39

4.8K 875 48
                                    

Joe menatap penampilannya kali ini yang sedang dibalut jarik di tubuh bagian bawahnya oleh seorang penata busana. Pagi ini terpaksa dirinya mengikuti keinginan Mama Angi untuk melakukan pemesanan kebaya serta beskap untuk dirinya dan Angi. Dari penglihatan Joe, sepertinya bukan hanya dirinya yang tampak terpaksa melakukan ini semua, karena Angi juga menunjukkan raut muka terpaksanya.

"Ma, nggak usah pakai kebaya. Pakai dress aja."

"Bagus pakai kebaya. Nada dulu juga begitu."

"Aku nggak mau. Mau yang nggak ribet aja."

Eliza memutar kedua bola matanya ketika ia harus berdebat berkali kali dengan putrinya hanya untuk menentukan pakaian yang akan di kenakan.

"Terus kamu mau pakai apa?"

"Gown aja, Ma. Lagipula Joe kan WNA."

"Bagus kalo Joe WNA. Ini pencapaian bagus tau, Ngi. Selama ini keluarga kita sudah ada yang berdarah separo bule, nah sekarang cari yang bule tulen. Duh, Mama nggak bisa ngebayangin gimana lucunya anak kamu besok."

Joe melihat ekspresi wajah Angi yang terlihat gemas atas komentar sang Mama. Walau Joe juga kurang nyaman, namun ia tidak bisa menolaknya. Kini setelah mereka selesai melakukan fitting, Joe mengajak Angi berbicara di sofa ruang tunggu butik berdua.

"Ngi?"

"Hmm?"

"Kalo kamu nggak nyaman lebih baik kita bilang sama Mama kamu kalo kita mau pakai konsep internasional saja."

Angi menghela nafasnya dan kini ia hanya bisa menatap Joe dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. "Dan setelahnya dicap sebagai anak durhaka. Gitu maunya?"

"Daripada kamu nggak suka. Habis ini juga kata Mamanya Adam aku harus cari cincin, perhiasan bahkan macam-macam barang buat kamu."

"Nggak usah, aku nggak butuh."

"Butuh nggak butuh, tapi keluarga kamu maunya gitu. Ikutin aja, biar cepat nikah," kata Joe santai yang membuat Angi menepuk bahunya.

Plakk....

Joe hanya mengaduh dan ia mengelus lengannya. "Lumayan juga pukulan kamu."

Kini Angi menatap Joe dengan pandangan yang sulit Joe artikan. Beberapa saat Angi hanya menatap Joe dengan penuh tanda tanya di dalam kepalanya. Haruskah ia menanyakan ini semua kepada Joe? Tapi bagaimana jika Joe belum siap atau belum yakin?

"Joe?"

"Apa?"

"Kapan kamu akan mengucapkan dua kalimat syahadat?"

Joe hanya bisa diam memandang Angi. Pergolakan di hatinya terjadi. Dirinya memang takjub melihat apa yang Angi lakukan dengan keluarganya mulai dari beribadah bersama, bahkan cara mereka berbagi kepada sesama yang sudah ada aturannya seperti 2,5% dari penghasilan mereka yang harus di sumbangkan karena merupakan hak sesamanya yang kurang beruntung, tapi untuk melafalkan dua kalimat syahadat dirinya belum bisa. Ia baru saja mempelajari bahasa Indonesia hingga fasih, kini Angi memintanya mengucapkan dua kalimat syahadat? Lidahnya masih terasa kelu. Ia belum bisa menjawab permintaan Angi.

"Memangnya kenapa?"

Kini Angi menatap Joe dengan pandangan penuh keyakinan dan ia akan mengatakannya saat ini agar Joe tau jika dirinya tidak bisa bertoleransi jika mereka akan menikah dengan perbedaan keyakinan.

"Kita tidak akan pernah menikah jika kamu masih agnostik."

Joe menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya. "Orangtuanya Vanilla sama Caramel saja berbeda keyakinan. Mereka baik-baik saja."

Ich Liebe Dich (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang