Maaf (4)

1.5K 366 21
                                    

Lewat empat hari dan doa Sakura tidak terkabul. Begitu keluar dari kelas structure, matanya menangkap keberadaan Sasuke yang sedang bersandar santai di dinding koridor. Pria itu menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Raut wajahnya datar dengan mata yang tak lepas dari Sakura.

Ia menunggu.

Sakura melirik Ino yang berdiri di sebelahnya. Bisik-bisik dan tatapan tertarik yang mengarah pada Sasuke seolah tak berarti lagi. Tak terlalu mengganggu lagi seperti sebelum-sebelumnya. Inilah yang ia takutkan, terbiasa dengan perhatian janggal yang menghubungkan dirinya dan Sasuke. Sakura melangkahkan kakinya ke depan ke arah Sasuke dengan jantung yang berdebar keras. Ino telah berjalan mendahuluinya bersama teman-teman mereka yang lain setelah satu anggukan darinya.

Inilah waktunya, waktu mereka berbicara panjang untuk mengakhiri segala kerumitan hubungan mereka yang sebenarnya tak memiliki status apapun selain mantan kekasih. Ya, hanya mantan kekasih, Sakura meyakinkan hatinya.

Ia melirik Sasuke dan melewati tempat pria itu berdiri. Hal itu cukup untuk dimengerti sebagai ajakan agar pria itu mengikutinya. Punggungnya merasakan tatapan tajam dari mata sekelam malam itu. Entah bagaimana ia bisa merasakannya. Jadi ia memutuskan untuk berjalan sedikit cepat menuruni tangga, mengabaikan tatapan orang-orang dan lebih memilih memfokuskan pandangannya ke arah depan seraya memikirkan tujuan langkahnya.

Sakura terus-terusan berdebar sepanjang jalan hingga langkahnya terhenti di sebelah mobil berwarna hitam di parkiran. Mobil Sasuke.

.

Dan di sanalah mereka, masih berada di dalam mobil yang sekarang terparkir rapi di sebuah basement gedung apartemen. Sakura tak ingin memikirkan lebih jauh tentang tempat mereka berada saat ini karena yang ia inginkan hanyalah berbicara dengan pria itu.

Sakura mengepalkan tangannya karena tak tahan dengan suasana hening yang melingkupi mereka. Keberadaan Sasuke di sebelahnya semakin menambah beban derita.

"Sasuke..." Sakura memulai dengan suara lirih yang seketika tercekat saat Sasuke menatap ke arahnya, tepat di mata. Ia merutuki kerja jantungnya yang kian keras dan bibirnya yang terasa bergetar serta tak bisa diajak bekerjasama. Demi Tuhan, ini hanya Sasuke. Seburuk-buruk yang akan dilakukan pria itu mungkin hanya sebatas ciuman lagi. Tapi itu pun sudah membuat jantungnya memompa semakin keras. Lagipula ia tak tahu apa yang akan dikatakannya. Demi apapun, ia tak menyangka dirinya se-idiot ini!

"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Sasuke dengan nada datar. Tatapan matanya seolah menahan sesuatu, seperti sebuah keinginan besar yang belum tercapai. Sakura menggeser hati-hati tubuhnya ke sudut terjauh di ruang sempit itu.

"Kau duluan," kata Sakura, menyadari matanya yang pasti tampak nanar menatap Sasuke.

Satu sudut bibir Sasuke naik sedikit. "Aku tak ingin membicarakan apapun. Kau yang mengajakku pergi," katanya santai.

Sakura menggeleng tak percaya. Wajahnya memerah seketika. Ia sudah hampir menangis menahan debar jantungnya sejak tadi. Dan pria itu tetap memutuskan untuk mempermainkannya disaat-saat seperti ini. Sakura memalingkan mukanya ke luar jendela. Satu bulir airmata jatuh di sisi pipinya yang tak terlihat oleh pria itu. Ia berpura-pura mengusap wajahnya dengan kesal untuk menutupi usahanya menghapus airmata itu.

Ketika ia menatap kembali pada Sasuke, matanya telah menampilkan luka yang mustahil untuk ditutupi lagi. Saat ia berbicara, suaranya terdengar lebih kasar dari biasanya.

"Neji tidak mencampakkanku seperti yang kau duga selama ini," katanya datar. Kilat keterkejutan sekilas terlihat pada mata kelam di hadapannya. "Kami memang berkencan setelah aku putus denganmu, hanya satu minggu. Selebihnya hanyalah pertemanan biasa."

Romantic Side UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang