Joe menatap Angi yang terlihat sedang menikmati hidangan di depannya. Sejak tadi Joe memilih diam karena Angi juga tidak berniat mengajaknya untuk berbicara. Menjadi pusat perhatian semua orang bukanlah hal yang baru untuk Joe. Ia sudah sering menjadi pusat perhatian orang disekitarnya dan ia menikmati itu, namun tidak kali ini apalagi ketika Angi justru memakai pakaian yang tidak seharusnya. Angi menggunakan piyama satin polos lengan panjang dengan warna hijau botol.
Angi berusaha cuek ketika ia mendapatkan tatapan menyelidik dari orang-orang di sekitarnya. Ia memilih untuk menikmati hidangan lobster yang ada di depannya ini. Joe? Oh, Angi tidak akan peduli ketika Joe terlihat tidak berselera makan malam ini. Yang terpenting ia tidak akan menyia-nyiakan apa yang ada di hadapannya saat ini. Restoran Michellin tentunya bukan tempat orang sembarangan untuk makan. Angi bersyukur karena ia diperbolehkan masuk dengan mengenakan piyama. Merasa sudah cukup menimbun calon lemak di perut, Angi segera meletakkan peralatan makan yang ada di tangannya.
Joe membelalakkan matanya ketika mendengar Angi bersendawa. Tatapan Joe yang terlihat shock membuat Angi tersenyum sok manis di hadapan Joe. Angi berharap Joe akan kapok mengajaknya makan di luar rumah dan yang terpenting lagi tidak akan menemuinya setelah kejadian ini. Segera setelah tetapan Joe yang nyureng itu berakhir, Angi bangkit untuk berdiri dari kursi yang ia duduki.
"Kamu mau kemana?"
"Pulang, sudah kenyang," jawab Angi santai.
Setelah mengatakan itu semua, segera saja Angi berjalan keluar dari restoran. Cepat-cepat Joe memanggil waiters dan meminta tagihan makan mereka. Ingin rasanya Joe mengumpat ketika ia harus menunggu sang pelayan menggesek kartu debitnya. Setiap detik yang ia habiskan menunggu di sini sama saja satu langkah Angi menjauh dari dirinya.
Hampir lima menit kemudian Joe baru bisa keluar dari restoran. Segera ia keluar dan mencari Angi yang sudah tidak nampak batang hidungnya. Secepat kakinya mampu melangkah, Joe menuju ke tempat parkir dan mengambil mobilnya. Ia menyusuri setiap jalan disekitar restoran dan tidak menemukan Angi di manapun.
Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Angi sedang berjalan menyusuri jalanan Dubai yang cukup ramai. Ingin mengumpat tapi ia takut di sangka orang gila. Alhasil ia memilih untuk menikmati semilir angin malam di sini yang cukup membuatnya nyaman. Bodoh, kata Angi pada dirinya sendiri. Seharusnya ia membawa handphone. Setidaknya dengan handphonenya ia bisa menghubungi Pakdhenya untuk menjemput.
Kini Angi memilih untuk duduk di pinggir jalan setelah berjalan selama satu jam. Ia menyadari bahwa besok kakinya akan merasakan sakit dan membutuhkan pijat.
"Bego' Lo, Ngi. Percaya aja sama laki-laki modelan Joe. Kalo sampai si monyet tau, bisa di bully Lo, Ngi," omel Angi dalam hati.
Joe terus menyusuri jalanan malam ini dan akhirnya matanya menangkap sosok Angi yang sedang duduk di pinggir jalan sambil menatap mobil yang berlalu lalang di hadapannya. Menyadari bahwa ia tidak bisa parkir sembarangan apalagi di negara orang, Joe segera mencari tempat parkir. Ia berharap Angi tidak akan pergi dari tempatnya duduk saat ini. Beberapa menit Joe mencari tempat parkir, akhirnya ia mendapatkannya. Segera setelah memarkirkan mobil, Joe berlari secepat yang ia mampu untuk mencari Angi.
Untuk pertama kalinya ia tersenyum malam ini ketika mendapati Angi masih duduk di tempat itu. Kepala Angi mendongak dan matanya tertutup. Seolah Angi sedang mencari ketenangan diri di suasana malam yang begitu ramai ini. Joe segera berjalan mendekati Angi dan duduk di sebelahnya. Tanpa membuka mulutnya untuk berbicara, Joe duduk di sebelah Angi. Tangan kirinya ia letakkan di atas tangan kanan Angi yang ia daratkan di samping badannya. Merasa ada yang menindih tangannya, Angi membuka mata, kemudian ia menundukkan kepalanya. Saat ia menoleh, ia melihat sosok Joe sudah ada di sana dengan ekspresi wajah yang sulit untuk Angi pahami. Wajah Joe terlihat khawatir, bercampur lega dan tentunya Angi tau jika Joe menyimpan pikiran penuh pertanyaan serta penasaran atas kelakuannya malam ini yang tidak mencerminkan wanita dari kalangan atas.
Joe diam, begitupula Angi. Mereka hanya saling tatap beberapa saat. Joe sibuk menerka nerka apa yang ada di dalam benak Angi saat ini, sedangkan Angi sedang sibuk memikirkan apa yang Raja katakan kepadanya ketika mereka berdua bertemu terakhir kali di alam bawah sadar Angi. Mungkinkah laki-laki itu adalah Joe. Sedangkan jika itu Joe, kenapa Joe tidak bisa mengerti bagaimana dirinya? Belum lagi Joe yang seorang Agnostik.
"Ayo, kita pulang," ajak Joe kepada Angi setelah mereka saling tatap dalam waktu yang cukup lama.
"Duluan aja."
Joe menghela nafasnya ketika mendengar jawaban Angi yang ketus.
"Walau aku seorang bastard, tapi aku cukup tau cara memperlakukan wanita dengan baik."
"Aku bisa pulang sendiri asal kamu mau meminjamkan uang malam ini."
Ingin rasanya Joe memaki maki Angi, namun ia berusaha menahan amarahnya. Bagaimana bisa Angi mengatakan itu kepadanya? Apakah Angi tidak bisa menghargai usahanya?
"Aku tidak punya uang cash."
Mendengar penuturan Joe, Angi justru memanyunkan bibirnya. Melihat ekspresi wajah Angi, Joe menahan tawanya namun gagal. Kini Angi menatap Joe dengan tatapan heran, bagaimana bisa Joe justru tertawa melihatnya seperti ini? Merasa bahwa Joe tidak akan memberikan uang kepadanya, Angi memilih untuk bangkit berdiri dan meninggalkan Joe sendirian di tempat ini. Menyadari Angi benar-benar tidak akan mau pulang bersamanya, akhirnya Joe mengikuti Angi berjalan menyusuri jalanan Dubai. Saat Joe bisa menyamai langkah kaki Angi, akhirnya ia bisa melihat ekspresi wajah Angi yang terlihat kesal.
"Kamu yakin mau jalan kaki?"
"Yakin nggak yakin, sudah jalannya harus begini."
Joe menghela nafasnya lalu ia tersenyum. "Sudah kaya suratan takdir aja kata-kata kamu, Ngi."
Angi memilih diam tidak menanggapi kata-kata Joe, yang ada kini Angi justru mempercepat langkahnya. Setelah hampir satu jam berjalan bersama, tiba-tiba Joe memegang pergelangan tangan kanannya yang membuat Angi berhenti berjalan dan membalikkan badannya untuk menghadap Joe.
"Ngi," panggil Joe.
"Warum?*" (*Kenapa)
"Wenn du eifersüchtig auf Nasreen bist, dann sei besser ehrlich zu mi*," kata Joe pelan sambil menatap wajah Angi dalam-dalam.
(*kalo kamu cemburu dengan Nasreen sebaiknya kamu jujur sama aku.)Angi hanya bisa diam sambil terbengong bengong mendengar perkataan Joe ini. Sejak kapan ia cemburu pada laki-laki seperti Joe?
Joe yang melihat Angi hanya diam dengan mulut sedikit terbuka setelah mendengar kata-katanya segera mengangkat kedua tangannya dan ia daratkan pada kedua pipi Angi yang lembut. Kini Joe mendongakkan kepala Angi yang masih diam saja. Segera Joe menundukkan kepalanya. Kini Joe memajukan kepalanya hingga bibirnya mendarat pada bibir Angi yang lembut dan bebas dari pemulas bibir.
Cupp ...
Joe menutup matanya ketika merasakan rasa bibir Angi, namun tidak dengan Angi yang justru mengangkat kedua alisnya dan membelalakkan matanya ketika ia menyadari satu hal, jika Joe telah menciumnya malam ini di pinggir jalanan Dubai.
***
Terimakasih untuk kalian semua yang telah menantikan kelanjutan kisah Joe dan Angi hingga part 28 ini.
Jika kalian menyukai kisah mereka berdua, silahkan klik Vote ya 🤗
Mamak harap jika kalian menemukan typo di tulisan mamak, silahkan comment agar mamak segera mengupdatenya dan mamak bisa menyajikan tulisan yang layak untuk kalian semua baca 😊🙏 terimakasih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ich Liebe Dich (END)
ChickLitJohannes Hamann Seorang pria yang nemiliki usaha rumah bordil dan kasino. Ia tidak percaya pada kata-kata yang bernama cinta serta ketulusan. Pelangi Cinta Bimantara Seorang wanita yang masih mencintai kekasihnya bahkan ketika sang kekasih telah men...