Chapter 22

325 44 0
                                    

"Aku berterima kasih dengan perasaan tulus Kak Darren terhadapku. Tapi jujur saja, aku hanya bisa menganggap Kak Darren sebagai kakak layaknya Kak Taka."

Akira mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap Darren. Mereka bertemu di sebuah kafe yang tidak jauh dari apartemen lama yang ditempati oleh Akira dulu.

Raut wajah kecewa dan sedih terpancar dari Darren, meski begitu ia segera menutupinya dengan senyuman lebar.

"Terima kasih telah menjawabnya Akira. Bohong jika aku berkata tidak berharap atau baik-baik saja, tapi kejujuranmu lebih penting daripada berusaha tidak menyakitiku."

Sebenarnya Darren telah memperkirakan sesuatu. Bahwa Akira bisa saja menerima perasaannya atau mencoba mengajaknya berkencan beberapa kali, karena kenyaman mereka berdua satu sama lain. Meski itu sekadar rasa iba dan tidak ingin membuatnya sakit hati. Ia mengetahuinya hanya dengan mengenal karakter wanita itu. Jika perasaannya tertolak dengan tegas seperti ini, maka hanya ada satu jawabannya. Akira telah memiliki orang yang dicintainya.

"Sebenarnya Kak Taka ingin ikut, tapi aku kabur darinya."

Darren membulatkan matanya. "Untuk apa? Menyombongkan kemenangannya?"

Akira mendengkus pelan. Ia sadar bagaimana Takashi dan Darren seolah menjadikan jawabannya sebagai penentu kemenangan kekalahan antara keduanya.

"Tapi jujur saja, jika pun aku menerima perasaan Kak Darren, maka Kak Taka pasti juga merestui," balas Akira memberikan perandaian yang menjadi Darren ingin sedikit saja berharap.

Akira tahu bahwa Takashi hanya berpura-pura tidak menyukai Darren yang menyatakan cinta padanya, karena lebih dari siapapun, Takashi lah yang paling mengenal sosok Darren sebagai sahabat dan pria.

"Aku mengatakan ingin bukan untuk berharap, tapi jika di masa depan di mana aku masih sendiri dan kau butuh sandaran, maka jangan sungkan datang padaku," ujar Darren sebagai pengharapan terakhirnya.

Akira tersenyum lebar, namun Darren bisa melihat wanita itu juga mengangguk pelan sebagai kemungkinan yang bisa terjadi.

Setelah mengobrol selama dua jam, akhirnya Darren mengantar Akira pulang. Mereka berpisah setelah berpelukan satu sama lain dan Darren menepuk kepala wanita itu.

"Hati-hati di jalan," ucap Akira melambaikan tangan saat Darren telah berada di dalam mobil.

Perasaan lega langsung menghampiri Akira setelah Darren sudah tidak terlihat di hadapannya. Ia tahu telah menyakiti hati pria itu, tetapi percaya bahwa waktu akan mengembalikan hubungan mereka seperti sediakala. Meski rasanya akan sedikit berbeda.

"Bagaimana rasanya mematahkan hati pria?"

Akira hampir berteriak saat baru membuka pintu depan. Ternyata telah ada Takashi berdiri, seolah lelaki itu baru saja mengintipnya.

"Kenapa Kak Taka tidak keluar dan menghibur sahabat kakak?" balas Akira jengkel. Ia lalu berjalan masuk untuk meneguk segelas air.

"Wah kau memang wanita yang kejam. Aku bahkan sengaja tidak muncul agar Darren tidak kehilangan rasa percaya diri dan hubungan kalian semakin canggung."

Takashi mengekor pada adik perempuannya itu. Ia sudah tahu bahwa Akira akan menolak Darren, tetapi rasa juga aneh saat hal itu terjadi. Bagaimanapun ia pria dan perasaan ditolak lebih buruk dari kekalahan permainan apapun.

"Kami menyelesaikannya dengan baik," ujar Akira berhenti di depan kulkas. "Mungkin kali ini Kak Taka yang harus lebih sering berkunjung ke rumah Kak Darren."

"Tentu saja. Akan aneh jika Darren datang tanpa pernah terjadi sesuatu, kecuali perasaannya padamu hanya main-main," balas Takashi dapat membaca kemelut yang ditunjukkan oleh wajah Akira.

Janji ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang