5

279 19 1
                                    

Maaf kalau updatenya lama, rasa males saya terlalu dahsyat haha:p

Yok vote & komen dulu biar saya semangat nerusin ini cerita...

Happy reading:)

***

"Pulang gue anter." ucapan dengan nada datar itu membuat Seka yang sedang menulis menoleh. Menatap Gavrill yang berdiri di depan mejanya sambil memasukkan kedua tangannya disaku celana. "Jangan coba-coba kabur lagi."

Bibir Seka mengatup saat Gavrill mengimbuhkan, "Gak usah cosplay lagi jadi gembel."

"Denger?"

Seka mengangguk. Dia nyaris mengumpat saat Gavrill menepuk kepalanya beberapa kali diakhiri tabokan keras pada kepalanya. Lalu dengan santai melangkah pergi ke tempat duduknya. Bergabung dengan Cullen dan Pana yang sedang bermain game.

Anjing!

Seka langsung beristighfar dalam hati setelah mengumpat. Tidak terhitung sudah berapa banyaknya dia mengumpat sejak masuk dunia ini. Dosa-dosanya mungkin bertambah banyak. Sudah jelas penyebabnya adalah tunangannya sendiri.

Bel istirahat berbunyi. Seka membereskan bukunya lalu memasukannya ke dalam tas. Dia berjalan keluar kelas menuju kantin. Membeli sepiring nasi goreng dan es teh manis. Tadi pagi dia tidak sempat sarapan, perutnya terasa perih membuat Seka terpaksa ke kantin.

"Iska." panggilan itu membuat Seka menoleh. Erita melambaikan tangan menyuruh Seka yang sedang berdiri kebingungan mendekat. "Di sini kosong."

Seka mengerjap. Niatnya dia ingin makan sendirian dipojok kantin. Tapi ketika Erita memanggilnya dia menjadi bingung. Masalahnya disana ada Gavrill, Cullen, dan Pana. Orang-orang yang jelas membencinya. Ah tidak, sebenarnya yang membencinya banyak sekali. Orang-orang yang selama ini Ghaiska buli mungkin saja dendam kepadanya. Berusaha mencari celah untuk menjatuhkannya. Apalagi jika mereka tahu sekarang dia lemah, sudah pasti hanya menunggu waktu Seka akan hancur.

Seka berjalan menuju pojok kantin sambil menunduk. Mengabaikan tatapan yang mengarah padanya.

Mereka udah baikan?

Tumben dia mau gabung sama mereka.

Kenapa Ghaiska gak marah sama Erita lagi?

Mungkin mereka memang udah baikan.

Gue gak percaya. Paling tuh cewek cuma sandiwara.

Shttt... Jangan keras-keras nanti kita kena hajar.

Bisikan itu terdengar ramai.

"Kamu duduk di samping aku aja." Seka mengangguk. Dia duduk disamping Erita dengan tenang. Pura-pura buta saat dua pasang mata menatapnya tak suka.

"Pergi. Kita gak butuh tambahan iblis." Gavriil berkata dingin.

"Jangan kayak gitu." jawab Erita lembut. Dia menoleh menatap Gavriil sejenak lalu mentap Seka kembali. "Omongan Gavriil gak usah dimasukin hati ya, Ka."

"Er, dia udah nyakitin kamu. Ngapain kamu masih baik sama dia?" protes Gavrill. Jelas tidak menyukai dari reaksinya.

"Bagi aku Iska tetep sahabat aku. Kalau kamu ngusir Iska, aku bakal marah sama kamu." ucapan dengan nada tegas itu membuat Gavriil berdecak.

"Terserah."

Melihat ekspresi Erita yang merasa bersalah, Cullen menengahi. "Selagi Ghaiska gak buat masalah biarin aja dia disini. Lagipula kalau dia berulah tinggal pukul aja mukanya."

Seka mendongak menatap Cullen tak menyangka. Sadar diperhatikan Cullen balas menatap Seka sinis. "Apa lo?"

"Jahat."

"Padahal kamu laki-laki tapi beraninya sama perempuan."

"Lo yang jahat! Bukan gue!" Cullen berseru tidak terima. Dia menoyor kepala Seka yang duduk dihadapannya menggunakan garpu pelan. Namun karena ujung garpu yang tajam, membuat dahi Seka berdarah.

"Sakit!" Seka menjerit. Luka benjol di dahinya yang baru saja sembuh kini terluka lagi. Seka mengusap dahinya yang berdarah menggunakan tisu. Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan tangis. "Kasar. Kamu bener-bener kasar!"

Cullen cengo. Dia gelagapan saat Seka menangis. "E-eh sorry. Gue gak sengaja sumpah." seru Cullen panik.

"Cullen aku gak nyangka kamu sejahat itu." Erita memasang wajah kecewa.

"G-gue gak sengaja, Er."

"Hayoloh." Pana mengompori. Dia tertawa ketika Cullen ketakutan.

"Lo juga kenapa nangis cuma luka sekecil itu?!" Cullen membentak. Dia pernah memukul, menampar, bahkan menendang Ghaiska ketika gadis itu berulah. Tapi cewek itu tidak pernah menangis, malah membalas perlakuannya lebih kejam. Bukan seperti ini. Menangis terisak-isak seperti anak kecil.

Seka mengucek-ngucek matanya. Badannya bergetar berusaha berhenti menangis. Segala permasalahan yang datang tiba-tiba dihidupnya membuat Seka tertekan. Sekarang dia mudah menangis dengan hal-hal kecil. "I-ini itu sakit! Kamu emang jahat."

Cullen membuka mulutnya ingin membalas perkataan Seka lagi sebelum bibirnya mengatup ketika Erita pergi sambil menggandeng pergelangan tangan Seka menuju UKS. Cullen memasang wajah murung mendengar kata-kata Erita sebelum  mereka pergi.

"Aku marah sama kamu."

Aku marah sama kamu.

Aku marah sama kamu.

Aku marah sama kamu.

Kalimat itu seolah-olah berdengung di telinganya. Dia dibenci sang pujaan hatinya. Hanya karena cewek sialan itu.

Ekspresi Cullen memburuk.

"Mampus lo." Gavriil tersenyum menghina. Wajahnya terlihat berseri-seri. Dia cukup puas melihat Cullen yang nelangsa. Dia tahu Cullen menyukai pacarnya. Gavrill kira Cullen akan menikung dirinya dari belakang. Namun dia lega ketika Cullen tidak berbuat apa-apa saat mendengar kabar mereka berpacaran. Hanya saja cowok itu sering kali dibuat jengkel ketika Cullen menatap Erita penuh cinta.

"Dadah beb. HAHAHAHA!" Gavriil terbahak-bahak sambil berlari menyusul Erita. Tidak peduli saat sekitarnya menatap dirinya horor.

"Lo mau ninggalin gue juga, Pan?" Cullen menoleh cepat pada Pana saat cowok itu berdiri. Pana cengengesan. Dia menepuk pundak Cullen dua kali.

"Sorry, nih. Bukannya gak setia kawan, tapi gue agak geli kalau duduk berdua sama lo doang. Kayak pasangan gay njing." ucap Pana lalu berlari meninggalkan Cullen.

"Bangsat lo Pan."

***

Maapkan kalau bab ini gak jelas dan semakin gak nyambung. Kepala saya pusing mikirin alur cerita padahal baru bab 5. Hadeh.

Next?🙂

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang