Chapter 18

328 45 2
                                    

Akira bangun di pagi buta. Meski tubuhnya terasa remuk oleh rasa lelah, tetapi matanya tidak bisa terpejam dengan nyaman saat memikirkan Erlangga yang sakit. Hari ini ia berniat menjenguk dan melihat keadaan pria itu.

"Pasti Mas Antony juga kelelahan kemarin dan masih di apartemen juga," gumam Akira tidak hanya ingin sekadar datang dengan tangan kosong.

Tiba-tiba terbersit ide dalam benak Akira. Oleh karena itu dirinya segera menuju kamar mandi untuk bisa segera bersiap. Dengan pakaian kasual, Akira sudah siap menjalankan rencananya hari ini dan semoga saja berhasil.

"Pagi sekali siapnya."

Langkah Akira terhenti saat baru sampai di teras rumahnya. Mendapati Takashi yang masuk melalui pintu gerbang.

"Kak Taka darimana?"

Takashi mengangkat kantong plastik di tangannya. "Aku berniat lari pagi, tapi langit sepertinya mendung dan sebentar lagi turun hujan. Jadi aku memutuskan membeli bubur ayam. Kau sendiri?"

Mendengar penjelasan runtut tersebut, Akira spontan mendongak ke atas. Mengecek langit yang memang mendung.

"Aku ada urusan mendesak."

Alis Takashi terangkat. "Masalah pekerjaan? Sepagi ini? Kau bahkan baru pulang pas malam kemarin."

"Bukan pekerjaan, tapi ini penting. Sudah, aku pergi dulu," ujar Akira tidak mau membuang waktunya lagi.

"Baiklah, padahal Darren rencana mengajak kita menonton film baru. Semoga kau bisa pulang sebelum sore," ungkap Takashi akan rencananya menghabiskan waktu bersama sahabat dan adik perempuannya itu.

Akira mengangguk singkat. "Akan aku usahakan. Sampai jumpa." Ia segera melangkah pergi untuk mencari taksi.

Takashi hanya menghela napas melihat ketekunan adiknya itu. Ia sebenarnya ingin mengantarnya, tetapi menyadari dirinya belum mandi maka niat itu diurungkannya.

Meninggalkan rumah saat matahari baru mulai terbit, Akira tak lantas langsung menuju apartemen Erlangga. Terlebih dahulu ia singgah di sebuah supermarket.

Secara khusus, Akira ingin membuatkan sarapan untuk Erlangga dan Antony. Bukan sekadar membawa makanan jadi yang dibelinya. Bagaimanapun ia yakin bahwa di apartemen itu tidak ada apapun yang bisa dimasak. Memiliki ayah yang seorang koki berpengalaman dan menjalani hidup mandiri sejak beberapa tahun lalu, menjadikan Akira percaya akan kemampuan memasaknya.

Akira masih mengingat bahwa sewaktu masih tinggal bersama Dea, sahabatnya itu selalu memuji hasil masakannya. Bahkan pernah memintanya membuka warung makan saja, daripada bekerja kantoran.

Jika Akira pikir-pikir, ia sudah lama tidak belanja bahan masakan dengan serius seperti hari ini. Beberapa bulan terakhir, ia kebanyakan membeli makanan frozen yang membutuhkan waktu lebih sedikit untuk memasaknya. Prioritasnya saat ini adalah memasak makanan sehat yang juga dapat dinikmati dengan baik oleh Erlangga yang sedang sakit.

Kedua tangan Akira menenteng kantong belanja besar menuju unit apartemen Erlangga. Ia senang melihat lobi apartemen yang tampak lengang tadi. Mungkin karena masih pagi.

Akira juga tidak kesulitan membuka pintu apartemen Erlangga, karena sebelumnya Antony telah memberitahu kata sandinya, meski ini pertama kali dirinya benar-benar membukanya sendiri.

Hening. Itulah suasana yang tergambarkan pada apartemen Erlangga saat Akira mulai melangkah masuk ke dalam. Ia sedikit terkejut saat melihat Antony berbaring di sofa ruang tamu. Tanpa mau membangunkan pria itu, Akira segera menuju dapur dengan bahan belanjaannya.

Akira cukup bersyukur bahwa peralatan dapur apartemen Erlangga cukup lengkap. Meski ia yakin Erlangga jarang atau bahkan tidak pernah memakainya. Tak lupa juga, Akira menemukan cemelek di dalam laci.

Janji ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang