[jika sayang nyawa, pulanglah!]
Malam ini, Zia dan yang lainnya sedang berada di Lapangan Merdeka.
"Hiss! Rame ya," ujar Zia.
"Dikit ini mah. Palingan baru limma ratus orang," ujar Kelvin menggandeng tangan Zia.
"Terus yang paling banyak dimana, Kak?" tanya Zia sambil memakan jagung bakarnya.
"Yang rame itu ketika Kakak meninggal," ujar Kelvin sambil mengelap sisa sambal yang ada dimulut Zia.
Hiks!
Hiks!
"Hey! Sayang kenapa?" tanya Kelvin pada Zia yang sedang menangis.
"Kakak jangan bilang gitu lagi, hiks! Zia sedih," ujarnya lirih.
"Tututu! Sudah. Kakak cuma bercanda kok," ujar Kelvin menenangkan Zia.
***
"Bagus, ternyata lo disini juga," ujar Saras saat melihat Zia.
"Kita akan bermain-main gadis lugu," ujarnya tersenyum devil.
'Lo gak akan bisa nyakiti Adik gue, Saras.' Darrel bersembunyi dibalik jaket hitamnya.
***
"Kakak, Zia mau Sate." rengek Zia sambil memukul Kelvin pelan.
"Sayang, sudah berapa makanan yang masuk kedalam perut ini?" tanya Kelvin menatap tajam.
"Sudah ada jagung bakar, es cream, cendol, nasgor, dan es kelapa." Zia berkata dengan tenangnya.
"Masih belum cukup?" tanya Kelvin menatap gemas. Zia menggeleng dengan cepat.
"Yaudah, yok kita beli," ajak Kelvin.
***
"Gue harus minta bantuan kesiapa yah?" tanya Saras sambil berjalan-jalan tak tentu arah.
"Lo gak perlu capek-capek urusin Zia, dia udah bahagia jadi lo mundur aja," ujar Darrel dari balik tembok yang tertutup masker.
"Lo siapa? Berani-beraninya lo nguping pembicaraan gue," ujar Saras marah.
"Gue siapa bukan urusan lo. Yang terpenting jika Zia terluka maka nyawa lo balasannya," ujar Darrel tersenyum devil.
"Lo harusnya sadar, Anak dan Suami yang tinggal disana sedang butuh kehangatan dari lo. Tapi disini lo malah gangguin rumah tangga orang," ejek Devin dari belik tembok.
"Kalian siapa sih. Kenapa tau tentang kehidupan gue!" Teriak Saras.
"Jika masih sayang dengan nyawa, maka pulanglah," ujar Divan menimpali.
#Selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
my husband's Is Duda
Teen Fiction"Kelvin, gue mohon lepasin, gue," ujar Saras memberontak. "Lepasin?" "Gue mohon," lirih Saras menangis. Tanpa mempedulikan ucapan Saras, Kelvin terus mengukir di kulit Saras. "Darrel, senjata gue!" Dengan cepat Darrel memberikan sebotol air jeruk...