20. Cara Bahagia

347 21 0
                                    

Selamat membaca!

Beberapa jam yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa jam yang lalu ....

"HEI!! ANAK-ANAK NAKAL! SINI KALIAN!!"

"Yaelah, gangguin kita main aja."

Seseorang datang dengan tampang marah kepada tiga orang lelaki itu, "kalian gak liat itu," ucapnya sambil menunjuk sesuatu.

Ketiganya reflek menatap benda yang ditunjuk oleh orang tersebut dan setelah melihat hal itu, tubuh mereka menegang seketika.

Pria tersebut menyeringai ketika para lelaki itu gemeteran ketakutan, "kalo kalian nggak pergi dari sini, gue bakal laporin kalian ke polisi."

Karena ancaman dari pria tersebut, ketiga lelaki tersebut lari kocar-kacir dari sana.

Seseorang lelaki datang menghampiri pria tersebut lalu menyodorkan kertas yang berisikan segepok uang berwarna merah.

"Hanya itu saja, tuan Arsenio?" tanya pria tersebut.

Arsenio menatap datar pria itu yang membuat pria itu bergegas pergi dari sana.

Arsenio jongkok di samping Zora yang pingsan lalu mengusap pelan lebam di pipi Zora, "ini pasti karena Papa."

Arsenio berdiri dari duduknya, "harusnya lo gak lahir Zora."

"Sebenarnya gue gak percaya kalau lo yang buat tante Monika meninggal, tapi saat gue tau kalau semua hartanya diwariskan ke lo ... Gue jadi ragu."

Arsenio beranjak pergi dari sana kemudian menatap pria berbadan besar yang berjaga di luar gang, "jangan biarin siapa pun masuk ke dalam sampai dia bangun."

***

Zora duduk diam di samping gundukan tanah sambil mengelus lembut batu nisan yang bertuliskan nama seseorang.

"Bunda," panggil Zora pelan sambil terus mengusap batu nisan milik Sofia.

Sebenarnya Zora sudah diantar oleh Mada sampai di depan rumahnya tapi Zora tidak mau masuk. Zora yakin jika keluarganya akan menyapanya dengan kata-kata kasar dan pukulan.

"Maafin Zora, Zora jarang datang ke sini soalnya Papa ngelarang. Tapi, Bunda di sana harus tenang dan bahagia."

Zora mencoba tersenyum menguatkan hatinya, rasa rindu menggerogoti setiap inci tubuhnya. Sesak dan dingin, hatinya seperti sedang terjepit dan matanya memanas, rasanya sangat tidak enak ketika melihat gundukan tanah tersebut. Entah kenapa dia merasa sakit ketika melihat hal itu.

"Bunda .... gak bisa, ya, jemput Zora?" tanyanya dengan nada bergetar menahan tangis. "Zora takut sendiri, Zora sakit, Bunda."

"Zora rindu Bunda. Padahal Bunda janji mau ajarin Zora masak." Zora mencoba tersenyum, "setelah empat tahun akhirnya Zora bisa ke sini lagi."

Smiley: I'm Okay [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang