Selamat membaca!
"Zora, kamu nggak berubah pikiran?" tanya Mama Monika kepadaku, entahlah sudah berapa kali dia menanyakan hal yang sama berulang kali.
"Ini rumah Zora, jadi Zora bakal tinggal di sini," jawabku tetap sama dan tanpa keraguan.
Mama Monika menghela napas kemudian mengangguk mengerti. "Ok, tapi kalau mereka berulah lagi kamu harus bilang sama Mama."
Aku tersenyum kemudian memeluknya, "iya, makasih, Mah."
Kami melerai pelukan kemudian masuk ke dalam dan memperhatikan sekeliling ruangan ini atau tempat yang biasa kusebut 'neraka'.
Kalian bisa menyebutku bodoh, gila atau sebagainya karena tidak mau keluar dari rumah yang begitu menyiksaku ini. Tapi di dalam pikiranku, aku juga menyalahkan diriku atas kejadian waktu itu.
Harusnya aku bisa menyelamatkan Bunda, harusnya aku bisa menjelaskan lebih rinci kepada Papa, harusnya aku tidak melakukan hal itu. Dan aku akan meluruskan ini semua hingga Papa dan kedua kakakku percaya padaku.
Kami melanjutkan perjalanan dan aku tersenyum kecut melihat tiga orang yang sedang bercengkrama di ruang keluarga.
Mereka bahkan tidak menjengukku selama lima hari aku di rumah sakit. Apakah ini yang orang-orang sebut sempurna? Mereka semua harus tau keluargaku yang sebenarnya.
Mama Monika menatap mereka dengan pandangan tidak suka. "Panca, sekali lagi kamu melakukan hal yang tidak baik kepada Zora. Aku tidak segan-segan beri tau ini pada Papa dan Kak Pasha."
Setelah mengatakan hal itu Mama membawaku ke kamarku. Aku tidak bisa berkata-kata dan hanya tersenyum tipis menatapnya.
Sesampainya di depan kamar, aku menghentikan Mama Monika ketika dia hendak membuka kamarku.
"Terima kasih Ma, Biar Zora masuk dan istirahat. Mama juga harus pulang dan istirahat kan."
"Iya, jangan sakit lagi, ya."
Aku tersenyum kikuk ke arahnya, dia mengusap pelan pipiku kemudian beranjak pergi dari sana.
Aku menghela napas lega karena Mama Monika tidak perlu melihat apa yang ada di dalam kamarku. Aku menatap paperbag berwarna coklat yang dari tadi kupegang kemudian masuk ke dalam kamarku.
Saat melangkah masuk ke dalam kamarku, aku begitu terkejut ketika melihat kondisi kamar yang benar-benar terlihat seperti sebuah gudang dibandingkan dengan kamar.
Aku menutup pintu kamarku dan menguncinya. Menyandarkan diriku di pintu sambil menyelidik ke arah dinding yang kini dipenuhi dengan berbagai tulisan yang membuat luka di dadaku semakin membesar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smiley: I'm Okay [END]
Rastgele[Selesai revisi] Ikuti alurnya, nikmati prosesnya, rasakan sakitnya. Cerita ini tentang seorang gadis yang berusaha untuk keluar dari tuduhan keluarganya sendiri, dituduh sebagai pembunuh dan tidak dianggap sebagai keluarga. Tragedi yang menewaska...