Prolog

662 27 3
                                    

Halo!

Happy reading☺️

***

"Nih lo aja yang piket. Najis gue disuruh nyapu." ucapan ketus serta bantingan sapu yang menyentuh lantai membuat perempuan berambut sepunggung kaget.

"Sapu sampe bersih, kita mau pulang dulu. Awas aja lo ngadu kalau gue gak piket."

Setelah mengatakan itu mereka berdua langsung pergi meninggalkan Seka seorang diri. Seka menatap punggung yang lenyap di balik pintu datar. Perlahan ekspresinya  berubah jengkel. Seka menggertakkan giginya marah. Dia menendang kursi hingga terjatuh.

"Bajingan." Seka mengumpat. Dia melempar sapu yang dia pegang ke pojok kelas. Lalu meraih tasnya dan pergi keluar. "Mereka pikir gue mau piket sendirian kayak gini? Ogah!"

Seka tak berhenti merutuk. Dia menutup pintu kelas rapat. Saat berbalik Seka dibuat terkejut ketika dua laki-laki yang sering mengganggunya berdiri dihadapannya memasang wajah ramah.

"Lo mau pulang?" tanya Reno pada Seka.

Seka mengangguk. Matanya melirik kanan-kiri gelisah. Kondisi sekolah yang sepi membuatnya takut. Seka menunduk. Dia berkata gugup, "A-aku pulang dulu."

"Ya. Hati-hati." Bara tersenyum manis.

Seka mengernyit aneh, tumben sekali mereka bersikap baik padanya. Tapi Seka kembali mengangguk. Lebih baik dia pergi secepatnya. Baru saja kakinya melangkah, pukulan keras pada tengkuknya membuat Seka jatuh tak sadarkan diri.

"Banyak orang jahat."

***

Dia dikejar.

Seka berlari kencang menyusuri koridor kelas sebelas. Nafasnya memburu. Bulir-bulir keringat menyusuri dahinya, seragamnya sudah basah oleh keringat. Di belakangnya Bara dan Reno mengejarnya sambil berteriak marah.

"Woy Seka! Mau kemana lo."

"Cepet kejar. Jangan sampe lepas."

Seka menangis terisak-isak. Wajahnya banjir air mata. Dia ketakutan. Kenapa mereka jahat sekali? Seka tidak mengira jika mereka tega ingin merusaknya. Seka tidak tahu berapa jam dia pingsan, tapi ketika dia membuka mata Seka sudah berada di rofftop sekolah bersama dua laki-laki yang menatapnya kurang ajar. Dia menendang tulang kering cowok itu satu persatu ketika mereka nyaris membuka bajunya lalu kabur.

"Sini lo cewek sialan!" maki Reno teman sekelasnya.

Orang-orang yang mengejarnya semakin dekat. Seka semakin ketakutan. Jantungnya berdegup kencang. Badannya terasa lemas karena berlarian sejak tadi. Seka tersenyum getir. Hidupnya benar-benar sial. Dia selalu mengalami perundungan karena terlalu pendiam. Bahkan beberapa kali terkena masalah hanya karena disukai cowok yang terkenal di sekolahnya.

Jalan buntu.

Mata Seka membulat. Dia mundur beberapa langkah ketika mereka mendekatinya.

"Gak bisa kemana-mana lagi lo!" Bara menyeringai.

"P-pergi." ucap Seka gugup. Tidak ada jalan keluar. Baru pertama kali Seka menyesali sekolahnya yang terlalu besar. Seka berhenti begitu tubuhnya terbentur dinding pembatas balkon. Tubuhnya merinding saat melihat ke bawah. Sudah dipastikan dia langsung mati jika terjatuh.

"Bisa ngomong lo?" Reno tertawa mengejek.

"Tarik tangannya, Ren. Gue mau kasih pelajaran buat dia." seru Bara.

"Lepas." Seka memberontak. Kedua tangannya ditarik paksa. Seka berjalan terseret-seret. "LEPAS!"

"Bisa diem gak lo hah?" bentak Reno emosi ketika Seka terus saja memberontak sepanjang jalan. Dia mendorong penggung Seka kuat hingga perempuan itu jatuh terguling dari tangga. Darah mengalir deras dari kepalanya.

"Kenapa lo dorong bangsat?!" Bara berkata emosi. Dia menarik kemeja Reno marah. "Kalau dia mati kita bisa masuk penjara!"

"Gue gak sengaja. Dia bikin gue kesel." Reno mengusap wajahnya frustasi. "Mending kita kabur sebelum ada yang liat."

***

Perlahan gadis itu membuka mata. Sedikit meringis merasakan dahinya yang terasa perih. Seka melihat sekitar.

Dimana?

"Kamu gak pa pa?"

Seka mengerutkan dahi heran. Menatap perempuan yang sedang jongkok dihadapannya sambil memasang wajah khawatir.

Siapa?

"Ghaiska." suara itu terdengar merdu. Wajah cantiknya membuat Seka tertegun. "Tadi aku nemuin kamu pingsan dikamar mandi, kamu kenapa?"

"Hah?" Seka melongo. Pingsan dikamar mandi? Maksudnya apa? Tapi saat mendengar nama yang perempuan sebutkan tadi Seka termenung.

Ghaiska?

"G-Ghaiska?" beo Seka gugup. Tubuhnya gemetar. Ekspresinya terlihat linglung. Dia menutup mulut terkejut ketika mengingat nama yang terasa familiar  itu. Seka berkata ragu, "Ghaiska Lavana?"

"Ya, kamu lupa?" Erita semakin khawatir. Tatapannya teralih pada dahi Seka yang terluka. Dia mengulurkan tangan nyaris menyentuhnya sebelum Erita urungkan setelah mengingat Seka tidak suka disentuh olehnya.

Ghaiska Lavana.

Wajah Seka memucat. Nama itu mirip seperti novel yang dia baca. Seka pikir setelah dia jatuh dari tangga dia akan mati. Namun, dia dihidupkan kembali menjadi antagonis yang mati ditangan tokoh utama. Seka ingin menangis saja. Ngapain dia hidup kembali hanya untuk mati lagi?

HAHAHA ANJING!

Seka mengumpat dalam hati.

"Ada yang sakit?" Erita bertanya lembut. "Ayo kita ke UKS aja."

Seka mengangguk. Dia berdiri. Hampir terjatuh jika saja Erita langsung merangkul bahunya cepat.

"Hati-hati." Erita berkata panik. "Aku tuntun sampe UKS, ya?"

"Ya."

Melihat Seka tidak menolak dia rangkul bahkan mengiyakannya, Erita tersenyum lebar. Baru saja mereka ingin keluar dari toilet, seseorang mendorong Seka keras hingga menubruk dinding di belakangnya.

"Akh!" Seka menjerit kesakitan.

"Ghaiska, udah berapa kali gue bilang?" suara pria itu terdengar dingin. "Jangan pernah gangguin Erita, lagi!"

***

Next?🙂

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang