🥬🥬BAB 55🥬🥬

15.2K 782 2
                                    

Zeta terkejut mendapati teriakan Albi, ia melihat ke arah Albi yang saat ini berlari ke arahnya. Hingga akhirnya ia melihat ke atas. Ada puing besar hendak jatuh, ingin melangkah pergi namun puing itu keburu jatuh ke bawah. Hingga tiba-tiba tubuhnya di dorong oleh seseorang hingga jatuh ke samping.

Pelakunya ialah Albi, namun saat dia ingin berlari menghindar ada sebuah kawat besi menghalangi jalannya. Seketika ia tersandung, karena permukaan tanah yang miring ia berguling-guling ke bawah. Kepalanya membentur bongkahan batu yang cukup besar.

"ALBI!" Suara nyaring benturan di kepalanya, berbarengan dengan suara teriakan Zeta.

Albi tergeletak dengan mata sayu, ia menikmati rasa sakit di kepalanya. Ia masih sadar, dan melihat Zeta duduk di sampingnya. Dirinya tersenyum kecil melihat Zeta menangis, semua orang mengerubungi dirinya. Ia berdiri di bantu dengan Cakra, bajunya sudah kotor.

"Kamu enggak papa?" tanya Zeta khawatir.

Albi menggeleng sekilas lalu berkata, "Antarkan saya ke mobil, kalian kembali melakukan tugas kalian!"

"Bapak tidak apa-apa?"

"Saya tidak apa-apa," jawab Albi lalu mereka semua bubar.

"Mau ke mana?" tanya Cakra saat Albi melangkah mobil.

"Mobil," jawab Albi.

"Kepalamu luka!" ujar Cakra dengan suara cukup keras.

Albi tak mempedulikan teriakan Cakra, ia berjalan menuju mobil dengan pergelangan tantan menyeka darah yang ada di pelipisnya. Jujur saja ia pusing sekarang, sesampainya di dalam mobil ia langsung duduk ke dalam dan membuka pintunya sedikit. Ia melepas jasnya dan menaruh di bangku samping.

Sementara Zeta langsung berjalan menyusul Albi, ia segera membuka pintu mobil dan berdiri di sebelah Albi. Ia mengambil tisu dan mulai membersihkan wajah Albi yang kotor. Ia masih tetap menangis sebab merasa bersalah, apalagi melihat darah yang mengalir din pelipisnya.

"Shh," ringis Albi tak kala Zeta menyentuh kepalanya yang luka.

"Maaf," gumam Zeta.

"Jangan menangis," cegah Albi.

"Gara-gara aku, kamu jadi celaka," lirih Zeta.

Albi yang semula bersender di jok mobil, kini ia merubah posisinya menjadi duduk. Ia menghapus air mata yang mengalir di pipi Zeta, bahkan ia sama sekali tak menyalahkan Zeta atas kejadian ini.

"Ini bukan salahmu, saya tidak apa-apa," jawab Albi.

"Tapi hiks kamu berdarah hiks hiks," isak Zeta.

"Saya tidak apa-apa, ini hanya luka kecil," ujarku memastikan.

"Maaf," gumam Zeta dengan isakan yang semakin menjadi. Ia mengambil hansaplast yang ada di dalam tasnya dan menempelkannya ke luka Albi.

"Punya air?" tanya Albi dan mendapatkan anggukan dari Zeta.

Albi keluar dari dalam mobil, ia melipat ujung kemejanya sebatas siku. Zeta melihat memar di lengan Albi, mungkin itu akibat dari benturan di batu besar. Segera Albi membasuh lengannya dengan air yang Zeta bawa, sakit sekali namun ia bisa menahannya karena tak mau Zeta merasa sedih.

"Sakit?" tanya Zeta.

Albi hanya menggeleng sebagai jawaban, ia membersihkan bajunya. Sekilas ia melihat luka di kaki Zeta, ia berjongkok di depan Zeta dan membersihkan luka itu dari kotoran yang ada di pinggir. Lukanya tak parah, namun tetap saja akan terasa sakit apalagi itu luka goresan.

***

Sementara di tempat lain, Zio berada di ruangan yang cukup gelap di temani oleh beberapa orang berjenis kelamin laki-laki berbadan besar dan kekar. Ia baru saja mendengar kabar bahwa salah satu proyek Albi mengalami kegagalan. Berita yang sangat menarik dan ia sangat berbangga hati.

"Selidiki siapa pelaku penggagalan proyek itu, saya ingin informasi secepatnya!" ucap Zio.

"Baik tuan," jawab salah satu di antara mereka lalu pergi dari sini.

"Bagaimana dengan orang yang hampir dia bunuh?" tanya Zio, dia yang ia maksud ialah Albi.

"Kondisinya tertutup rapat, tak ada celah untuk orang tau."

"Jangan lengah mengawasi sesuatu, saya yakin ada kaitannya dengan itu. Terus awasi adik saya dan berikan informasi yang berkaitan dengan Zeta!" jelas Zio.

Zio menyuruh para bawaannya untuk pergi, kini di ruangan itu hanya ada dirinya sendiri. Tawaan seperti iblis mengemma di ruangan tak terlalu luas ini. Zio mendang vas bunga yang terbuat dari kaca hingga hancur berkeping-keping. Ia kembali bertekad untuk melindungi adiknya sampai kapanpun.

"TAK AKAN KAU BIARKAN KAU MEREBUT ADIKKU, ALBI!"

"KAU MANUSIA MUNAFIK! KAU SAMA SEPERTI MEREKA!"

"KAU BAWA PENGARUH BURUK BUAT, ZETA!"

"TAK AKAN KU BIARKAN KAU HIDUP TENANG!"

Segala macam teriakan Zio terdengar, mata memerah dengan tangan terkepal erat. Membenci satu orang yang dengan berani-beraninya masuk ke dalam kehidupan Zeta.

Baby Twins From Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang