🥬🥬BAB 62🥬🥬

13K 635 2
                                    

Albi berada di dalam mobil, baru saja ia mendapatkan kabar bahwa Zeta diculik oleh seseorang. Itupun ia tahu dari bawahannya yang ia tugaskan untuk mengikuti Zeta pulang, tapi mereka kehilangan jejak taksi yang membawa Zeta pulang. Langsung saja ia datang ke tempat yang sudah bawahannya lacak.

Tentu saja ia tak sendirian, ia bersama dengan Cakra. Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, jika ditanya ia sangat panik dengan keadaan Zeta. Apalagi jadi ia habis bertengkar kecil dengan dia dan belum baikan hingga sampai sekarang. Yang jelas ia akan memastikan Zeta baik-baik saja dan dia akan pulang dengan selamat.

"Mengapa bodyguard bodoh itu masih berada di belakang? Apakah mereka tidak bisa menyalip dan sampai di sana terlebih dahulu?!" tanya Albi tak habis pikir sembari melihat mobil bodyguard di belakang dari spion.

"Kecepatan mobilmu ini tak bisa dicapai oleh mereka, jadi sedikit kurangi kecepatan ini," jawab Cakra.

"Jika dikurangi kita tak akan segera sampai di sana bodoh!" sahut Albi dengan mata terus menatap ke depan.

"Aku akan menelepon bodyguard, kau diam saja," ujar Cakra dan mendapatkan anggukan singkat dari Albi.

Cakra mulai menghubungi bodyguard Albi, namun ia sama sekali tak mendapatkan jawaban. Dua kali menelepon masih tetap sama, sebenarnya mereka ada di mana? Mengapa tak menjawab telepon darinya? Sebenarnya ia juga takut, apalagi Albi mengendarai mobil bagai orang kesetanan.

Sementara Albi melirik ke arah Cakra, agaknya dia belum berhasil menghubungi bodyguardnya. Ia pun meraih ponsel itu dan menghubungi bodyguardnya dengan satu tangan. Ia memasang alat di telinganya dan melempar ponsel itu ke sembarang arah. Ia menyalakan alat itu dan sambungan telepon langsung tersambung.

"Kalian di mana? Cepat datang ke sana! Saya tak membayar kalian hanya untuk bersantai-santai saja!" ujar Albi marah.

"Yang lainnya sudah sampai di sana tuan, mereka bilang situasi tak kondusif. Ada bodyguard lainnya yang juga ada di sana."

"Bilang kepada mereka, yang utama adalah keselamatan Zeta. Saya tidak mau Zeta terluka seujung kuku pun! Cari Zeta dan saya akan segera sampai di sana!" balas Albi penuh penekan dengan sorot mata penuh amarah.

"Baik Tuan, kita semua akan melaksanakan tugas ini dengan baik. Hati-hati karena semua bodyguard Lixston berada di sana."

"Ya, saya tau itu," balas Albi lalu mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

***

Zeta masih disandera oleh Feli dan juga Ratna, ia duduk di kursi dengan tangan di ikat di belakang. Di sekelilingnya banyak sekali bodyguard yang berdiri dengan sikap sempurna seolah mereka tunduk dengan Feli dan juga Ratna. Mulutnya kali ini ditutup dengan lakban, sebenarnya kakinya juga memar.

Karena tadi Feli sempat memukul kakinya dengan menggunakan balok kayu saat dirinya mencoba untuk kabur dari sini. Bahkan sekarang kakinya memar, tapi ia tak peduli dengan hal itu. Yang ia inginkan hanya keluar dari sini, ia tak mau merepotkan orang lain untuk yang kesekian kalinya.

"Adakah kata-kata terkahir sebelum dokter datang dan mengambil jantungmu?" tanya Ratna dengan nada penuh kemenangan.

"Kau akan pingsan dan setelah itu kau tak akan bangun, Zeta! Kau akan mati! Kemenangan yang kita nantikan akan terjadi secepatnya!" balas Feli.

"Oh iya ma, bagaimana dia bisa bicara kalau mulutnya kita tutup ya?" tanya Feli terkejut. Lebih tepatnya pura-pura terkejut.

Ratna tertawa. "Kamu benar sayang, dia tak akan bisa bicara. Dia pasti ketakutan, bagaimana kalau kita buka saja mulutnya?" tawar Ratna.

"Itu ide yang bagus ma, buka saja biar dia berbicara dengan kita. Biar dia mengucapkan kata-kata yang selama ini dia pendam," balas Feli.

"Kau memang pintar, Nak. Tak sia-sia mama memanjakan mu dari dulu," puji Ratna.

Zeta mendengar itu semua, ia memejamkan mata mencoba untuk tidak menangis. Ia semakin takut ketika Ratna mendekat ke arahnya, dia tersenyum miring sembari mendekatkan tangannya ke wajahnya. Dengan satu tarikan lakban yang ada di mulutnya sudah terlepas. Tentu saja itu membuat mulutnya terasa perih, dan panas bercampur menjadi satu.

Bahkan dirinya tadi sempat meringis saking sakitnya, mulutnya seolah dipaksa untuk keluar dari tempatnya. Ratna memang benar-benar kejam keadaan dirinya, tiba-tiba saja dia mencengkram kedua pipinya hingga membuat kukunya menggores wajah, tentu saja itu sangat sakit. Zeta memejamkan mata mencoba menahannya.

"Sakit? SAYA TANYA APAKAH INI SAKIT?" bentak Ratna.

"SAKIT SEPERTI APA YANG SAYA RASAKAN KETIKA MELIHAT KEDUA ORANG TUAMU! DIA TERLALU BAHAGIA SEMENTARA SAYA MENDERITA!" bentak Ratna lagi.

"Tapi sekarang rasa sakit sudah terbalaskan ketika melihat kau menderita seperti ini, apalagi melihat dulu kedua orang tuamu diusir dari rumah secara tak terhormat. Kau tau karena apa?" tanya Ratna.

"KARENA MEREKA PERCAYA APA YANG SAYA KATAKAN! BAHKAN SAYA DULU HANYA ORANG ASING, TAPI DARI DULU TAKDIR MENDUKUNG SAYA UNTUK MEMENANGKAN PERMAINAN INI!" bentak Ratna.

Zeta memejamkan mata. "Kau jahat, bahkan hewan lebih terhormat dari mu!" ujarnya susah payah.

"KAU BERANI BERKATA SEPERTI ITU?" tanya Ratna.

Bruk

Tubuh Zeta di dorong ke samping, tentu saja itu membuat Zeta terjatuh dengan kursi-kursinya. Zeta terbatuk karena lantai yang ada di sini sangat kotor. Tubuhnya juga sakit, apalagi tadi ia didorong hingga membentur lantai. Dirinya sama sekali tak bisa bergerak dengan posisi ini, tangannya diikat dan itu membuat pergelangan tangannya mati rasa.

Tiba-tiba ia mendengar suara seperti mobil yang terparkir, dan itu banyak. Sementara ia sendiri berada di dalam bangunan yang sudah tak layak ini, ia berharap itu bukan Zio atau Albi. Karena jika di sini mereka akan dalam bahaya, mengingat semua bodyguard Lixston yang tak terhitung jumlahnya berada di sini.

"Nyonya, di luar terdapat tuan muda Zio juga dengan bawahannya."

"Sudah saya duga jika mereka akan datang. Hajar mereka semua dan jangan biarkan dia masuk ke dalam sini, paham?!"

"Baik nyonya."

"Tolong jangan sakiti Zio," pinta Zeta dengan nada memohon.

"Rupanya malam ini saya bisa membunuh kau dan kembaran mu secara langsung. Tanpa bersusah payah lagi dia sudah datang ke sini."

"Tuhan, selamatkan Zio," batin Zeta menjerit.

Zeta berharap Zio baik-baik saja, biarkan ia mati di sini. Tapi ia tak mau jika Zio terluka hanya karena menyelematkan dirinya. Ia tak bisa apa-apa sekarang, mencoba melepaskan ikatan ini yang ternyata sangat susah. Apalagi sedari tadi Ratna memerintahkan bodyguardnya untuk terus menghajar Zio.

"Zio, pulang, aku enggak kau kamu kenapa-napa," batin Zeta penuh rasa bersalah. Bagaimana jika Zio kenapa-napa? Jika itu terjadi ia tak akan memaafkan dirinya sendiri.

Baby Twins From Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang