Kini mereka berada dikediaman Albi, Syika lah yang mengajaknya kerumah ini. Rumahnya lebih besar dari rumah orang tua Albi, namun sama-sama mewah. Zeta beserta Syika berkutat didapur sedangkan Nathan menonton TV. Dapurnya lengkap, yah karena banyak pembantu disini namun Zeta ingin membuat kue tanpa bantuan siapapun.
Untung saja bahan-bahanya tersedia, Syika sendiri ia suruh untuk mengaduk adonannya. Sedangkan Zeta tengah mengolesi loyang dengan margarin. Dengan celemek yang terpasang apik tubuhnya, Zeta berjalan kesana kemari mengambil sesuatu.
"Udah?" tanya Zeta kepada Syika.
"Sudah mama," balas Syika lalu menyerahkan wadah yang berisi adonan kue kepada Zeta.
Zeta menerimanya dan memasukkannya kedalam loyang, ia hanya membuat kue berukuran sedang saja takutnya gagal. Sesuai request twins, ia membuat kue rasa Coklat dan semoga saja Albi menyukainya. Zeta menggendong Syika menuju tempat dimana Nathan berada sembari menunggu kue nya matang dari dalam oven.
"Mama hampir tersesat berada disini," ucap Zeta frustasi, bagaimana tidak rumah ini besar dan begitu banyak lorong.
"Besok Syi suluh papa buat lumah kecil bial mama nggak telsesat lagi," ucap Syika polos. Zeta tersenyum paksa, orang kaya memang beda.
"Apa kuenya sudah matang?" tanya Nathan.
"Setengah jam lagi matang, tunggu saja." Zeta menanggapi ucapan Nathan, sedangkan anak laki-laki itu mengangguk lalu kembali fokus kepada layar TV yang menampilkan serial kartun.
"Syi antuk," keluh Syika dengan suara lirih.
Akhirnya mereka tertidur dengan posisi berpelukan. Entah apa yang terjadi setelah mereka bangun nanti. Padahal niatnya Zeta tak ingin tidur namun mau bagaimana lagi, rasa kantuk mulai menyerangnya dan tanpa sadar ia tertidur.
***
Sementara di kantor, Albi nampak membuka-buka beberapa berkasnya. Dirinya sehabis meeting dengan kliennya hampir 2 jam lamanya dan tentu saja dirinya merasa lelah apalagi ia baru saja memarahi Zeta habis-habisan.
Albi melihat kearah jam yang melingkar ditangannya, ia memutuskan untuk bangkit dan segera pulang menemui sang anak dirumah. Albi mengendarai mobilnya dan kecepatan sedang, tak lama dirinya sampai didepan rumah. Dengan segera lelaki itu masuk. Namun ia mencium bau sesuatu seperti gosong.
"Bi?" panggil Albi kepada pembantu yang tak sengaja lewat didepannya.
"Ada apa yah tuan?"
"Kok bau gosong?" tanya Albi bingung.
"Tadi non Zeta buat kue dan sekarang ketiduran."
Segera Albi menuju kedapur, dan benar saja disana terdapat oven yang mengeluarkan asap. Langsung saja Albi membuka oven itu, seketika asapnya keluar dan dirinya terbatuk sedikit.
"Argh," erang Albi tertahan saat tangannya tak sengaja menyentuh loyangnya yang panas. Albi membenarkan letak kain yang ia gunakan untuk mengangkat loyang, setelah benar ia memindahkan posisi loyangnya kesamping. Tak lupa dirinya mematikan oven nya yang sudah rusak itu.
Albi menggibas-gibaskan tangannya karena merasa panas, lantas dirinya pergi ke wastafel dan membasuh tangannya menggunakan air mengalir. Lihatlah sekarang, tangannya memar dan tentu saja sakit. Bayangkan saja, seberapa panasnya loyang itu dan tangannya harus menyentuhnya.
"Sial!" umpat Albi saat rasa panasnya tak kunjung reda.
***
Sementara Zeta terbangun kala mencium bau gosong, dirinya tak tau bau apa ini. Beberapa saat kemudian ia baru ingat jika tengah mengoven kue. Dengan gerakan cepat ia berkati kearah dapur. Sesampainya di dapur bau gosong semakin menyengat. Zeta melihat Albi yang berada didepan wastafel, dengan segera dirinya menghampiri lelaki itu.
Mulut Zeta terbuka lebar disaat melihat tengah Albi yang memerah. Dengan segera ia meraih tangan Albi dan mengelus nya pelan. Sementara Albi hanya diam memperhatikan Zeta yang tengah meniup lukanya.
"Maaf, gara-gara aku tangan kamu jadi memar."
"Ya! Itu semua salahmu!" balas Albi dengan nada datar.
Zeta mengakui kalau dirinya salah, lantas ia mengambil es batu dan ia taruh didalam kain. Setelah itu ia mengompres tangan Albi, posisi mereka masih berdiri berhadapan. Zeta mengompresnya dengan telaten, ia juga menunduk takut melihat wajah Albi.
"Apakah rasa sakitnya masih ada?" tanya Zeta.
"Sekarang sudah tidak! Nanti pasti kembali, kau memang sangat ceroboh!" sarkas Albi.
"Maaf, aku lupa jika tengah mengoven kue." Zeta menundukkan kepalanya dalam-dalam. Nada bicara Albi membuatnya takut ditambah dengan rasa bersalah yang menjalar dihatinya.
"Maaf mu tak membuat tanganku sembuh."
Air mata Zeta turun begitu saja, dengan cepat dirinya menghapusnya lalu tersenyum dan mendongak menatap Albi. Lihatlah, wajah lelaki itu terlihat sangat marah apalagi kesalahan nya bukan cuma ini saja.
"Akan ku carikan obat, tunggu disini." Setelah mengatakan itu Zeta pergi dan menaruh esnya keatas meja.
Sementara Albi melihat punggung Zeta yang mulai menjauh dari pandangannya. Dirinya tau jika Zeta menangis, apakah dia keterlaluan?. Tadi ia lelah dan sampai rumah melihat kekacauan seperti ini, jelas dirinya marah namun kemarahannya membuat Zeta menangis.
Albi berlari menyusul Zeta, dilihatnya perempuan itu tengah mencari sesuatu di dalam kotak p3k. Bahkan ia sempat melihat Zeta yang mengelap air matanya. Dengan segera ia menghampiri Zeta. Bisa ia lihat setelah Zeta melihatnya perempuan itu buru-buru menghapus air matanya lagi.
"Maaf, sudah membuatmu menangis."
Zeta tersenyum, "Aku tak menangis, tadi hanya kelilipan saja."
"Sekarang akan aku obati tanganmu," imbuh Zeta sembari menarik tangan Albi supaya duduk kesofa. Untung saja dikotak p3k tadi ada salep, setidaknya dengan begini rasa sakit ditangan Albi akan sedikit hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Twins From Billionaire [END]
Storie d'amore[SEBELUM MEMBACA WAJIB FOLLOW] Bagaimana jadinya jika kamu menemukan anak kembar lusuh dan kotor di pinggir jalan? mengadopsi? atau menaruhnya ke panti asuhan? Jika Zeta menginginkan merawat anak itu, tapi anak yang ia pikir lontang lantung di jalan...