Halo!
Kalian nemu cerita ini dimana? Cuma nanya itu hehe.
Happy reading:)
****
Malam Minggu yang harusnya dia gunakan untuk bersantai-santai di kasur seketika hancur ketika Erita, Gavrill, Cullen, dan Pana datang ke rumahnya. Memaksanya ikut setelah dia tolak berkali-kali. Kini mereka berada di pasar malam. Beberapa wahana seperti bianglala, kereta api mini, komidi putar sudah mereka coba.
Seka memalingkan wajah. Tidak memperdulikan Erita yang memohon dengan wajah melas.
"Iska, ayo naik itu." tunjuk Erita pada wahana kora-kora mini. Seminggu berlalu Erita sudah keluar dari rumah sakit. Lebam-lebamnya perlahan menghilang. Cewek itu menatap Seka penuh harap.
Seka mendongak. Menatap orang-orang yang berteriak histeris begitu wahana bergerak cepat. Beberapa bahkan terlihat nyaris pingsan. "Y-yang lain aja. Itu nggak bagus." Seka berkata terbata-bata.
"Aku pengin yang itu." Erita tersenyum lebar.
Seka menelan ludah. "K-kalo gitu kamu sama Gavrill aja. Aku nunggu di sini."
Binar mata Erita meredup. Dia tersenyum sedih. "Kamu nggak mau?"
"P-perut aku mules." Seka beralasan. Mau gratisan pun dia tidak sudi naik wahana itu. Membayangkan saja dia sudah dibuat mual. Tatapan Seka beralih pada Cullen dan Pana. "Ajak Cullen sama Pana. Mereka pasti mau."
"Gue abis makan ntar muntah." Pana menggeleng. Diam-diam dia bergeser ke belakang Cullen lalu mendorongnya. "Cullen katanya mau."
"Nggak usah dorong-dorong njing!" Cullen mengumpat. Dia melirik sekilas wahana kora-kora itu saat nyaris berputar seratus delapan puluh derajat. Membuat orang-orang berteriak kencang ketakutan. Walaupun versi mini dia sedikit ngeri dengan wahana itu. Cullen berdeham. Otaknya memikirkan alasan yang tepat untuk menolak. "Sorry, k-kepala gue pusing."
"Erita maunya sama lo. Mendingan cepet naik terus kita pulang." ujar Gavrill. Cowok itu menenteng jajanan milik Erita.
Seka berkedip dua kali. Sadar jika mereka hanya beralasan saja. Seka menghembuskan napas kasar. Erita terlihat murung. Dia merasa tidak enak. Apalagi karena Erita, Cullen dan Gavrill bersikap lebih baik padanya.
Tapi... dia benar-benar tidak bisa.
Seka menggeleng. "Kalo naik wahana itu aku bisa mati."
"Alay lo." Pana tertawa.
"Padahal kita pernah naik waktu dulu, Ka." Erita menjawab bingung. Tangannya menyelipkan rambut ke sisi telinganya. "Kamu nggak pa pa."
"Kapan?"
"Dua tahun yang lalu."
Seka melongo. Dua tahun yang lalu artinya saat dia kelas satu SMA. Ghaiska yang merasakannya, bukan dirinya. Seka tersenyum masam. "Itu udah terlalu lama."
"Keburu malem cepet." ucap Gavrill malas. Cowok itu membuka jaketnya lalu memasangkannya ke tubuh Erita. "Biar kamu nggak dingin."
"Makasih." Erita menoleh pada Gavrill lalu tersenyum. Dia kembali menatap Seka. "Kamu jangan khawatir aku bakal jagain kamu."
"Kalo wahana lain aku mau ikut." Seka tetap menggeleng.
"Tapi aku pengen yang itu."
Keras kepala. Seka mencibir dalam hati.
"Lama lo." Cullen berdecak. Dia menyuruh Pana membeli tiket. "Pan, sana lo beliin tiket."
"Jang-," terlambat. Pana telah beranjak pergi. Tak lama dia kembali sambil membawa dua buah tiket. Lalu menyerahkannya pada Seka dan Erita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekalantha
Teen FictionSeka Alantha tidak mengira setelah jatuh dari tangga dia bertansmigrasi ke dalam novel yang dia baca. Menjadi tokoh antagonis yang dibenci semua orang. Ghaiska Lavana. Cewek galak, agresif, dan kasar. Akan mati ditangan tunangannya dan kakak kandun...