66

4.7K 790 12
                                    

Buugg...

Buugg...

Buggg ...

"Joe, bangun Joe, sudah pagi," kata Angi sambil menepuk lengan Joe berkali kali.

Joe hanya menghela napas dan ia hanya beringsut tanpa berniat untuk bangun dari tidurnya. Angi yang melihat Joe seperti ini hanya bisa berkacak pinggang kemudian ia menuju ke kamar mandi. Ia membasuh tangannya dengan air lalu kembali ke dekat ranjang. Ia usap Wajah Joe dari kening hingga dagu yang membuat Joe kaget hingga akhirnya membuka matanya pagi ini.

"Ngi, aku baru tidur tiga jam."

Kini Angi hanya menyunggingkan senyum sinisnya dan ia menatap Joe sambil menyedekapkan tangan di depan dada.

"Ya kan salah kamu, kenapa juga semalam kamu minta main berkali kali."

Joe menggeram namun memilih diam tak mengeluarkan sepatah katapun. Ia paham kenapa Angi sudah mengeluarkan tanduknya lagi pagi ini. Ini semua karena mereka harus bersiap-siap untuk menuju ke hotel sebentar lagi. Malam nanti resepsi acara pernikahan mereka akan diselenggarakan disebuah hotel berbintang di kota ini.

"Namanya juga lagi buka puasa."

Buugg...

Angi melemparkan bantal berbahan bulu angsa itu kepada Joe kemudian ia memilih segera memasuki kamar mandi. Saat Joe bisa mendengar suara air, segera ia bangkit dari ranjang dan menyusul istrinya. Dirinya harus mendapatkan dosis sentuhan pagi ini dari istrinya sebelum turun ke bawah.

Di waktu yang sama di dapur rumah orangtua Angi, tampak Adam yang sedang duduk sambil bermain game namun telinganya tetap mendengarkan Shara dan Eliza Raharja bercerita tentang Bunga Anggrek yang dibawakan Shara sebagai titipan oleh-oleh dari Ayu untuk Ezliza.

"Bilangin makasih sama Mama kamu. Beneran deh Tante suka banget sama bunganya. Ini anggreknya rada langka, Shar."

"Iya, Tante nanti aku bilangin ke Mama."

"Btw, Mama kamu ada acara apa sampai ke Malang?"

"Ada seminar di sana dan kebetulan Mama jadi pembicaranya."

"Ini bunga beli di Malang?"

"Iya. Karena kebetulan ada pameran anggrek di sana."

Saat Shara, Adam dan Eliza masih menghabiskan waktunya di teras, tiba-tiba suara musik dangdut koplo dan suara Vanilla yang mengomeli saudara kembarnya terdengar sampai ke teras. Eliza yang mendengar keponakannya sudah berjalan menuju ke arahnya langsung menghentikan obrolannya dengan Shara dan menghela napas panjang. Saat Shara dan Eliza menoleh ke arah dalam rumah, mereka hanya bisa tersenyum saat melihat kembar tidak identik ini sedang berdebat.

"Assalamualaikum, Budhe," sapa Caramel kepada budhenya dan di ikuti Vanilla yang menyalami Budhenya, Adam serta Shara.

"Waalaikum salam."

"Mbak Angi sama Mas Joe mana, Budhe?" Tanya Caramel dengan polosnya sambil mulai duduk di kursi yang ada di sebelah Adam di ikuti Vanilla setelahnya duduk di samping Caramel.

"Masih di kamar."

"Wah, berapa episode jam segini belum turun ke bawah? Nggak pingin jemur kasur git(u?"

"Kira-kira berapa episode menurut lo?" tanya Shara balik ke Caramel.

Caramel baru akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Shara ketika mendengar sang Budhe berdeham yang membuat mereka tidak melanjutkan percakapan ini. Vanilla hanya tersenyum kecil ketika menyadari jika Caramel mendapatkan peringatan dari Budhenya untuk membahas hal sesensitif ini.

Beberapa saat mereka terdiam karena merasa canggung kepada Eliza hingga akhirnya mereka melihat Angi yang berjalan menuju ke arah mereka bersama Joe di belakangnya.

Shara menahan tawanya dengan susah payah ketika ia menyadari jika cara Angi berjalan sedikit aneh tidak seperti biasanya. Apalagi Angi yang mengenakan celana jeans pendek sungguh terlihat nyata sekali perbedaan cara berjalannya.

"Mbak Angi kenapa jalannya gitu?" tanya Caramel yang membuat Angi menghentikan langkahnya dan ia hanya bisa menelan salivanya. Apakah rasa sakit di intinya membuat cara jalannya sangat berbeda pagi ini? Oh my God, rasanya ia ingin menyalahkan semuanya kepada Joe namun tidak bisa, karena dirinya juga menikmati aktivitas mereka berdua semalaman.

Adam yang sejak tadi memilih fokus pada handphone miliknya kini sudah tertawa cekikikan ketika mendengar pertanyaan Caramel yang terdengar polos dan tanpa dosa itu.

"Mel, Lo bisa nggak sih jangan tanya gitu tanyanya ke Angi?" Tanya Adam ketika tawanya sudah reda.

"Ya kan beneran, mana tadi aku lihat mbak Angi rada meringis pas lagi jalan ke sini. Makanya aku tanya."

Eliza hanya bisa menghela napasnya dan kini ia bangkit dari kursi yang ia duduki sambil membawa tanaman anggrek yang merupakan oleh-oleh dari Mama Shara untuk ia taruh di taman belakang rumahnya. Ia memilih meninggalkan semua orang yang ada di sini karena pasti telinganya tidak akan dalam kondisi baik-baik saja saat mendengar obrolan absurd mereka semua. Kini Angi dan Joe hanya bisa memandang kepergian Eliza yang meninggalkan teras begitu saja tanpa pamit.

Andai Joe bisa, tentunya ia ingin menolong Angi dari situasi absurd dan gila ini, namun sayangnya ia tidak tau caranya harus bagaimana dan seperti apa?

"Namanya juga habis dibuka segelnya, Mel. Besok Lo juga bakalan kaya gitu kalo pertama kali dibuka segelnya sama suami Lo. Apalagi kalo suami Lo bule dan masih ada keturunan negroid."

"Memangnya kenapa, Mbak Shara?"

Vanilla langsung menepuk paha Caramel agar tidak bertanya lebih jauh lagi karena wajah Joe sudah memerah, entah malu atau marah, karena Vanilla tidak bisa mengidentifikasinya lebih jauh. Sayangnya Shara yang tidak bisa melihat wajah Joe justru menjawab dengan santainya pertanyaan Caramel ini.

"Once you go black, you never go back."

Caramel, Vanilla dan Angi hanya mengernyitkan keningnya namun Joe dan Adam yang paham arti kata-kata Shara hanya bisa menghela napas. Sayangnya helaan napas Adam terbukti tidak bisa menghilangkan rasa kesalnya.

Kini Adam memilih berdiri dari kursi yang ia duduki.

"Mau ke mana Lo, Nyet?" Tanya Angi kepada Adam.

"Mau ke hotel."

"Ikut, Mas," rengek Caramel sambil langsung mengikuti kakak sepupunya ini berdiri dari kursi.

Saat Adam memilih pergi begitu saja menuju ke halaman belakang untuk menyambangi halaman belakang dan pamit kepada Tantenya, Mau tidak mau Shara, Caramel dan Vanilla juga ikut menuju ke sana. Kini tinggallah Joe dan Angi yang hanya bisa saling menatap satu sama lain.

Seakan memahami kegalauan Angi, Joe hanya mengusap punggung istrinya itu naik turun dengan tangan kanannya sambil berkata, "tenang aja, nanti pakai gaun, jadi nggak akan kelihatan jalannya aneh."

Angi hanya menghela napas panjang dan ia memilih menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuannya pada Joe. Kini ia memilih mengajak Joe untuk kembali ke kamar mereka di lantai dua dan mempersiapkan keperluan yang akan mereka bawa ke hotel sebentar lagi.

***

Ich Liebe Dich (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang