#Part24[aksi tembak-menembak]Saat hendak pergi dari tempat itu, sosok Pamannya sudah ada di depan pintu dengan dua orang yang berbadan kekar.
"Mau kemana kalian?" tanyanya dengan kasar.
"Gak penting," ujar Daffa datar.
"Devin, Divan, ayo masuk kamar!" perintah Paman.
"Mereka bakal ikut saya," ujar Daffa.
"Saya gak bakal izinin mereka pergi bersama kamu!" bentak Paman sangat marah.
"Abang, Zia takut," lirih Zia ketakutan.
"Kel, tolong bawakan Zia pergi dari sini!" Suruh Daffa pada Kelvin.
"Ok, Daf," ujar Kelvin sambil membawa Zia pergi.
"Zia mau sama Bang Daf, Om," ujar Zia tak mau mengikuti.
"Gak boleh Zia, ikut gue, yuk." Kelvin berusaha keras untuk membujuk Zia yang tidak mau berpisah dengan Abangnya. Tanpa mempedulikan ucapan Zia, Kelvin langsung menggendong Zia bagaikan karung beras walaupun ia memberontak.
**
"Paman gak boleh ambil mereka," ujar Daffa.
"Cihh, walaupun kamu tidak izinin, saya tetap mengambil paksa mereka, ha!ha!ha!" Ujar Paman diiringi tawa yang keras darinya. Tanpa aba-aba Paman langsung menyerang Daffa yang terdiri atas Adik-adiknya.
Acara tembak-menembak berlangsung hingga lama. Satu tembakan dari Daffa berhasil mengenai jantung Paman.
"Agghh! Kalian kenapa diam saja, ayo, bantu saya, s--sakiit," lirih Paman. Kedua orang itu pun langsung membantu Paman untuk membawa ke rumah sakit terdekat. Untungnya tidak ada yang melihat mereka berkelahi.
"Ckk! Lemah," ujar Davin.
"Yaudah kita bersihkan badan dulu, yuk!" ajak Darrel dan diikuti oleh mereka.
**
"Hiks! Om, Abang gak kenapa-napa kan?" tanya Zia pada Kelvin.
"Gak Zia. Mereka baik-baik aja kok, Zia tenang aja ya," ujar Kelvin menghibur Zia.
"Sini peluk Om," ujar Kelvin lagi. Dengan cepat Zia memeluk Kelvin. Saat itu, Kelvin merasakan tubuh Zia yang gemetar dan sangat dingin. Kemudian ia mengambil jaketnya dan menutupi sebagian tubuhnya agar terasa hangat.
'Setelah ini, saya akan melamarmu, Dazia,' batin Kelvin sambil tersenyum.
#Selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
my husband's Is Duda
Fiksi Remaja"Kelvin, gue mohon lepasin, gue," ujar Saras memberontak. "Lepasin?" "Gue mohon," lirih Saras menangis. Tanpa mempedulikan ucapan Saras, Kelvin terus mengukir di kulit Saras. "Darrel, senjata gue!" Dengan cepat Darrel memberikan sebotol air jeruk...