Selama seminggu Joe berada di rumah sakit, yang selalu ada untuk menemaninya hanya Angi. 24 jam per 7 hari Angi setia berada di sisinya. Sungguh, jika Joe tau memiliki pasangan akan semenyenangkan ini, tentunya ia akan dengan senang hati akan memilikinya sejak dulu.
"Ngi?" Panggil Joe saat ia dan Angi baru saja menerima kunjungan dari dokter.
"Hmm?"
"Aku rasa aku akan lama di Indonesia dan aku harus mengurus perpanjangan ijin tinggal."
"Besok kalo sudah keluar dari rumah sakit."
Jawab Angi singkat lalu Joe melihat Angi sudah fokus kembali pada novel yang sedang di bacanya. Mungkin kini saatnya ia harus bertanya kepada Angi.
"Ngi?"
Mendengar Joe memanggil namanya lagi, Angi segera menutup buku yang sedang di bacanya dan ia letakkan di atas meja. Sepertinya Joe sedang ingin "diperhatikan" olehnya.
"Kenapa Joe?"
Kini Joe menatap lurus mata Angi yang juga sedang menatapnya.
"Andai kita menikah, kita mau tinggal di mana?"
Angi hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Joe. Di keyakinan yang dianutnya sudah jelas jika istri adalah milik suami. Jadi tentunya jika Angi menikah ia akan mengikuti suaminya, tapi kenapa Joe bertanya seakan dirinya sedang bimbang dan bingung dengan langkah yang diambil ke depannya.
"Joe, di keyakinan yang aku anut, setelah menikah istri itu milik suaminya. jadi kemanapun suami pergi aku harus ikut."
"Sepasrah itu, Ngi? Mau aja diajakin suami ke manapun walau hidup kamu mungkin nggak akan lebih terjamin daripada saat bersama orangtua?"
Angi memutar kedua bola matanya dan ia memiliki rasa gemas kepada Joe.
"Joe, walaupun suami tinggal di kolong jembatan. Hidup mungkin lebih berat tapi dia pilihanku. Satu-satunya takdir Tuhan yang bisa aku tentukan sendiri, ya memilih suami. Susah senang ya harus di jalani berdua, karena rumah tangga nggak ada yang sempurna."
Joe hanya diam saja mendengar penuturan Angi ini. Dirinya sampai tidak tau harus menjawab Angi seperti apa. Mungkin banyak wanita yang berkeinginan memiliki suami kaya raya, namun baru Angi, satu-satunya wanita yang ia kenal dan teguh pendirian untuk tetap mempertahankan keyakinan sebagai landasan utama untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Bahkan Angi juga menentang keras perbedaan keyakinan sejak awal jika ia ingin menikah. Menurut Angi ketika menikah ia ingin berjodoh tidak hanya ketika ada di bumi namun juga ketika sudah di akhirat kelak.
"Ya sudah, ayo ke Masjid. Habis itu kita nikah," kata Joe yang hanya mendapatkan jawaban mendelik dari Angi.
"Kamu kira cukup modal kamu ngucap dua kalimat syahadat aja?"
Joe menganggukkan kepalanya.
"Nggak, Joe. Nggak semudah itu."
"Apalagi sih?"
"Kamu harus urus berkas-berkas dulu."
"Iya, copy paspor, foto, terus apa lagi?"
"Fotocopy akta kelahiran, citizen card, driving license. Ribet, nggak akan cukup sehari. Sekarang aku lagi paham, kenapa Caramel ogah dapat bule."
Joe memilih diam dan menganggukkan kepalanya. Daripada banyak berdebat dengan Angi, ia memilih menghubungi Allan untuk menyiapkan semua itu. Intinya Joe hanya tau beres saja, apalagi mengingat kondisinya yang seperti saat ini.
***
Setelah sepuluh hari berada di rumah sakit, akhirnya Joe di perbolehkan untuk pulang. Mengingat di sini ia tidak memiliki rumah, mau tidak mau ia harus menumpang di rumah orangtua Angi yang berada di Jakarta. Saat Joe melihat rumah itu, ia hanya bisa tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ich Liebe Dich (END)
ChickLitJohannes Hamann Seorang pria yang nemiliki usaha rumah bordil dan kasino. Ia tidak percaya pada kata-kata yang bernama cinta serta ketulusan. Pelangi Cinta Bimantara Seorang wanita yang masih mencintai kekasihnya bahkan ketika sang kekasih telah men...