17

6.4K 950 57
                                    

Sudah lebih dari dua Minggu dan usaha Joe untuk mendekati Angi masih gagal hingga akhirnya Allan menginformasikan kepada Joe jika sudah banyak pekerjaan yang menumpuk selama mereka ada disini. Sekarang mereka harus bersiap siap untuk kembali ke Jerman. Walau termasuk negara bebas visa ketika Joe dan Allan pergi ke Indonesia, namun nyatanya itu saja tidak cukup untuk membuat mereka bisa lama tinggal ditempat ini, apalagi Angi benar-benar murka pada Joe. Untuk pertama kalinya sejak mengenal Joe lebih dari sewindu lalu, Allan merasa kasihan kepada sang boss. Boss yang hidup sebatang kara, tidak pernah memiliki pasangan bahkan lebih gilanya lagi, hidupnya ia abdikan untuk menimbun kekayaan. Memang Joe boss rumah bordil dan casino, namun ia tidak pernah mau menghabiskan uangnya untuk berjudi. Baginya ini adalah sebuah bisnis yang murni untuk menghasilkan uang. Bahkan sebejat bejatnya Joe, ia memberikan penghasilan bahkan kehidupan yang layak bagi para pekerja rumah bordilnya. Sayangnya kenapa hati Joe, tanpa Joe sadari sendiri justru tertambat pada Pelangi Cinta Bimantara, seorang wanita dari kalangan ekonomi makmur yang tidak pernah hidup susah. Joe yang termasuk orang hemat dan bijak dalam mengelola keuangan, berbanding dengan Angi yang sering menggunakan uangnya untuk menolong orang bahkan yang tidak ia kenal. Allan cukup mengetahui ini semua dari informan yang ia pekerjakan.

"Sir, du bist bereit, zurück nach Deutschland zurückzukehren?*" Tanya Allan pada Joe ketika mereka selesai makan malam di hotel tempat mereka menginap yang ternyata Dimas Bimantara masih memiliki sahamnya. (*tuan, anda sudah siap untuk kembali ke Jerman)

"Bereits. Es scheint keinen Sinn zu haben, lange an diesem Ort zu verweilen.*" (*Sudah. sepertinya tidak ada gunanya kita berlama lama ditempat ini.)

Allan hanya memutar kedua bola matanya mendengar perkataan Joe. Bukankah seharusnya Joe sudah sadar sejak kemarin-kemarin jika mereka hanya membuang buang waktu selama disini.

Diwaktu yang sama dan tempat yang berbeda, Angi telah selesai mempacking semua barangnya sebelum berangkat ke Jerman untuk menghadiri pernikahan temannya, Elizabeth. Hidup Angi sudah cukup nyaman selama beberapa hari ini karena Joe sudah tidak pernah muncul atau berusaha untuk menghubungi dirinya. Walau rasanya Angi terlalu keras pada Joe, namun ia tidak bisa melunakkan sikapnya. Itu semua juga karena Joe yang sudah berani untuk mencoba melecehkannya ketika berada di suite room kamar hotelnya.

"Angi, kamu beneran bisa berangkat sendiri?" Tanya sang Mama ketika masuk ke kamar putrinya.

"Bisa, Ma. Aku sudah biasa pergi kemana mana sendiri."

"Tapi lain kali ini, Ngi. Mama takut karena Joe juga berada di negara yang sama dengan kamu nanti. Kalo dia macam-macam sama kamu gimana?" tanya Eliza sambil duduk di tepian ranjang kamar putrinya.

Angi hanya tersenyum dan memandang mamanya dengan pandangan maklum. Bagaimanapun juga, ia anak tunggal kedua orang tuanya. Apalagi setelah sang Mama mendapatkan cerita dari sang Papa tentang kelakuan Joe kemarin kepada Angi.

"Aku yakin dia nggak akan berani macam-macam lagi setelah kejadian kemarin. Dia sudah minta maaf sama aku, tapi aku belum siap memberikan maaf untuk dia."

"Why?"

"Ya karena hatiku belum bisa aja, Ma. Tapi aku yakin, someday aku akan kasih dia maaf, entah kapan."

Eliza hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti penjelasan sang anak.

"Mama kenapa muram begitu wajahnya?" Tanya Angi beberapa saat kemudian setelah melihat sang Mama hanya duduk diam sambil memandang koper yang berisi pakaian milik Angi.

Eliza mengangkat pandangannya dan menatap sang putri dalam-dalam. Dalam hati, ia bersyukur memiliki anak seperti Angi yang memiliki jiwa sosial tinggi, baik, dan patuh kepada ajaran Tuhan serta orang tuanya, namun kenapa Tuhan memberikan cobaan seberat itu kepadanya dengan mengambil orang yang ia cintai ketika mereka sudah cukup lama berhubungan. Eliza dan Dimas bahkan harus merelakan dirinya untuk pergi berpetualang jauh dari keluarga agar ia bisa mengobati rasa sakit dan kecewanya atas takdir Tuhan yang menimpanya. Kini ketika sang putri sudah bisa berdamai dengan masa lalunya, ia juga masih ingin pergi jauh. Sungguh, Eliza merasa gagal menjadi seorang ibu walau alasan Angi ingin menghadiri pernikahan temannya. Karena sejatinya Angi juga ingin melarikan diri dari pertanyaan orang-orang disekitar tentang bagaimana keadaannya, lebih tepatnya apakah ia sudah menemukan pengganti Raja.

Ich Liebe Dich (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang