Bab ini lumayan panjang. Menurut saya sih nggak tahu menurut kalian#plak
Happy reading:)
***
"Ghaiska, lo habis dari mana?!" Pana bertanya khawatir. Dia bergegas menghampiri Seka saat cewek itu berlarian di lorong rumah sakit yang ramai. Membuat beberapa orang yang tersenggol menegur Seka kesal.
"Lo nggak denger dokter bilang apa? Harus banyak istirahat. Lo masih belum sembuh." ucapnya saat sudah berada di hadapan Seka.
"Aku udah sembuh kok!" Seka berdusta. Nyatanya lukanya masih terasa sakit. Apalagi kepalanya terasa pusing karena berlarian. Mendengarnya Pana berdecak. Dia menekan kedua pipi Seka yang lebam dengan gemas. Membuat siempunya memekik kesakitan. "Sakit!" serunya sambil menepis tangan Pana kasar.
"Masih mau bilang udah sembuh?"
Seka cemberut. Dia menatap Pana memusuhi. "Kamu makin nyebelin."
"Sorry." Pana menghela napas. Dia mengusap pipi Seka yang dia tekan tadi. Lembut sekali. Pana tertegun. Tidak mengira cewek urakan macam Ghaiska memiliki kulit selembut ini.
"Pana?" Seka memanggil bingung. Dia menatap Pana heran saat cowok itu tidak berhenti mengelus pipinya. "Lukanya udah nggak sakit."
"..."
"Pipi aku udah nggak sakit." kata Seka ulang. Dia sedikit risih saat beberapa orang yang lewat memerhatikan mereka berdua. "Bisa jauhin tangan kamu sekarang?" tanya Seka sambil menyentuh punggung tangan Pana. Membuat cowok itu mengerjap kaget.
"E-eh, sorry." Pana segera menarik tangannya kembali. Memalingkan wajahnya ke arah lain sambil berdeham canggung.
Sial. Kenapa gue sampe kebablasan gini? Pana lo bego banget sih?! Ghaiska pasti risih pas gue pegang pipi dia. Tapi tadi... pipi Ghaiska bener-bener lembut. Rasanya gue nggak pernah nyentuh pipi selembut dia.
Semakin memikirkannya, Pana merasa udara di sekitarnya menjadi panas. Dia menutup wajahnya dengan punggung tangan. Menutupi mukanya yang mulai memerah.
Seka mengangguk. Dia mengernyit saat melihat telinga Pana yang memerah.
Seringkali gue liat muka atau telinga Pana yang merah. Dia kepanasan kah? tanya Seka dalam hati. Lalu mengangguk-angguk saat mengingat jika orang putih memang terlalu sensitif. Mungkin dia memang kepanasan. Apalagi Pana termasuk jajaran cowok yang paling putih.
"Aku tadi pergi jenguk Kakak." ucap Seka membuka pembicaraan. Dia mendongak menatap Pana berbinar. "Kondisi dia baik-baik aja. Dan kamu tahu? Kakak juga minta maaf ke aku lho hehe. Aku bener-bener nggak nyangka." curhatnya sambil tersenyum lebar.
"Ghaiska, gue pikir sebaiknya lo jangan deket-deket Kakak lo dulu." Pana berkata hati-hati. Dia tidak ingin merusak suasana hati Seka yang sedang senang, tapi Pana hanya tidak ingin Seka kembali terluka. Mereka tidak tahu jika Alve itu benar-benar tulus atau sekedar berpura-pura.
"Tapi Kakak udah minta maaf." Seka menggeleng. Dia rasa Alve tidak mungkin berbohong. Sorot matanya yang biasanya tajam berubah terlihat bersalah.
"Lo jangan terlalu naif." Cullen yang baru saja datang berkata ketus. Disisinya Gavrill dan Erita mengangguk menyetujui ucapan Cullen. "Bukan berarti setelah permintaan maaf dia semua perbuatan yang Kakak lo lakuin bisa berubah gitu aja."
Seka menggeleng. "A-aku yakin Kakak nggak kaya–,"
"Ghaiska." panggil Cullen tajam. Dia sudah tahu kondisi keluarga Seka. Erita sudah menceritakannya. Jika dia menjadi Alve pun, Cullen yakin akan melakukan hal yang sama. Apalagi setelah mengetahui alasan dia dibenci kedua orangtuanya karena cewek di hadapannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekalantha
Teen FictionSeka Alantha tidak mengira setelah jatuh dari tangga dia bertansmigrasi ke dalam novel yang dia baca. Menjadi tokoh antagonis yang dibenci semua orang. Ghaiska Lavana. Cewek galak, agresif, dan kasar. Akan mati ditangan tunangannya dan kakak kandun...