Stalker (Sasuke POV)

6.2K 761 58
                                    

Gadis itu lagi. Aku mengenalinya dari warna rambut mencolok–merah muda yang dipangkas pendek sebatas bahu, dan mata besar hijau yang teduh. Gerakan tubuhnya selalu mengisyaratkan kalau ia tak ingin sampai terlihat olehku, atau oleh orang-orang di sekitarku. Dan aku tahu pasti dia berhasil melakukannya sejauh ini, mengecoh banyak orang. Tentu saja Kecuali aku

Penguntit bisa jadi adalah salah satu hal yang tak bisa lepas dari kehidupanku selama ini. Pada awalnya aku tak menyadarinya, juga tak tahu kalau hal semacam itu memang ada. Alasan yang paling tepat sebenarnya adalah, aku tak benar-benar peduli. Tapi lama-kelamaan aku mulai mengenali gadis-gadis itu. Mereka selalu ada di sekitarku dan menjadi semakin mengganggu. 

Ini bukan tentang kepercayaan diri. Ini adalah insting laki-laki. Entah bagaimana caranya mereka bisa tahu dimana aku berada, kemudian melakukan hal yang sama seperti yang sedang aku lakukan. Mereka akan berpura-pura tak peduli dengan keberadaannku, tapi di satu sisi seperti mengharapkan aku menyadari keberadaan mereka.

Gadis itu berbeda. Dia jelas ingin selalu melihatku, tapi tak ingin aku menyadari keberadaannya. Dia selalu melihat ke arahku disaat dia pikir aku tak sedang mengamatinya.

Dia berbeda. Karena alasan itulah aku juga tak bisa melepaskan pandangan darinya. Kadangkala ketika kami berpapasan di koridor, aku dengan terang-terangan menatapnya. Tapi dia tak pernah memandangku langsung jika kami berada cukup dekat. Dia hanya berani memperhatikanku dari jauh saja.

"Apa yang sedang kau perhatikan, teme?" Satu kali Naruto memergokiku sedang menatap ke arah yang sama untuk waktu yang lama. Naruto mengikuti pandanganku. Tapi tentu saja gadis itu sudah tak berada di tempat dia berada sebelumnya.

Naruto berbeda denganku. Dia selalu terlihat cerah dan ceria hingga kadang membuatku jengkel. Rambutnya berwarna kuning terang dan sangat mencolok, sama seperti kepribadiannya. Tapi di balik sikapnya yang terbuka, Naruto tak terlalu peka dengan sekitarnya. Sama sekali tidak peka.

Jika aku berpura-pura tidak tahu, maka Naruto benar-benar tidak tahu. Aku cukup mengasihani gadis-gadis yang selalu memperhatikannya–satu gadis yang juga diam-diam memerhatikannya dengan pipi yang selalu merona.

"Dasar bodoh." Gumamanku mengundang reaksi yang hebat darinya.

Sama seperti biasa, dia ini terlalu mudah terpancing emosi. Apalagi jika menyangkut intelektualitasnya.

"Kau mau berkelahi ya?" Serunya heboh.

Orang-orang di sekitar kami mulai memerhatikan. Aku tak peduli. Aku malah berharap Naruto akan cukup marah hingga membalik satu meja kantin di hadapan kami sekarang. Tapi dia tak melakukannya. Sayang sekali. Padahal aku sedang benar-benar bosan.

"Bodoh. Bodoh," ulangku lagi dengan sengaja. Aku juga sengaja menyeringai padanya. Tepat ketika ia ingin berteriak, mataku tak sengaja mengarah pada sekelebat warna merah muda yang bergerak menjauh di luar kantin.

Si Gadis Penguntit. Tubuhku seolah bergerak sendiri, meninggalkan Naruto yang berteriak heboh di belakangku. Aku berjalan dengan langkah panjang, setengah berlari untuk mencarinya.

Hei, mana gadis itu tadi? Aku tak mungkin salah lihat. Aku jelas-jelas melihatnya berjalan cepat ke arah gedung perpustakaan. 

Gedung Perpustakaan

Aku mengamati bagian luar gedung kokoh itu, memikirkan sesuatu yang akan kulakukan jika mendapatinya berada di sana. Bagaimana jika dia menghindariku seperti biasanya? Bagaimana jika dia tahu kalau aku sudah menyadari keberadaannya selama ini? Dia mungkin saja akan melarikan diri dariku.

Ini benar-benar bodoh. Kenapa aku harus begitu memedulikannya? Dia hanya satu dari banyak gadis aneh yang mengikutiku kemana-mana. Hanya karena ia terlihat tak begitu mengharapkan perhatianku tak lantas menjadikannya berbeda.

Romantic Side UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang