Chapter 32

253 33 3
                                    

"Selamat datang Om!"

Zizi berlari ke arah Erlangga yang baru memasuki rumah. Ia sudah lama tidak bersua dengan pamannya itu.

"Wah kau memotong rambutmu?" tanya Erlangga memeluk, lalu menggendong Zizi. Seingatnya, rambut keponakannya itu sudaj cukup panjang saat terakhir kali bertemu.

Zizi menggeleng. "Ibu yang memotongnya," balasnya dengan nada tak rela.

"Itu karena kau selalu memutarnya, jadinya kusut dan susah untuk disisir," timpal Sonya yang datang dari arah dapur.

Erlangga beralih menatap kakak iparnya. Ia melihat Sonya sedang memakai celemek, rambut diikat seadanya dan terdapat noda tepung pada wajah wanita itu.

"Aku pasti terlihat berantakan bukan?" Sonya yang menyadarinya, lalu terkekeh. "Ayo masuklah, kami sedang membuat pie buah."

Kaki Erlangga melangkah secara spontan mengikuti Sonya kembali ke dapur.

"Kau membuat cukup banyak," komentar Erlangga melihat pie buah di atas meja makan.

"Zizi mau bagi-bagi di sekolah, soalnya kemarin jadi juara peragaan busana," celoteh anak perempuan itu berusaha lepas dari dekapan Erlangga.

Setelah berhasil, Zizi kemudian meraih salah satu pie yang telah jadi dan menyodorkannya pada Erlangga.

"Cobalah Om Erlang."

Erlangga menerimanya dengan senang hati. "Mana Kak Nevan?" tanyanya tak melihat keberadaan sosok kakak laki-lakinya itu. Padahal hari ini adalah hari minggu.

"Ayah masih tidur," jawab Zizi, sebelum Sonya bersuara. "Lalu Zoro juga gitu," tambahnya menjelaskan keberadaan saudara kembarnya itu.

Alis Erlangga terangkat, lalu memandang ke arah Sonya. Meminta penjelasan, mengingat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

Sonya memutar bola matanya sekilas. "Keduanya begadang menonton bola, kemudian Zoro menjadi agak demam. Jadi aku membawanya ke kamar untuk tidur dengan Mas Nevan."

Erlangga mengangguk singkat. "Apa bisa aku melihat keadaan Zoro?" tanyanya cukup khawatir.

"Tentu saja. Kau juga bisa tinggal bersama Mas Nevan untuk menjaga mereka," balas Sonya membuat dahi Erlangga berkerut, karena kebingungan.

"Aku memiliki jadwal," jawab Sonya sambil menyelesaikan sisa kegiatannya di dapur. Ia bahkan telah meminta asisten rumah tangga untuk mulai merapikan semuanya.

"Jadwal? Kau memiliki proyek?" tanya Erlangga lagi. Ia bahkan melangkah mendekat ke Sonya.

Sonya melepas celemeknya. "Aku memiliki pemotretan hari ini dan ... Mbak Sesil memintaku melihat sebuah naskah film. Katanya dia telah menentukan pemeran pendukungnya dari berasal dari USA, dan bergabung dengan agensi kita juga."

Mata Erlangga melebar. Ia yakin pemeran pendukung yang dimaksud adalah Arielle. "Kau akan menerima tawaran itu?"

"Aku baru membaca sekilas sinopsisnya, cukup menarik. Nanti baru akan kudalami lagi," balas Sonya menatap santai ke arah Erlangga. "Kukira kau mau melihat Zoro?"

Erlangga hanya mengangguk singkat, kemudian mengikuti Sonya. Tidak lupa Zizi yang sudah berada dalam gendongannya.

Begitu sampai di kamar, Erlangga bisa melihat Nevan telah bangun, tetapi masih berada di atas tempat tidur.

"Kau datang?"

Alis Nevan terangkat melihat kedatangan Erlangga.

"Aku merindukan keponakanku," balas Erlangga mendekat, lalu beralih kepada Zoro yang masih tidur. "Masih demam?"

Janji ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang