"Sakura, bagaimana menurutmu kalau kita pindah ke kota yang lebih besar?" Tanya Ino suatu hari dengan nada setengah merenung.
Ino adalah satu-satunya teman terdekatnya saat ini. Satu-satunya orang yang bukan keluarganya yang mengetahui masalahnya mengenai pria yang baru saja ia tolak lamarannya seminggu yang lalu. Menjadi orang yang selalu menyenangkan dan berpikiran terbuka hingga membuat Sakura kembali bersemangat setelah menolak satu lamaran dari seorang pria baik hati.
Setidaknya Ino membuatnya tenang dan tak langsung menghakimi.
Mereka sedang berada di ruangan administrasi. Duduk menghadap satu meja yang di atasnya terdapat monitor komputer yang terus menyala walau tak sedang digunakan.
Sakura menyandarkan dagunya di atas meja, menatap Ino dengan alis terangkat tinggi. Pembicaraan ini sudah mereka lakukan sejak Sakura menolak lamaran dadakan itu. Ino bahkan sudah sering menyiratkan itu sejak jauh-jauh hari.
Ino memiliki keinginan untuk tinggal di kota besar dan lebih ramai. Ame, kota yang mereka tinggali sekarang adalah kota yang nyaman untuk menjalani hidup. Namun bagi Ino dan Sakura yang memiliki banyak sekali ambisi, menetap di kota itu dengan damai masih terasa belum cukup.
"Sejauh apa?" tanya Sakura.
"Kita bisa ke Oto," kata Ino Antusias. Oto memberi bayangan yang cukup bagus dalam benaknya. Tapi Sakura masih ingin bertanya lebih jauh.
"Bukannya Oto terlihat sama seperti kota ini?" Sakura mengangkat kepalanya dan kini terlihat benar-benar serius mendengarkan perkataan Ino.
"Sedikit." Ino mengangkat bahu. "Tapi Oto lebih maju dan lebih dekat dengan ibukota." Ino terkekeh. Jemarinya mengetik-ngetik keyboard komputer berwarna hitam di hadapannya, menuliskan namanya sendiri.
Sakura ikut terkekeh. "Dan bagaimana dengan izin orangtuamu?"
Ino mengangkat bahu. "Kau tahu sendiri bagaimana mereka. Aku lebih diperlakukan seperti seorang putra dibanding putri." Ia meringis. "Kurasa keluargamu lebih ketat?"
Sakura ikut mengangkat bahu. "Orangtuaku cukup demokratis," katanya enteng. "Lagipula kita sudah memasuki usia dewasa.
"Bagus. Kalau begitu kita hanya harus mencari lowongan kerja, lalu mengirim lamaran via online dan voila kita dapat pekerjaan baru," putus Ino antusias. Seolah mencari pekerjaan sekarang ini sangat mudah.
"Kita juga harus memikirkan tentang tempat tinggal," ujar Sakura, mulai tertular antusiasme Ino yang patut dipuji.
"Well, aku sebenarnya memiliki teman yang menetap di Konoha," tanggap Ino enteng.
Sakura mengangkat satu alisnya. "Seingatku kau bilang kita akan ke Oto."
Ino tertawa. "Setelah dipikir-pikir, Konoha sepertinya lebih menjanjikan."
Sakura menggeleng. "Lebih menjanjikan karena ada kenalan?"
"Yup." Ino mengangguk. "Teman dari kecil. Dia pindah ke Konoha setelah lulus sekolah tinggi," jelasnya lalu tersenyum senang. "Aku yakin kalian pasti akan cocok."
Sakura hanya mengangkat bahu. Ia tak punya masalah dengan pergaulan walaupun butuh waktu untuk beradaptasi. Ini ide yang bagus jika ia pikirkan kembali. Setidaknya ia harus mengambil langkah besar untuk dapat mengubah jalan hidupnya yang lumayan membosankan selama ini.
00000
"Berapa harga yang anda tawarkan untuk ini?" Tanya seorang wanita berstelan mahal yang matanya sedang menatap kagum pada sebuah karya seni tembikar berbentuk sulur-sulur bambu runcing di balik lemari kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Side Undercover
FanfictionStory List o Never Just be Friend o Stalker o Brother's Friend o I'm not Your Fans o A Little Braver o I say I Love You o Putus o Rain and Kisses o The Night Warrior o The Covenant of Marriage o Pain and Perfect Mate o Hanya Sakura o Dating Days For...