Missing Control • S2 • 12

265 50 2
                                    

Deg!

Deg!

Deg!

Aeden meremas dada bagian kirinya yang terasa sedikit ngilu dan tak sengaja memekik kesakitan. Elanie pun refleks bertanya ketika menyadari kondisi putra Ha Yurin tersebut.

"Hei! Kau kenapa? Wajahmu jadi agak pucat." tanya Elanie, membuat dua orang lainya menatap Aeden khawatir.

"Entah. Tapi jantung gue sakit tiba tiba. Kaya di remas remas sampe mau rusak." balas Aeden dengan suara agak lirih.

Nyxeon menatap Aeden dari atas sampai bawah, lalu matanya melebar. Dia terkejut, kontrak misterius yang terjalin secara rahasia itu benar benar ada. Spontan saja dia menjawab alasan kenapa Aeden merasa kesakitan.

"Kontrak tak langsung! Lo terikat dengan seseorang di lantai lain!"

"ARGHH APA LAGI SI INI?!" tanya Aeden frustasi lalu ambruk ke lantai, tak sadarkan diri.

•  •  •

Kembali ke Kereta Neraka, Aria yang pingsan, kini dibopong oleh Wangnan kemana pun mereka pergi. Selama hampir sebulan, dia belum terbangun sama sekali. Sebenarnya dia kesal juga Aria tidak bangun bangun, karena dialah yang punya kekuatan terbesar di kelompok tersebut. Ketika harapannya hampir pupus, Aria terbangun dari tidurnya. Tepat 1 minggu sebelum Ujian Tahap 4.

"Apa yang terjadi padamu sampai kau tidur hampir 1 bulan penuh?" tanya Vicente pada Aria yang masih melamun, menatap lantai kereta.

Ia menatap Vicente dengan pandangan yang aneh. "Aku berhasil... Abaddon... Sudah sempurna!"

"Abaddon?"

Aria mengangguk antusias lalu berdiri dan mengeluarkan arms inventory miliknya. Nampak salah satu senjata berupa tombak panjang berwarna hitam dengan mata tombak mengeluarkan aura aura yang kuat. Hampir mirip senjata berwarna merah yang ada di lubang sebelah kiri dari senjata itu.

"Roh dari senjata kelas A milikku. Kontrak antara dirinya dan aku sudah sempurna." jawab Aria riang.

"S-senjata kelas A?! Bagaimana kau bisa dapat?!" tanya Candy bingung.

"Tuan Edahn yang memberikannya padaku~ setelah aku berhasil meninju wajahnya, dia memberiku ini."

Senjata hitam yang awalnya berupa tombak, langsung berubah menjadi sebuah sabit raksaksa yang ukurannya 2 kali lipat dari tubuh Aria sendiri. Nampak mata pisau di senjata itu sangat sangat tajam dan berbahaya.

Kalau digabungkan dengan gerakan Aria yang sangat lincah, mengalahkan Hoaqin pun bukan hal mustahil.

"Baiklah, mari kita ke Ujian Tahap 4."

Seminggu setelahnya, mereka segera menuju ujian tahap 4. Mereka berjalan dengan santai dan berharap tidak bertemu anggota Hoaqin satupun, meski Aria pasti akan membantu.

"... Aku merasakan seseorang yang hebat, datang kemari." ucap Aria yang berjalan di belakang Ehwa.

"Siapa?" tanya Ehwa sambil menoleh ke belakangnya. "Entah, tapi kurasa... Dia ranker yang sangat hebat."

Padahal mah, Aria tau kalau yang dateng Yuri dan babu serta pengikut setianya, Evan.

Seminggu Kemudian...

Dari sekian tim, Hoaqin lah yang sampai terlebih dahulu. Ia berjalan paling depan dengan merangkuk Anna di tangan kirinya. Lalu dibelakang ada Daniel, Rachel, Angel, Casano dan satu orang yang author lupakan namanya.

"Woah, kita sampai duluan. Segera, kita akan bertemu dengan Vicente." ucap Hoaqin lalu mengusap usap rambut Anna lembut.

"Kemana Jue Viole Grace? Apa dia takut denganku?" tanya nya meremehkan.

Tak lama kemudian, Wangnan muncul dari salah satu arah bersama timnya. "Meski bukan Viole, kami akan mengalahkanmu."

Iris putih milik Hoaqin menangkap keberadaan Vicente disamping Wangnan. "Hei, Vicente! Jangan bilang kau satu tim dengan mereka?!"

"Iya, aku satu tim." jawab Vicente santai. Anna menatap Vicene dengan tatapan sedikit berbinar.

Aria menatap ke atas, dimana ada kamera tersembunyi yang menunjukkan peryarungan ini kepada Yuri. Sementara Yuri sedikit terkejut Aria bisa menyadari keberadaan kameranya dari jarak sejauh ini. Tapi yang membuatnya heran, kenapa hanya dia yang ada disini?

Kemana perginya Aeden dan tiga orang lainnya?

"Seingatku, lima kenalanku pergi ke kereta Neraka. Kemana empat dari mereka?" tanya Yuri kepada Pedro.

"Empat bocah aneh dengan kekuatan luar biasa itu mengenal Putri Yuri? Sepertinya ini akan menjadi rumit." batin Pedro sembari mengingat empat anak yang dia lempar ke lantai 39.

Pedro berusaha tenang meski pikirannya panik karena rencananya terganggu. "Bocah Khun, Arie, Lo Po Bia dan Ha itu kukirim ke lantai 39, Tuan Putri."

"HAH?! JADI OM AEDEN DI STASIUN NAME HUNT? SEJAK KAPAN?!" tanya Yuri ngegas.

"Sebulan yang lalu."

Kembali ke Arena, Bam tiba tiba muncul dengan antimainstream ke salah satu tempat yang berhadapan dengan gua dimana Wangnan dkk muncul.

Yuri yang tau Bam masih hidup seketika heboh dan memaksa Evan untuk menemui bocah itu. Banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya saat itu juga.

Bagaimana Bam masih hidup?

Kemana saja dia selama ini?

Siapa yang memalsukan kematiannya?

Dan bagaimana bisa ia terlihat sekuat itu?

"Aku juga heran... Bagaimana bisa Aeden tau kalau Bam belum tewas?" batin Yuri ketika ia ingat percakapan Aeden dengan Yurin ketika pamannya itu pulang ke rumah.

•  •  •

Aeden melangkah dengan malas ke ruangan milik ibunya. Dia tiba tiba saja diminta datang sehari setelah dia sampai di rumahnya ini. Lusa lalu, dia tiba di lantai 3 lalu dibawa langsung oleh Cheonhee kembali ke Istana Terapung Keluarga Ha.

Aven sendiri dibawa oleh salah satu orang suruhan Arie Hon untuk kembali ke Istana Terapung Keluarga Ha.

Untuk Aria... Dia dijemput langsung oleh Adori. Ketika dia tiba disini, banyak laki laki dan perempuan yang mendatangi dan meminta tanda tangannya. Adori memang terkenal dikalangan penghuni menara sebagai 'Putri Zahard Tercantik', terlebih lebih di kalangan para pria.

Malangnya, ketika Aria dijemput, tujuannya adalah untuk membantu Zahard soal Perdagangan Budak Ilegal yang belum selesai sama sekali. Sedikit petunjuk yang ditinggalkan, membuat beberapa Putri dan ranker kewalahan.

Kembali lagi ke sisi Aeden, dia sekarang sudah tiba di ruangan Ibunda Tercintanya.

Sangking cintanya, sampe ingin dibogem mentah mentah sama Aeden gegara cape sama kelakuan emaknya sendiri yang suka ngebabuin dia.

Yurin mengkode salah satu prajuritnya untuk memberikan Aeden kursi. Setelah diberikan, Aeden duduk dan menyilangkan tangannya. Kursi bukan sembarang kursi pren, itu sofa mahal dengan ukiran kayu langka dan berhiaskan permata ruby di beberapa bagian.

Emejing nya, itu sofa terapung.

"Putraku, Aeden, apa kabarmu?" tanya Yurin sebagai pembuka percakapan.

"Sangat baik." jawab Aeden singkat. "Ibu sendiri?"

"Tidak begitu. Kudengar, bocah yang dipinjami Black March oleh Yuri tewas?" tanya Yurin spontan. Dia dengar kabar itu dari Yuri sendiri.

Aeden terkekeh. "Tidak. Aku yakin, Bam belum mati."

"Ho? Bagaimana kau bisa tau?" Yurin bertopang dagu, menatap putranya dengan tatapan tertarik.

Jarang jarang Aeden mau mempedulikan orang lain, sekalipun itu adalah saudaranya sendiri. Saudara kembarnya yang kini terbaring koma saja tidak dia pedulikan, pikir Yurin.

"Ayolah ibu, irregular sepertinya, mati karena dimakan ikan? Yang ada, ikannya yang mati karena memakannya."

Yurin tersentak. "... Irregular... Katamu?"

•  •  •

Missing Control • TOG FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang