The Covenant of Marriage (2)

3.5K 541 45
                                    

Makan malam diakhiri dengan janji makan siang. Makan siang diakhiri dengan janji kencan dadakan. Begitu seterusnya sampai hampir satu bulan. 

Para ibu menjadi luar biasa bahagia. Para anggota keluarga yang lain mulai berani menggoda ketika mereka akan pergi berdua. Sakura sendiri masih sulit untuk percaya bahwa ia menikmatinya. Sasuke mungkin bukan pria yang benar-benar suka berbicara. Tapi itu justru menjadi alasan kuat kenapa Sakura bisa sangat menikmati waktu yang telah ia habiskan bersama Sasuke.

Pria itu memahaminya begitu saja. Ada saat-saat dimana mereka hanya saling berdiam diri dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sasuke dengan pikirannya. Sakura dengan ide-ide yang akan ia deskripsikan dalam tulisannya. Lalu tatapan mereka bertemu dan Sakura sadar bahwa ia tak akan bisa menemukan pria lain seperti Sasuke yang begitu pengertian dan berpikiran terbuka. 

Juga tak banyak bicara. 

Sakura selalu menghargai orang-orang yang pandai menjaga mulutnya.

Malam itu mereka merayakan hari terakhir Sasuke di Ame. Para keluarga meninggalkan mereka berdua di halaman belakang kediaman Uchiha untuk memberi mereka waktu berbicara lebih leluasa. Tapi Sakura curiga ada tempat di rumah ini yang bisa digunakan untuk mengintip dan menguping.

Sakura berdiri di satu tempat yang menghadap langsung pemandangan lampu-lampu dari rumah-rumah yang berada di atas perbukitan Ame. Satu tangannya menggenggam segelas cokelat panas yang isinya tinggal setengah. Ia mendengar Sasuke mendekat lalu merasakan selimut besar tersampir di bahunya. Sasuke berdiri di sebelahnya.

"Aku akan rindu sekali suasana seperti ini." Sasuke berkata pelan. Lalu hening. Sakura bukan orang pendiam. Tapi entah kenapa saat bersama Sasuke, keheningan terasa cocok untuknya. Untuk mereka.

Udara malam musim panas di Ame tetap selalu terasa dingin. Ame sendiri adalah kota yang dikelilingi perbukitan hijau. Sebuah kota maju yang berada di tengah-tengah dataran tinggi; dua belas jam perjalanan jalur darat dari Konoha, dan dua jam perjalanan melalui jalur udara. Jarak yang mereka tempuh untuk bertemu tak terlalu jauh sebenarnya. Tapi ketidakrelaan atas perpisahan itu tak bisa dicegah.

Sakura menghirup cokelat panasnya lagi. Karena dengan begitu ia bisa menahan tangis, menahan mulutnya agar tak mengatakan hal-hal bodoh seperti, "Waktu berlalu terlalu cepat."

"Ya," bisik Sasuke. Pria itu melangkah ke hadapannya. Sakura bersumpah melihat kesedihan di mata kelam pria itu, juga penyesalan. Ia memejamkan mata ketika jemari panjang Sasuke membingkai wajahnya, menyentuhnya dengan hati-hati dan penuh keraguan.

"Aku sudah lama ingin mencobanya," bisik Sasuke. Bibir pria itu sudah di atas bibirnya saat menambahkan. "Izinkan aku." 

Sakura membiarkan gelasnya jatuh ke rumput yang basah karena sisa hujan tadi siang. Ia mengalungkan lengannya di sekeliling pundak Sasuke dan menarik kepala pria itu semakin dekat padanya. Ia masih memejamkan matanya sementara mulutnya terbuka, membagi pada Sasuke rasa cokelat yang tadi ia hirup. 

Selimut yang tadi tersampir di bahunya merosot dan jatuh ke tanah. Tak seorang pun dari mereka yang peduli akan hal itu. Lengan Sasuke melingkar di sekeliling tubuhnya, menekan punggungnya dan membawanya semakin masuk dalam dekapan pria itu. Sasuke adalah pencium yang hebat. Sakura bahkan bisa merasakan keinginan besar pria itu terhadapnya, juga rasa frustrasinya.

Napas mereka terdengar keras saat ciuman itu selesai. Mereka masih memejamkan mata dengan dahi yang beradu. Lalu Sasuke mengeluarkan satu kalimat yang menyebabkan keheningan lainnya.

"Menikahlah denganku, Sakura." Pria itu nyaris berbisik. Sakura membuka matanya dan ingin melangkah menjauh. Tapi Sasuke belum mengizinkannya. Lengan pria itu masih melingkar di tubuhnya.

"Aku tak akan melarangmu menulis setelah kita menikah," tambah Sasuke. Sakura tak menyangka bahwa Sasuke akan mengatakan hal itu padanya. Satu hal dari sekian banyak hal yang telah ia ceritakan pada Sasuke. Hanya pada Sasuke. "Aku tak akan memaksamu bangun pagi karena aku juga tak pernah bangun terlalu pagi." Sakura tak bisa menahan diri untuk tersenyum. "Dan aku tak masalah dengan kenyataan bahwa kau tak bisa memasak."

"Apa kau ini nyata?" tanya Sakura. "Atau hanya berasal dari mimpiku yang panjang?"

Sasuke mengecup bibirnya. Ya, Sasuke memang terasa nyata.

"Satu-satunya yang harus kau lepaskan adalah pekerjaanmu di sini. Tapi aku yakin kau bisa mendapatkan yang lainnya di Konoha," tambah Sasuke cepat. "Jadi?"

Sakura terdiam sebentar. Entah kenapa ada keraguan saat ia ingin mengatakan iya. Jika ia menerima lamaran Sasuke, maka tak seperti yang dikatakan Sasuke tadi. Terlalu banyak hal yang harus ia lepaskan di kota ini: keluarganya, teman-temannya, pekerjaannya dan semua hal yang ia sukai di sini. Ia hanya akan bisa mengandalkan Sasuke di kota yang baru. Dalam masa-masa awal, ia yakin ia akan sangat bergantung pada pria itu.

Sakura memantapkan hatinya, lalu memejamkan mata. "Ya," jawabnya. "jika kau yakin bahwa aku tak akan merepotkanmu, maka jawabannya adalah iya Sasuke, aku mau menikah denganmu."

Sasuke membawanya ke dalam dekapan pria itu. "Terima kasih, Sakura. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."

.

.

Sasuke memperpanjang masa kunjungannya selama satu bulan. Hal itu tak terlalu menjadi masalah karena ia adalah pendiri sekaligus pemilik utama dari usaha kecilnya yang bergerak di bidang design interior. Usaha yang dijalankan oleh hanya sepuluh orang berbakat itu mulai dikenal di Konoha. Sakura tahu hal itu dari apa yang diceritakan oleh bibi Mikoto yang sudah pasrah karena tak satu pun anaknya yang berminat untuk berada di perusahaan keluarga.

Sakura sendiri mengundurkan diri dari pekerjaannya dan membuat teman-temannya tertawa sambil menangis karena alasan pernikahannya. Ia mengundang lebih cepat dari seharusnya. Dan teman-temannya bereaksi seolah mereka akan pingsan saat melihat Sasuke menjemputnya. Ah, Sakura sangat yakin bahwa ia akan sangat merindukan mereka.

Satu bulan adalah waktu yang sangat cepat untuk mempersiapkan pesta pernikahan. Pesta itu dirancang oleh salah satu karyawan Sasuke –rekan, Sasuke lebih suka menyebutnya, yang memperkenalkan diri dengan nama Karin. Wanita yang langsung Sakura sukai pada perjumpaan pertama. Karin mengatur semuanya dan bekerjasama dengan pengatur pesta lokal.

Pesta itu pada akhirnya berjalan dengan lancar dan hikmat. Semuanya terasa mengejutkan dan sulit dipercaya. Tapi tak bisa dihindari lagi.

Sasuke membawa Sakura ke Konoha dua hari kemudian dengan diiringi tangisan keluarga Uchiha, juga Haruno. Ayah Sakura juga terlihat meneteskan airmata. Hanya Itachi yang masih terlihat tenang dan tersenyum. Pria itu telah berada di Swedia selama dua bulan ketika kabar pernikahan Sasuke dan Sakura sampai padanya. Dan ia pulang sehari sebelum pernikahan. Tak banyak waktu bagi Sakura untuk mengobrol dengan Itachi. Jadi ia memeluk pria itu kali ini.

"Aku menunggu kunjunganmu di Konoha, Itachi," bisik Sakura. Pertemanan mereka memang mengherankan, mengingat mereka jarang bertemu. Tapi dibalik sikapnya yang dengan jelas menunjukkan bajingan kelas atas, Itachi adalah teman yang baik.

"Please, take care," balas Itachi sebelum melepaskan dekapan mereka. Sakura mengangguk, mengusap ujung matanya lalu mendekati Sasuke yang kemudian menggandeng tangannya menuju mobil yang akan mengantar mereka ke bandara.

.

.

Kalau ada yang merasa alurnya sangat sangat cepat. Iya, emang begitu tujuannya.

Yang udah tau isi cerita sssstttt, diem yakkkk. Ntar ga seru lagi.

Romantic Side UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang