saat ia masih berusia sepuluh tahun" Irene masih tak bisa mengingat nya.
"Aku senang dia menjadi orang sukses sekarang, masa kecil nya di lalui dengan sangat keras" gumam Yuri, tersirat di wajah nya jika ia pun merasa lega Rio baik-baik saja, dan sepanjang hari itu Irene malah sibuk melamun mencoba mengingat siapa Rio.
Dan Rio, dia di bawa ke kantor Kim oleh Sungjae, karena Sean penasaran dengan hasil negosiasi dengan rumah sakit Cheongdam.
Tok. . . Tok. . .
Ceklek
"Hyung"
"Rio" Sean langsung berdiri menyambut sang ipar.
"Duduklah" ujar Sean, ia lalu mengambil sebotol minuman di kulkas yang ada di sudut ruangan nya, dan memberikan nya pada Rio.
"Kenapa wajah mu murung sekali? Tak masalah jika negosiasi nya gagal, masih ada rumah sakit lain, hyung tak menyalahkan mu" Sean menepuk-nepuk bahu Rio.
"Tidak bukan itu hyung, negosiasi kita berhasil" balas Rio.
"Lalu apa masalah nya?" Sean pun dibuat bingung dengan raut wajah sendu sang dongsaeng ipar.
"Aku. . . "
"Aku bertemu dengan tuan Kwon"
"Siapa tuan Kwon?" Rio lantas menceritakan kejadian sebelum sang ibu meninggal, Sean yang mendengar cerita itu dengan serius.
"Kamu bisa mengunjungi nya lagi saat dia sudah siuman nanti, jangan khawatir, dia pasti baik-baik saja" hibur Sean, Rio tak mengatakan jika ia membiayai Yuri di rumah sakit, hanya mengatakan jika ia mengunjungi nya dan mengucapkan terima kasih.
"Semoga hyung, karena aku juga tak tahu apa yang terjadi dengan nya"
"Baiklah, jadi kapan barang bisa di kirim ke rumah sakit?" Tanya Sean.
"Tiga hari lagi hyung"
"Kamu mau hadiah apa? Mobil ya? Untuk merayakan wisuda mu juga"
Tidak hyung, aku belum tertarik dengan mobil"
"Kamu sudah hampir dua puluh lima tahun Rio, dengan mobil akan membuat mu dilirik yeoja nanti" Rio terbahak.
"Jika mau dengan ku, harus mau juga hidup susah kemana-mana dengan kendaraan umum hyung"
"Astaga, lalu akan kau apakan uang mu nanti?"
"Menyimpan nya hyung, kita tak tahu apa yang akan terjadi nanti nya, kehilangan ibu membuat ku berpikir bahwa kita harus punya tabungan untuk berjaga-jaga, andai aku punya uang waktu itu, mungkin sampai sekarang ibu masih hidup" alasan Rio masuk akal, uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.
"Kamu masih punya hyung dan noona, minta lah pada kami jika kamu membutuhkan"
"Tidak hyung, aku lebih suka berusaha sendiri" sama hal nya dengan Jennie yang keras kepala, Rio pun juga demikian.
"Baiklah, hyung transfer sekarang" Sean mengutak-atik ponsel nya, dan Rio mulai berjalan keluar dari ruangan Sean.
"Kamu mau kemana?" Tanya Sean
"Kencan"
"Tak akan ada yeoja yang mau dengan mu, jika kamu tetap memilih jalan kaki" seru Sean mengejek.
Rio kembali ke apartemen nya, mengambil beberapa baju untuk ia bawa menginap di rumah Jennie, karena tak tega dengan permintaan Gaeul, ia menenteng ransel nya, menaiki bus umum menuju ke rumah sang noona, rupa nya sang keponakan sudah menunggu di pintu gerbang bersama sang mommy, Rio turun dari bus, dan berlari kecil menyeberangi jalan menghampiri Gaeul.
"Uncle" seru nya sambil melambaikan tangan kanan nya, Rio pun tersenyum lebar.
"Hey" Rio menyapa sang keponakan.
"Gaeul juga ingin naik bus uncle" ucap nya.
"Iya, nanti kita naik bus bersama, tapi Gaeul harus ijin mommy dan daddy dulu" balas Rio, ia menggandeng tangan gadis kecil itu memasuki pintu gerbang, diikuti Jennie di belakang nya.
"Okey, Gaeul hari ini membuat puding strawberry, uncle suka strawberry tidak?"
"Tentu saja suka"
"Ayo kita makan berdua kalau begitu" mereka pun langsung menuju ke dapur, untuk menikmati puding buatan Gaeul dan sang mommy, yang mengambil foto Rio dan putri nya sedang berpose menggigit sendok dengan sepotong puding di hadapan mereka, lalu mengirimkan nya pada Sean.
"Sial, dia menang lagi" gerutu Sean melihat sang putri malah lebih dekat dengan uncle nya, tapi, tentu saja Sean tak benar-benar marah.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Love Can
FanfictionRio, pria miskin yatim piatu yang jatuh cinta pada putri pemilik kedai makan sederhana di sebuah pasar