part 34 : pergi

291 15 3
                                    

[mulai pertengkaran]

Di koridor rumah sakit, Kelvin mencari ruang Papanya. Iya juga sudah memberitahukan ini ke Mamanya, tapi Kelry terlihat biasa saja.

"Nah ini dia."

Ceklek!

"Maaf! Anda Kelvin atau bukan?" tanya seorang perawat dari ruang Revin.

"Iya, Sus. Bagaimana keadaan Papa saya?" tanya Kelvin yang sudah lemah.

"Masuklah," ujar Suster mempersilahkan.

***

"Ini semua gara-gara kalian! Kalian penyebab Zia pergi!" teriak Devin sambil memandang kearah Daffa dan Darrel.

"Apa maksudmu, Devin! Kenapa malah menyalahkan kami?" tanya Daffa marah.

"Karena perempuan itu, kasihsayang yang kalian berikan ke Zia sudah berkurang!" tunjuk Divan ke arah Ery dan Selly yang sedang menunduk takut.

"Jangan pernah salahkan mereka! Mereka gak ada hubungan apa pun dengan masalah ini," ujar Darrel menimpali.

"Ahk! Bac0t!" Divan pun beranjak pergi dari situ diikuti oleh Devin.

"Aggh! Kenapa bisa hancur gini, sih!" Marah Daffa.

"Sabar, Mas. Mungkin emang bener apa yang dikatakan mereka," ujar Ery menenangkan Daffa.

"Cukup sayang! Jangan salahkan dirimu sendiri. Begitu juga adik ipar, jangan pernah salahkan dirimu hanya dengan masalah ini, ya." Selly hanya mengangguk atas nasihat dari Daffa.

Hari sudah mulai pagi. Tapi Zia masih belum kembali ke rumah. Setelah Kelry pulang dari rumah sakit, kini ia dan Zia sedang berjalan santai. Tak sengaja di pertigaan jalan, mereka bertemu dengan Nardi yang juga sedang mencari Zia.

"Astaga! Zia," ujar Nardi terkejut.

"Ehh! Siapa ya?" tanya Zia penasaran.

"Lo ini gimana sih. Yang lain pada khawatir ama lo, eh lo malah santai aje sama Tante ini," ujar Nardi kesal.

"Stt! Jangan bongkar tentang Zia, ini rencana kami," ujar Kelry.

"Rencana apa?" tanya Nardi.

"Kita akan beritahu kalau kamu gak bakal bongkar ini," ujar Kelry diangguki oleh Nardi. "Jadi sebenarnya...,"

***flashback on***

"Zia! Kamu gak kenapa-napa kan, Sayang?" tanya Kelry setelah mengeluarkan Zia dari dalam.

"Huf! Huf! Tan-te kenapa lama banget sih, hampir aja Zia hilang oksigen," ujar Zia setelah menghirup udara dengan rakus.

"Hehe! Maaf Zia. Lagian sih, Paman kamu lama banget berdiri disitu," ujar Kelry cemberut.

"Huf! Berhasil,Tan."

"Gimana dengan pewarna itu?" tanya Kelry.

"Untung pewarna merah itu sudah Zia baluti ke seluruh perut, Tan. Pisaunya juga berhasil Zia ganti. Kalau tidak, mungkin Zia gak ada disini lagi," ujar Zia tersenyum kecil.

"Kamu gak boleh ngomong gitu. Tante tetap mau kamu jadi mantu Tante," ujar Kelry tersenyum.

~flashback off~

"Ohh gitu ceritanya. Jadi rencana kalian apa sekarang?" tanya Nardi. Tampak Zia dan Kelry tersenyum kecil dan berlalu pergi sambil berkata "Rahasia," ujarnya.

"Hey! Tungguin dong. Gue mau bantu," ujar Nardi berhasil membuat mereka berhenti.

"Lo, bantuin kita? Emang tau bantu apaan?" tanya Zia penasaran.

"Sini!" Zia dan Kelry pun mendekat. Dan mereka sudah siap dengan rencana selanjutnya.

~1 minggu kemudian~

Revin sudah sehat dan kembali bugar. Tetapi tidak dengan Daffa dan yang lainnya. Mereka masih sedih atas kehilangan Zia.

"Ini semua gara-gara lo tau gak!" Dirumah Daffa dan yang lainnya sedang beradu mulut. Bisa dibilang keluarga mereka sudah hancur hanya dengan masalah yang sepele.

"Ini bukan salah gue. Kalau bukan lo nikah sama di--." Belum selesai Devin bebicara, tiba-tiba sebuah suara telpon berdering.

"Lo gak perlu takut. Zia gak kenapa-napa dia ada sama gue," ujar orang misterius itu.

"Lo! Zia dima...."

Tut! Tut!

"AGRR!" marah Divan.

"Sudah! Cukup! Ini salah kita semua. Bukan cuma satu orang saja," ujar Darrel tak dapat menahan emosinya.

"Huf! Baiklah. Bang Daf, Rel, kita minta maaf ya karena udah kasar sama kalian," ujar Devin mewakili yang lainnya.

"Iya kita juga minta maaf ya," ujar Daffa tersenyum senang.

#Selanjutnya

~Flashback on~

Dengan bantuan cahaya bulan, Kelry dengan mudah menggali kuburan Zia.

my husband's Is DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang