Chapter 19

336 44 2
                                    

"Jadi hari ini Kak Darren yang akan mengantar aku lagi?"

Akira menyipitkan mata. Mendapati Darren sudah duduk di meja makannya bersama ayahnya. Ia baru selesai bersiap untuk pergi bekerja, namun tidak menduga akan bertemu Darren sepagi itu.

"Duduklah dulu," ajak Yukasa yang sepertinya tidak mempermasalahkan kedatangan Darren yang terlampau pagi untuk sekadar kunjungan biasa. Lagipula ia telah mengetahui bagaimana kedekatan Darren dan Takashi.

"Kak Taka kan sedang di Surabaya," ujar Akira berpikir Darren mungkin sudah mengetahuinya.

"Ya. Aku sempat menghubunginya kemarin untuk meminta ole-ole."

Balasan Darren membuat Akira memutar bola matanya. Ia tahu pria itu sedang bermain-main sekarang.

Akhirnya Darren ikut sarapan dengan keluarga Yukasa sampai selesai. Begitu Akira beranjak, ia mengikuti wanita itu juga. Bahkan sampai ke halaman rumah.

"Daripada Kak Darren kelayapan tidak jelas, lebih baik istirahat di rumah. Jadi kapan balik ke Eropa?" tanya Akira setelah melirik jam tangan yang dipakainya. Ia perlu segera berangkat ke lokasi syuting.

"Belum aku pikirkan. Ayo aku antar," jawab Darren tersenyum tipis. Ia melangkah menuju mobilnya.

Melihat kegigihan lelaki itu, akhirnya Akira bersedia diantar oleh Darren. Ini bukan pertama kalinya Darren mengantarnya ke lokasi syuting, tetapi pertama kali saat Takashi tidak berada di rumah. Akira merasa sikap Darren semakin tidak jelas, setelah kembali dari Singapura.

"Bagaimana belum dipikirkan? Studinya gimana? Bukannya mau stay di Eropa buat kerja?"

Darren menyetir mobil dengan pandangan terus fokus ke depan. Namun ia dapat mendengar pertanyaan bertubi-tubu dari Akira.

"Awal rencana begitu, tapi setelah pulang ke sini, semuanya berubah."

Akira menoleh sambil mengulum senyuman tipis. "Pasti rindukan sama suasana Indonesia. Bagaimanapun Kak Darren kan pernah bilang bahwa makanan Indonesia belum ada duanya. Jakarta, macet-macet begini tetapi kangenin," celetuknya ketika melihat jalanan mulai ramai kendaraan. Perlahan laju mobil Darren melambat.

"Karena kamu cuma ada di Indonesia."

Mata Akira melebar. Ia ingin menimpali perkataan Darren dengan tawa, tetapi wajah pria itu terlalu serius untuk bisa dikatakan sedang bercanda.

Lampu merah di depan memaksa mobil berhenti bergerak. Saat itu pula Darren mulai memandangi Akira. Ia telah mengumpulkan keberanian selama ini. Bertanya-tanya tentang bagaimana seorang perempuan yang dulunya sering ia usili sebagai adik sahabatnya lalu tidak bertemu dalam jangka waktu tertentu, membuatnya tidak menyangka bahwa perempuan itu telah menjelma menjadi seorang wanita yang mampu membuat jantungnya berdegup hanya dengan menatapnya. Seperti saat ini.

"Aku menyayangimu Akira. Bukan sebagai adik perempuan, tetapi wanita," ungkap Darren dengan tatapan dalam.

Napas Akira terasa tercekat. Dibanding rasa pusingnya oleh pekerjaan minggu ini, maka pernyataan Darren jauh melebihi hal itu. Bagaimana ia bisa bereaksi sekarang? Darren bukan sekadar pria yang baru dikenalnya kemarin, lebih dari itu Darren adalah sahabat baik Takashi.

"Aku tahu ini mungkin membebanimu, jadi kau tidak perlu langsung menjawabnya. Aku ingin kau memikirkan bagaimana perasaanmu kepadaku, sambil mengingat kebersamaan kita selama ini," lanjut Darren membaca raut wajah kebingungan Akira. "Apapun jawabanmu, tidak akan merubah apa yang ada. Jadi jangan berpikir menghindariku, apalagi menjauh."

Akira hanya mengangguk pelan. Seluruh kata dalam kepalanya seolah lenyap. Ia pun mulai memalingkan wajah ke depan. Berharap macet segera terurai, sehingga dirinya bisa sampai ke lokasi syuting untuk menghirup napas panjang. Terlalu sulit melakukannya di dalam mobil yang masih berbagi udara dengan Darren.

Janji ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang