44

4.4K 913 81
                                    

Karena di ketik dalam keadaan ngantuk parah, mohon ditandai jika menemukan typo di tulisan Mamak.

Terimakasih teman-teman dan selamat membaca kelanjutan kisah Joe dan Angi. 🙏

****

Ceklek ....

Joe membuka pintu kamarnya karena ia mendengar suara riuh dari arah dapur rumah orangtua Angi ini. Joe hanya tersenyum melihat semua ini. Demi dirinya, mereka rela datang jauh-jauh ke Jakarta hanya untuk mengantarkan serta menyaksikan dirinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan satu lagi, mereka begitu penasaran bagaimana Joe yang notabenenya sudah bangkotan ini akan di khitan.

"Liz, nasi tumpengnya diumpetin dulu aja." Kata Gendhis sambil jalan ke arah Eliza.

"Memang kenapa, Mbak?"

"Tau sendiri Adam gimana. Nanti dia udah nyolong start dengan alasan test makanan ini aman nggak buat di makan."

"Memang dia masih sering begitu?"

Gendhis menghela napasnya. "Masih, Liz. Itu si Sri yang sering teriak-teriak kalo si Adam udah kumat."

Eliza hanya tertawa kecil di samping Gendhis. Joe yang menatap pemandangan itu hanya bisa tersenyum dan baru ia sadari jika saat Angi tertawa ia sangat mirip dengan Mamanya. Bedanya adalah badan Angi yang lebih mungil daripada sang Mama. Mungkin karena Angi belum menikah dan memiliki anak sehingga badannya masih singset.

Buugg....

Joe tersentak ketika ia merasakan punggungnya ditepuk dari belakang. Saat ia menoleh sosok Adam yang baru saja bangun tidur sudah ada di sana.

"Minggir, daripada gue kasih napas bau naga. Hah...!" Kata Adam sambil membuka mulutnya lebar-lebar di depan wajah Joe.

Seketika Joe langsung memundurkan kepalanya. Benar-benar istimewa laki-laki satu ini. Joe langsung menyingkir dan memberi akses Adam untuk keluar dari dalam kamar. Ia menggelengkan kepalanya saat melihat Adam sudah meregangkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah dapur mendekati Gendhis dan Eliza.

"Guten Morgen*," sapa Adam ramah sambil mendekati Mama dan Tantenya. (*Selamat pagi)

Cupp...

Joe hanya melihat Adam yang sudah melayangkan ciuman pipi kepada Mamanya. Kini bahkan Adam sudah mengambil pisau yang ada di dekat mamanya dan mengangkatnya di depan wajahnya.

"Wah, aku nanti mau bawa ini buat bekal ke juru khitan ya, Ma."

"Buat apa?"

"Kali aja pisau dia nggak mempan buat nyunat si Joe. Kalo pisau ini pasti mempan, masih baru gini. Berkilau, cling....cling."

Mata Joe sudah membelalak ketika mendengar perkataan Adam dan melihat pisau di tangan Adam yang dari penglihatannya saja sudah tidak perlu di ragukan ketajamannya. Joe menelan ludahnya dan ia segera berjalan menuju ke halaman belakang rumah Angi. Saat ia ada di sana, terlihat Angi yang sedang mengikuti sang Budhe senam pagi bersama Caramel dan Luna. Pagi ini sang Budhe yang menjadi instruktur senam aerobiknya.

"Yang semangat, Ngi. Biar body Lo jadi seyahud gue." Kata Nada sambil sibuk ngemil slondok udang dari dalam toples yang ia pegang di depan perutnya.

"Percuma body goals tapi suami nggak pernah muji cantik apalagi seksi," kata Caramel asal sambil terus mengikuti gerakan sang budhe yang ada di depannya.

"Ah, sompret bocah satu ini. Mau gue bantai, tapi ingat Om Aris mau punya anak aja susah, jadi nggak tega gue kalo mau bikin Lo jadi kambing guling."

Mencoba mengabaikan ini semua, Joe segera berjalan mendekati Angi. Angi yang melihat Joe menghampirinya segera menghentikan olahraga paginya dan mendekati Joe.

Ich Liebe Dich (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang