Pendaftaran sudah beres, Rio dan Sean lun keluar dari ruang kepala sekolah, Minho masih diluar menunggu mereka, dan sang bocah melirik ke arah tong sampah tempat Sean membuang tas nya di sana tadi, ia kecewa dan sedih karena ternyata sampah nya sudah bersih, Rio berjalan sambil menunduk di belakang Sean, tak tega, Minho pun meraih tangan mungil Rio untuk di gandeng nya, bocah itu mendongak, dan Minho menatap nya sambil tersenyum.
"Aku menyimpan nya" ucap Minho tanpa suara, memberitahu Rio bahwa tas nya tadi sudah di selamatkan oleh Minho, bocah itu pun tersenyum lega.
"Gumawo hyung" ucap nya tulus.
"Minho-yaa"
"Ya tuan?"
"Kita ke toko perlengkapan sekolah" interuksi Sean.
"Baik tuan"
Sean membelikan tas, sepatu, juga perlengkapan menulus serta buku untuk Rio yang besok akan mulai bersekolah, ia juga mengirimkan video saat Rio membongkar belanjaan mereka di rumah.
"Terima kasih oppa, I love you" ucap Jennie di ujung telpon, ia memang langsung menghubungi Sean setelah melihat video Rio.
Sean pun kembali ke kantor setelah urusan nya tentang Rio selesai, ia meninggalkan bocah itu sendiri bersama ahjuma dan pelayan yang lain di rumah.
Sore pun tiba, Rio memilih untuk menghabiskan waktu nya di paviliun belakang tempat Minho dan Sungjae tinggal, ia terus menciumi tas lusuh milik nya yang telah di selamatkan oleh Minho tadi.
"Bukan kah kamu sudah punya tas yang baru?" Tanya Minho
"Tas ini lebih berharga hyung, karena ibu dulu yang membelikan nya" jawab Rio.
"Sebaik nya kamu simpan saja, dan pakai tas yang Sean hyung belikan tadi" nasehat Minho, Rio pun mengangguk.
"Rio!" Seru Jennie memanggil bocah itu, untuk mencari keberadaan nya, yang dipanggil terjengkit kaget.
"Hyung, aku titipkan disini dulu ne" panik Rio.
"Baiklah" Minho pun menyembunyikan nya.
"Rio" panggil Jennie lagi diambang pintu paviliun.
"N-ne noona" Rio pun keluar
"Ayo kita makan malam, kenapa tidak menunggu ku di rumah, kamu bisa sambil menonton tv di sana?" Tanya Jennie, Rio tak menjawab, karena tak mungkin dia akan mengatakan jika Rio takut pada Sean.
Dan suatu hari, Jennie tengah menikmati roti gandum nya, dan segelss air putih sebagai menu makan siang nya di kantor, di temani Jisoo yang menyantap kimbab nya.
"Jen"
"Ya unnie?"
"Apa kamu tidak berlebihan dalam membalas pertolongan Rio?" Selidik nya.
"Menurut unnie berlebihan ya?" Jennie malah balik bertanya.
"Untuk ukuran orang asing yang baru kamu kenal, ya itu berlebihan, mengajak nya tinggal bersama saja sudah aneh menurutku, ini ditambah kamu menyekolahkan nya di KIS, itu berlebihan Jenn, kamu bisa menyekolahkan nya di tempat lain, bukan di sekolah termahal Korea" ujar Jisoo, Jennie menghentikan makan nya.
"Aku hanya mengikuti apa kata hati ku unnie, tak bisa di pungkiri, begitu aku mendonorkan darah ku untuk Rio, rasanya aku seperti ikut menjadi bagian dari keluarga nya, bayangkan, anak seusia itu hidup di jalanan yang keras, dan masih berani berbuat baik meski dengan resiko berat, dia nyaris meregang nyawa unnie, dan itu demi aku yang tak ia kenal sebelum nya, aku tak hanya berhutang budi karena dia menolongku, tapi aku juga berhutang nyawa dengan nya" jelas Jennie
"Aku pun juga akan melakukan hal yang sama andai bukan Rio yang menolongku malam itu" lanjut Jennie.
"Hutang yang tidak akan pernah lunas adalah hutang budi dan hutang nyawa unnie" pungkas Jennie.
"Apa itu tidak membebani mu?" Jisoo
"Aku tidak merasa terbebani, kita manusia tidak bisa hidup sendiri, sekaya apa pun, kita tetap butuh orang lain" Jennie, Jisoo sengaja menyelidik atas perintah Sean, tanpa sepengetahuan Jennie.
Sean terdiam di ruangan nya, melamun memikirkan kecurigaan nya pada Rio, dan langkah apa yang harus di ambil nya, ia lantas keluar dan membuat janji untuk menemui Jaehyun di sebuah caffe shop.
"Nama nya Limario Manoban" Sean memperlihatkan foto Rio, bocah laki-laki berusia sepuluh tahun dengan seragam sekolah nya.
"Cari tahu tentang dia" Sean meletakan amplop coklat diatas meja yang ia dan Jaehyun tempati, Jennie adalah wanita yang mudah di manipulasi, ia bisa bersikap baik dan manis, jika hati nya sudah tersentuh, tapi dia juga bisa berubah kejam jika ada yang menyakiti perasaan nya.
Minho menjemput Sean ke sekolah, ia berdiri menunggu bocah itu yang berlari kecil menghampiri nya.
"Hyung" sapa nya
"Hey" balas Minho.
"Bagaimana sekolah mu hari ini?" Tanya Minho
"Seru hyung, aku punya teman baru, nama nya Jenno, dia pindahan dari Amerika" cerita Rio.
"Wah, jauh sekali" sahut Minho
"Iya, karena pekerjaan orang tua nya yang berpindah-pindah negara hyung"
"Rio dapat tugas tidak hari ini?"
"Tidak hyung"
"Bagus lah, jika ada, sebaiknya Rio kerjakan langsung setelah pulang sekolah" nasehat Minho, Rio adalah murid yang cerdas dan pandai, jadi banyak yang menyukai nya di sekolah.
Begitu sampai di rumah, Rio langsung mandi dan berganti baju, lalu ke dapur menghampiri ahjuma Shoo dan Luna sang asisten rumah tangga.
"Ahjuma, apa ada yang bisa Rio bantu?"
"Ah, iya, tolong ambilkan gula dan kopi di lemari stock makanan ne"
"Baik ahjuma" makan malam sudah siap, tinggal menunggu Jennie dan Sean datang dari kantor, tapi Rio malah bermain di paviliun.
"Sean, bisa tolong panggilkan Rio di paviliun" pinta Jennie pada sang kekasih, Sean menghela nafas, tapi dia tetap menuruti permintaan sang kekasih.
#TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Love Can
FanfictionRio, pria miskin yatim piatu yang jatuh cinta pada putri pemilik kedai makan sederhana di sebuah pasar