Missing Control • 06

550 84 12
                                    

Aria dan Aeden diam dan mendengarkan istruksi dari sebuah lighthouse hitam.

"DISINI, KALIAN HARUS MENGELIMINASI PESERTA LAIN SAMPAI JUMLAH PESERTA YANG TERSISA MENCAPAI ANGKA 200."

"KALIAN BISA MENGECEK JUMLAH PESERTA MELALUI POCKET."

"UJIAN DIMULAI!"

Aeden dan Aria bertatapan.

"KITA BELOM DAPET POCKET ANJIM!?!"

Tiba tiba saja muncul dua bola bundar hitam melayang di sisi kanan kiri mereka. Pocket rank A bro. Headon ngirim agak telat.

"Eh bentar, lu kan anaknya Yurin, kok belom punya pocket?" tanya Aria bingung.

"Yang lama disita Yurin. Katanya kudu belajar mandiri ngumpulin poin." jawabnya

"Lu sendiri anak didik Zahard ga dikasi pocket gold kaya punya dia?"

Aria mendengkus. "Hidup gue dimenara aja nebeng Zahard. Ga bakal dikasi pocket."

Ditengah perbincangan itu, keduanya dikepung sekelompok regular yang bekerja sama memusnahkan mereka. Aria yang sudah masuk mode zirah pun tinggal mengayunkan sebelah kaki ke arah leher mereka, dan empat kepala bergelimpangan di tanah. Aeden mulai adu tonjok dengan satu pria berbadan kekar. Tapi karena emang dia Direct Line nya Keluarga Ha, bukan hal susah menumbangkan regular kelas E.

"Kalian."

Aria dan Aeden menoleh. Dari arah semak semak, muncul seorang laki laki berambut putih mendekati mereka. Mereka auto siap siaga.

"Kalem lur. Gue dateng cuma mau kerja sama. Melihat lo anak keluarga Ha dan lo yang... Unik, gue mau kerja sama."

"Bentar, lo... Bukan dari sini?" tanya Aria terkejut. Dia mengangguk.

"Gue Arie Avensite. Salken."

"Tes dulu. Gue belom yakin lo anak +62 versi reborn." celetuk Aeden.

"Silahkan." balas Aven.

Hening sesaat....

"SEKALI PUTARAN!"

"SETENGAH PUTARAN!

"BERSIHKAN SEL KULIT MATI DAN KOTORAN!"

"TAR PUTAR DI WAJAH, BILAS!"

"MULTIVITAMIN!" di kata ini, mereka berteriak bersamaan.

Aria yang mendengar tes itu hanya bisa tepuk jidat. Berharap semuanya segera selesai, nyatanya malah tambah parah.

"Mentang mentang cari duit, beliin anak sembarangan!" omel Aeden kepada Arven.

"Baru pulang, dimarahin! Ngajak berantem?!" balas Arven nyolot. Mana matanya ikutan mendelik, sehingga actingnya kelihatan real.

"Oalah. Resign dah gue dari menara." Aria balik badan meninggalkan dua pemuda itu tanpa mereka sadari. Dia mending bunuhin regular ketimbang menonton Aeden yang nggak waras.

"Dengan Rejo*ice, hijab three in one~"

"Tiga kebaikan tuk rambut~"

"Segar lembut, ketombe hilang."

"Kita hijab bisa, hijab bisa~~~~"

Nampaknya tes itu masih berlanjut lebih lama, karena Aria masih belum dicari. Padahal sudah 23 peserta regular yang dia bunuh. Entah dipotong lehernya, di patahin kakinya, di mutilasi, intinya ga berbentuk normal lagi.

"Much better..." ucapnya dengan kepala mendongak, menatap langit cerah.

Darah darah para korban yang menempel di wajahnya ia abaikan begitu saja. Bahkan nekat mencicipi darah di ujung bibirnya.

•••

Aeden dan Aven telah menemukan Aria yang duduk santai di atas sebuah batu. Duo A ini ikutan duduk menyimak para regular yang menjauh dari mereka. Melihat Aria yang berdarah darah, serta duo Direct Line keluarga Ha dan Arie membuat mereka berpikir ratusan kali melawan mereka.

Kecuali goblok permanen, jelas beda cerita.

Ditengah keheningan, langkah sepatu high heels mendekati mereka. Tanpa banyak menebak, ketiga orang itu tau siapa yang dibelakang mereka.

"Nona Aria, benar?"

"Endorsi..."

Aria berbalik ketika gadis bertanduk berambut cokelat pendek itu menyebut namanya. Endorsi, dia sempat bertemu gadis ini beberapa bulan lalu ketika tes terakhir putri Zahard. Sedikit mengejutkan kalau gadis itu berada di lantai yang sama sepertinya.

"Oh, Hai, Endorsi. Apa kabar?" tanya Aria datar. Endorsi terkikik. "Baik sekali. Seperti dulu." jawabnya.

"Kau..." Aria menatap dua sosok di bawah batuan itu. Itu Rachel dan Akryung. "Satu tim dengan wanita beban itu?" tanya Aria sedikit mengeraskan suaranya.

Ngomporin Rachel ceritanya.

"Bagaimana lagi, aku tidak mungkin merebut paksa dirimu dari dua pria tampan ini. Bisa bisa aku terbunuh." jawab Endorsi seadanya. Sekalipun dia Putri Zahard, kekuata dia tetap beda jauh dengan Aven dan Aeden.

Aven berbalik sedikit. "Gunakan dia sebaik mungkin. Aku ingin melihatnya tersiksa, nona Endorsi."

"Ku lakukan yang terbaik. Setelahnya giliran kalian." setelah mengatakanya, Endorsi melompat turun bersamaan dengan dua tim itu yang naik ke babak selanjutnya.

"Selamat kepada dua tim yang tersisa! Saat ini, ujian lain bernama Crown Game akan dilangsunkan. Apa anda berminat mengikutinya?"

"Tentu." Jawab Aria dan Endorsi setengah berteriak agar kedengaran.

"Baiklah! Teleportasi ke ruang tunggu akan dimulai!!"

•••

Aven rebahan di kursi tunggu sementara Aeden membaca peraturan Crown Game. Aria? Udah teler di lantai. Katanya kecapean abis ngebunuh para peserta, mana dia harus pake tambahan shinsu biar seranganya lebih berdamage. Ibarat sekali kayuh, dua tiga pulau terlampaui. Maka ini diubah jadi...

Sekali ayun, dua tiga kepala jatuh menggelinding.

Radak sikopat, but yeah, it's oke.

"Baru mulai, Anaak mendominasi." celetuk Aven melihat Anaak yang menghabisi tim lawam dengan Green Aprilnya.

"Namanya juga keturunan haramnya Zahard." balas Aeden menghela nafas ketika tim Anaak memenangkan babak pertama.

Berlanjut ke babak kedua. Harusnya menang, tapi karena Black March yang dipinjemin Yuri ke Bam bereaksi jadi konsentrasi Anaak oleng. Ya karena tujuan mendaki menaranya untuk ngebunuh putri Zahard karena ngebunuh emaknya dan ngambil senjata 13 bulan, makanya dia samperin si Bam. Alhasil tim dia di diskualifikasi.

"EH WOY ITU AGUERO!" seru Aeden heboh. Aven bangkir dari kursi lalu ikut fanboy-an dengan Aeden.

"KYAAA AGUERO GANTENGGG!"

"MASS JADI SEME KU YA???"

"HUH HAH AGUERO WANGYYY WANGYYY!!"

"ARGHHH SUMPAH WAIFU ABLE TU ANAK! KETURUNAN EDAHN EMANG GA ADA YANG GAGAL!"

Aria menatap jijik mereka. "Stress..."

•••

Missing Control • TOG FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang