Chapter 14

370 52 2
                                        

Erlangga mengernyitkan dahinya. Memandangi layar ponselnya, sambil mengaduk sereal di depannya. Ia masih tidak percaya bahwa Akira seolah mengabaikan pesan darinya sejak kemarin. Wanita itu hanya berkomunikasi dengannya sebatas masalah pekerjaan. Itu pun dengan balasan singkat. Padahal sebelumnya Erlangga tahu bagaimana cerewetnya Akira menyangkut pakaian yang akan dikenakannya untuk syuting.

Sebenarnya Erlangga masih ingin merecoki Akira tentang pakaian yang akan dipakainya pada pemotretan besok malam. Namun ia menahan hal itu, karena mengingat hari masi pagi.

"Apa kau tidak punya jadwal hari ini?"

Sebuah suara menyadarkan Erlangga bahwa dirinya tidak sedang sendirian di apartemennya saat ini.

"Tidak. Syuting baru akan dilanjutkan besok. Apa ... Kak Nevan sudah mau pulang?"

Erlangga masih mengingat kejadian semalam, di mana Nevan datang dengan wajah lesu sambil membawa sebotol anggur merah dan mereka pun menghabiskannya bersama.

Nevan menghela napas sejenak. "Aku harus pulang, atau Sonya benar-benar akan mengusirku."

Sang aktor menahan tawanya. "Kalau begitu turuti saja permintaannya."

"Zoro dan Zizi saja belum masuk sekolah."

"Selagi masih bisa produktif, maka tidak masalah," balas Erlangga yang mengingat perbincangan singkatnya dengan kakak laki-lakinya itu. Alasan mengapa Nevan menginap di apartemennya.

Sonya menginginkan adik untuk Zoro dan Zizi. Permintaan yang membuat Nevan frustrasi, bukan karena tidak mau. Namun pria itu memikirkan tentang waktu kebersamaannya dengan Sonya yang bahkan telah banyak berkurang, sejak Zoro dan Zizi lahir. Belum lagi sifat aktif anak kembar tersebut yang belum surut.

"Ini semua karena ideku untuk membawanya ke Hawaii sebagai ulang tahun pernikahan kami bulan depan," tutur Nevan dengan pandangan menerawang. Padahal ia bermaksud bernostalgia seolah sedang berbulan madu dengan sang istri. Orang tuanya bahkan telah setuju untuk mengambil alih pengasuhan Zoro dan Zizi selama sepuluh hari.

"Kalau liburannya batal, berikan saja padaku persiapan kalian," balas Erlangga sambil tersenyum miring.

"Apa kau sedang berkencan dengan seseorang?" tanya Nevan dengan tatapan menyelidik.

Alis Erlangga terangkat. "Kenapa Kak Nevan berpikiran begitu? Karena meminta akomodasi bulan madu kalian?"

"Sejak tadi kau hanya memandang ponselmu. Seolah menunggu telepon dari seseorang, lalu ke Hawaii? Apa kau tahu bagaimana persiapanku yang tidak cocok untuk pria lajang?"

Erlangga terkejut bahwa Nevan ternyata memperhatikan dirinya yang menunggu balasan dari Akira.

"Lebih baik Kak Nevan pulang, sebelum Sonya bertambah kesal," ujar Erlangga secara tidak langsung mengusir kakaknya itu.

Namun akhirnya Nevan mengangguk menyetujui ucapan Erlangga. Entah mengapa ia merasa kali ini dirinya juga akan kalah dari perang melawan istrinya itu. Apalagi jika orang tuanya sudah tahu, maka Sonya bisa mendapat sekutu terkuat untuk menyerangnya.

Setelah Nevan pergi, maka Erlangga menghabiskan sisa sarapan paginya. Ia secara khusus tidak memiliki jadwal. Entah itu syuting atau pemotretan. Oleh karena itu, Erlangga memutuskan untuk mencari udara segar, selagi matahari belum semakin meninggi.

Menggunakan masker, jaket dan topi, maka penyamaran Erlangga cukup berhasil. Ditambah pria itu juga memilih pakaian kasual yang umumnya dipakai oleh orang-orang untuk bersantai. Tidak terlalu bermerek dan tidak dengan warna mencolok.

Erlangga memutuskan menuju taman kota yang biasanya cukup ramai di pagi hari. Ia menggunakan salah satu mobilnya yang juga lebih familier di jalanan. Namun baru saja memarkir mobilnya di tepi trotoar, tanpa sengaja matanya menangkap pemandangan yang tak terduga.

Janji ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang