Beberapa hari setelah dirinya melakukan vaksin TT, Angi merasakan lengan tangannya menjadi sakit. Bahkan Angi sampai berteriak ketika tidak sengaja sang Mama menepuk lengannya.
"Kamu kenapa sih sampai teriak begitu?"
"Sakit, Ma. Ini masih sakit lho bekas suntikannya."
Eliza menghela napasnya dan kini ia memilih diam. Memang anaknya ini paling tidak bisa mendapatkan suntikan. Bahkan vaksin HPV untuk Angi ketika masih remaja saja dulu harus dilakukan Eliza dengan memberikan reward jika Angi mau melakukannya.
"Ya sudah, ayo sekarang kita ke kantor Luna."
Mau tidak mau Angi segera mengikuti sang Mama, apalagi mengingat tanggal pernikahannya dengan Joe yang semakin dekat. Sampai detik ini, orangtuanya masih menolak menerima uang dari Joe untuk biaya resepsi mereka.
Joe yang memilih menunggu di rumah daripada ikut bersama Angi memilih menghabiskan waktunya di depan laptop. Bahkan ia memilih untuk mengecek laporan-laporan usaha yang ia miliki. Walau belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, namun Joe memilih memutar otaknya. Tidak ada salahnya dirinya mencoba untuk mencari menu yang mungkin akan ia bawa ke sana selain kopi Joss yang sudah ia impor senangnya langsung dari Indonesia. Kini otaknya sedang berfikir apa yang bisa ia kembangkan di sana.
Teringat bahwa dirinya pernah diajak Angi untuk menikmati wedang ronde di sekitaran alun-alun selatan, Joe segera melihat lihat bentuk gerobak bahkan mangkuk tempat menyajikan ronde. Mendapatkan ide cemerlang ini, ia segera menghubungi Adam untuk mengajaknya jalan-jalan membeli mangkuk-mangkuk cantik ini. Bagaimanapun juga Adam adalah rekan bisnisnya yang mau tidak mau harus ia ajak berdiskusi tentang masalah pengembangan bisnis ini.
Joe menghela napas tatkala Adam tidak kunjung mengangkat handphone miliknya. Gemas dengan sikap Adam yang sok sibuk, mau tidak mau Joe menghubungi Caramel. Setidaknya salah satu sepupu Angi yang cukup ramah itu tidak akan keberatan mengajaknya untuk jalan-jalan mencari mangkuk dan taman-taman perkakas ronde.
"Hallo, Mas?" Sapa Caramel di ujung telepon.
"Hallo, Mel. Anterin aku ya?"
"Mau ke mana?"
"Mau cari mangkuk, sendok bebek sama masih banyak lagi."
"Buat apaan?"
"Usaha."
"Mbak Angi ke mana?"
"Lagi pergi sama Mamanya. Lagi urus rencana nikahan."
"Mas Joe pamit dulu ke Mbak Angi. Gue otw sekarang."
"Okay. Bye."
"Bye."
Setelah menutup sambungan teleponnya dengan Caramel, Joe memilih untuk segera menghubungi Angi dan pamit kepadanya. Sebenarnya saat mendapatkan telepon dari Joe yang pamit kepadanya, Angi sedikit tidak biasa, ia bukanlah wanita yang harus selalu mengetahui Joe sedang di mana dan dengan siapa. Dia bukanlah wanita yang akan mengekang Joe dalam bergaul tetapi jika Joe memutuskan untuk selalu mengabarinya, mungkin karena Joe selalu melihat Papanya yang pamit kepadanya Mamanya saat Joe tinggal di rumah orangtua. Menurut Joe saat itu, kegiatan itu terbukti berhasil mengurangi rasa resah di dalam hati saat pasangan tidak bisa di hubungi.
"Ngi?" Panggil Eliza ketika mereka sedang berada di salon berdua.
"Ya, Ma?"
"Mama tau kamu bukan perempuan yang menuntut pasangan kamu untuk terus menghubungi di manapun dia berada dan akan pergi ke mana." Kata Eliza pelan yang membuat Angi tersenyum kecil. "Kamu harus bersyukur karena walau Joe dari barat, dia mencoba memperlakukan kamu seperti pria timur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ich Liebe Dich (END)
ChickLitJohannes Hamann Seorang pria yang nemiliki usaha rumah bordil dan kasino. Ia tidak percaya pada kata-kata yang bernama cinta serta ketulusan. Pelangi Cinta Bimantara Seorang wanita yang masih mencintai kekasihnya bahkan ketika sang kekasih telah men...