23

5.2K 989 56
                                    

Akshara celingukan mencari Adam di bandara, hingga akhirnya ia menemukan temannya tersebut baru saja datang dengan sedikit tergesa-gesa.

"Bi, Bi, sorry gue telat," kata Adam dengan ngos-ngosan di depan Shara.

Shara hanya diam memperhatikan Adam. Dalam hati Shara mengucapkan amit-amit jabang bayi jika harus memiliki suami seperti Adam.

"Buruan, Nyet kita ke rumah sakit."

"Koper Lo sudah?"

"Sudah. Ayo buruan," kata Shara sambil menggandeng Adam untuk menuju ke luar bandara.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Shara menatap Adam yang duduk di sampingnya dengan perasaan nano-nano.

"Nyet," panggil Shara saat mereka sedang dalam perjalanan.

"Hmm?"

"Kalo gue tau Lo cuma jemput gue naik taxi mending gue berangkat sendiri. Kagak usah nungguin Lo lama-lama di bandara."

"Gaya amat nih mbak-mbak SCBD satu. Lo lagi sekali ke Jerman, jangan sampai Lo nanti nyasar, makanya gue jemput."

"Walau gue baru sekali ke sini. Tapi Lo mungkin lupa kalo ada Mbah Google yang maha tau segala rute dimana saja dan kapan saja."

Kini Adam tertawa cekikikan, "Bi, Lo ini paling parah banget kalo urusan baca peta. Mending gue jemput pokoknya. Toh, sebentar lagi kita sampai di rumah Tante Liz."

"Lho, kok ke rumah emaknya Angi. Gue bilang ke RS, Nyet."

"Belum jam besuk. Besok pagi aja ke sananya."

Kini Shara memilih diam. Jika ia terus membalas Adam, maka mereka tidak akan pernah berhenti berdebat bahkan hingga matahari terbit dari barat.

***

Angi yang sedang berbaring di ranjang memperhatikan Adam yang kini tengah mondar mandir seperti setrikaan di depan ranjangnya. Shara memilih untuk tidur di sofa setelah jetlag yang ia rasakan. Kedua orangtuanya sedang beristirahat di rumah dan akan kembali nanti siang.

"Ngi," panggil Adam namun ia tidak berhenti mondar mandi.

"Hmm?"

"Gue bingung."

"Kenapa?"

"Tadi Om sama Tante bilang sama gue untuk jauhin Lo dari Joe. Sedangkan gue nggak bisa lakuin itu. Nggak tega gue sama Joe."

"Memang Joe kenapa?"

Adam berhenti mondar mandir dan kini ia fokus menatap Angi yang menatapnya dengan wajah tanpa dosanya.

"Joe itu ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, Ngi."

"Njirr, nggak ada yang lebih tragis lagi perumpamaan Lo?" Kata Angi setelah itu ia tertawa.

"Ngi, gue lagi serius ini!"

Angi menghela nafasnya dan kini ia memilih menganggukkan kepalanya.

"Gue nggak ngerti kenapa Joe ngejar gue sampai seperti ini? Karena perempuan di hidup dia yang lebih dari gue banyak banget."

Adam memutar kedua bola matanya lalu ia menatap Angi dengan malas.

"Yang bisa jawab pertanyaan Lo itu ya, Joe. Bukan gue. Kalo Lo mau gue teleponin nih orangnya."

Angi hanya bisa membelalakkan matanya mendengar kata-kata Adam. Seperti apa yang Adam katakan, kini ia segera menghubungi Joe dan memintanya untuk datang ke rumah sakit secepatnya. Tidak sampai satu jam yang lalu Adam meneleponnya, akhirnya kini Joe datang ke rumah sakit dengan semangat sudah siap perangnya.

Ich Liebe Dich (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang