Kini Zeta duduk bersama Albi, orang yang dirinya marahi tadi. Lelaki itu nampak menatapnya dengan pandangan datar membuat dirinya hanya bisa menundukkan kepalanya karena merasa malu. Tak jauh dari tempat mereka duduk terdapat twins bersama Cakra, mereka tengah menonton film di laptop Albi.
"Jangan melihatku seperti itu." Akhirnya Zeta buka suara setelah berdiam diri 10 menit lamanya setelah ia duduk disini.
"Kau mau apa kesini?" Tanya Albi tetap dengan pandangan datar mengarah ke Zeta.
Zeta mendongak, "Cari lowongan pekerjaan." Balasnya.
"Mana surat lamaranmu?" Tanya Albi.
Zeta menggaruk kepalanya yang tak gatal dirinya kesini tak membawa apa-apa. Ijazah SMAnya tak ia bawa, lantas apa yang harus dirinya serahkan? Kuliah pun dirinya belum usai dan sekarang berhenti.
"Kau akan menjadi sekertaris saya." Ujar Albi.
"Aku masih belum punya pengalaman." ujar Zeta, dirinya sama sekali belum ada pengalaman dalam bekerja apalagi menjadi sekertaris.
"Cakra yang akan mengajarimu." Ujar Albi, mendengar namanya dipanggil membuat Cakra berdecak sebal. Mengapa Albi gemar sekali menyuruh-nyuruh dirinya.
Albi berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya, lelaki itu mulai berkutat dengan laptopnya tetap dengan pandangan datarnya. Zeta berfikir jika lelaki itu tak mempunyai ekspresi, dirinya baru beberapa jam bertemu sudah tak tahan dengan sikap Albi bagaimana nanti jika dirinya menjadi sekertaris lelaki itu. Serasa ngomong sama batu.
Zeta mengamati ruang kerja Albi, disainya sangat elegan dengan dominan warna hitam dan putih. Dimeja juga terdapat foto twins yang berjejer rapi. Zeta berdiri dan menghampiri twins yang masih asik bermain.
"Mama mau pulang, kalian mau ikut?" Tanya Zeta, ia berjongkok.
Nathan mengangguk lalu berdiri, "Syi mau tetap disini?" Tanya Zeta lagi karena sedari tadi Syika tetap diam.
"Syi ikut mama pulang." Ujar Syika lalu meletakkan mainannya ketempat semula.
Zeta menggendong Syika dan berjalan kearah Albi yang tengah melihat kearah laptopnya. Syika memanggil Albi dengan nada pelan, untung saja lelaki itu mendengarnya dan menaikkan alisnya seolah bertanya kepadanya.
"Aku mau pulang," pamit Zeta.
"Hm," Albi hanya berdehem.
Zeta berdecak sebal, "Kau membiarkan anakmu aku bawa, kau sangat percaya dengan orang seperti ku?! Papa macam apa kau," Ujarnya dengan nada ketus.
Albi berdiri, "Kau mau apa?!" Tanyanya.
"Bercanda," Zeta menggaruk kepalanya yang tak gatal, mulutnya tak bisa dik kontrol bisa-bisa ia dipecat belum juga kerja.
"Saya yang akan mengantarkanmu," ucap Albi lalu meraih jasnya yang tersampir dikursi dan memakainya.
Zeta memutar bola matanya malas melihat lelaki itu langsung pergi tanpa menunggu jawabannya. Tak urung, ia juga mengikuti langkah Albi. Kini mereka ber 4 sudah berada didalam lift, sedangkan Cakra? Lelaki itu ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan Albi tentunya atas suruhan Albi sendiri.
"Kau bisa berjalan pelan-pelan?" tanya Zeta kesal, langkah Albi sangat panjang. Dirinya kesusahan apalagi sekarang tengah menggendong Syika.
Albi memelankan jalannya, ia menggendong Nathan yang nampak kelelehan lalu mereka melanjutkan jalannya. Albi dan Zeta seperti sepasang keluarga lengkap dengan 2 anak laki-laki dan perempuan, apalagi mereka berjalan beriringan.
Mereka masuk kedalam mobil besar, Albi dan Zeta duduk dibangku tengah dengan tetap memangku twins. Mobil mulai melaju membelah jalanan kota. Sepanjang perjalanan, Zeta fokus melihat kearah jalanan yang nampak padat akan kendaraan berlalu lalang.
***
Kini Zeta, Albi dan twins sudah berada didalam apartemen Zeta. Albi duduk disofa, lelaki itu melihat sekeliling. Zeta sendiri membuatkan minuman untuk tamunya yaitu Albi. Zeta datang meletakkan minuman itu keatas meja lalu dirinya duduk disofa tentunya tak satu sofa dengan Albi.
"Selama kau menjadi sekertarisku kau ikut tinggal dirumahku," ujar Albi.
"Ha?!" Zeta melongo mendengarnya.
"Mana mungkin saya biarkan anak saya tinggal ditempat kecil seperti ini," ujar Albi dengan nada sangat santai tanpa tau sekarang Zeta ingin mencakar wajah Albi dengan kedua tangannya.
"Sombong sekali," gerutu Zeta.
"Itu fakta," balas Albi tak acuh.
"Aku tak mau tinggal dirumahmu," ujar Zeta membuat Albi langsung menatap perempuan itu.
"Mana bisa aku tinggal di rumah seorang lelaki yang baru saja aku kenal beberapa jam yang lalu!" jelas Zeta.
Setelah mengatakan itu suasana menjadi hening, hanya terdengar suara detak jarum jam saja. Zeta tak ingin dicap aneh-aneh jika tinggal dirumah Albi. Perempuan itu masih belum percaya, apakah Albi itu orang baik pasalnya mereka baru saja kenal. Setelahnya Zeta pamit untuk melihat twins yang tidur dikamarnya.
Sepeninggalan Zeta, Albi termenung. Lihatlah, twins tak mau ikut pulang bersama dirinya. Namun ia tak bisa terus-terusan merepotkan Zeta, perempuan yang baru dirinya kenal. Dirinya juga tak bisa memaksa twins untuk selalu menuruti kemauannya. Lelaki itu menguap pelan ia merebahkan tubuhnya diatas sofa, rasa kantuk kini menyerangnya.
Beberapa saat kemudian mata itu tertutup dengan posisi tangan bersedekap dada. Zeta keluar dari kamar dan mendapati Albi yang tertidur masih mengenakan jasnya. Perempuan itu masuk kedalam lagi lalu keluar dengan membawa selimut putih.
Sesampainya didepan Albi, ia melepas sepatu yang lelaki itu kenakan dan menyelimutinya. Jika sedang tidur wajah lelaki itu terlihat damai, beda sekali jika tengah sadar lelaki itu seperti monster dengan mata yang tajam.
***
Update jika sudah 80 vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Twins From Billionaire [END]
Romansa[SEBELUM MEMBACA WAJIB FOLLOW] Bagaimana jadinya jika kamu menemukan anak kembar lusuh dan kotor di pinggir jalan? mengadopsi? atau menaruhnya ke panti asuhan? Jika Zeta menginginkan merawat anak itu, tapi anak yang ia pikir lontang lantung di jalan...