13. Diantar Kakak

376 24 0
                                    

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SOFIA!"

Panca berlari dengan cepat ke arah istrinya yang kini telah terkapar dengan kepala yang mengeluarkan darah.

"Sofia! Sofia!" Panca beberapa kali memanggil dan menepuk pelan pipi istrinya, tapi tidak ada pergerakan dari wanita yang dicintainya itu. Istrinya pucat dan sudah tidak mengeluarkan napas.

Kedua anak lelakinya hanya bisa terdiam mematung, mereka begitu tidak percaya dengan apa yang terjadi. Arsenio dengan cepat menutup mata Reynold agar dia tidak melihat apa yang terjadi.

Air mata terus berjatuhan dari manik hitam milik Panca, dia menoleh ke samping dan mendapati Zora yang sedang duduk berlutut dengan wajah kosong yang tertuju pada Sofia. Dan Zora .... memegang pistol.

Apakah anaknya yang membuat ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Di–dia tuan, nona Zora yang menembak nyona!"

Panca terbangun dengan paksa setelah mengalami mimpi buruk yang paling dia benci. Dia berkeringat dingin, mimpi yang memang kejadian empat tahun itu selalu menghantuinya.

Panca mencoba untuk mengatur napasnya yang memburu, "mimpi itu lagi."

Panca beralih berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, kakinya berjalan menuju sebuah kamar. Kamar yang tidak pernah dia ijinkan siapapun masuk, kecuali dirinya.

Dia merogoh sesuatu dari sakunya, mencari kunci yang dia simpan. Dan dengan cepat membuka pintu yang terkunci itu.

Pemandangan yang berbeda 180 derajat terlihat ketika dia memasuki kamar, kamar ini terlihat begitu hangat dan penuh dengan memori bahagia. Berbeda dengan ruangan lain yang terasa begitu hampa. Kamar yang tidak pernah dia ubah sejak empat tahun yang lalu.

Panca menutup pintu dan duduk di pinggir kasur sambil menatap sebuah pigura yang menampilkan foto seorang wanita yang sedang tersenyum. Wanita yang begitu dia cintai, hingga rasanya dia masih belum percaya jika wanita ini telah tiada.

"Sofia, apakah kamu baik-baik saja di sana?" Panca mengusap pelan pigura tersebut. Dia tersenyum tapi air matanya memaksa keluar dari matanya.

Panca menutup erat matanya, Zora begitu mirip dengan Sofia. Tapi ketika melihat Zora, bayang-bayang kejadian empat tahun lalu terbayang begitu nyata di depannya.

"SOFIA!"

Panca membuka kembali matanya dengan cepat, dia melihat sekeliling. Terdapat banyak foto kebersamaannya dan keluarga ini saat Sofia masih hidup. Kamar ini adalah kamarnya dan Sofia, tapi sekarang dia tidak ingin tidur di kamar ini lagi.

Panca memegang bahunya, tadi anak gadisnya memeluknya. Dia merasakan rindu yang mendalam, tapi tidak boleh, anak gadisnya itu yang menyebabkan istri yang begitu dia cintai pergi dengan cepat dari dunia ini. Dan Panca tidak secepat itu memaafkan apa yang dilakukan anaknya itu.

Smiley: I'm Okay [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang