18

173 15 0
                                    

Jantung Seka berdegup kencang ketika Levi dan kedua temannya menghampirinya. Keringat dingin menyusuri dahinya. Ditambah puluhan mata mengarah padanya membuatnya gugup setengah mati. Jika menurut logika sebaiknya dia harus tenang dan tidak melakukan tindakan yang mencurigakan. Tapi masalahnya seringai di wajah Levi seperti om-om pedofil yang telah mendapatkan mangsanya. Membuat Seka merasa takut.

Oleh karena itu sebelum Levi dan kedua temannya mendekatinya, Seka segera berdiri, lalu meraih tasnya dan berjalan memutar untuk keluar kelas. Jalannya begitu tergesa-gesa membuat Levi yakin jika cewek itu yang dia cari.

"Dendy, Fadil, kalian jaga pintu!" meski sempat bingung dengan ucapan Levi tapi mereka tetap patuh dan menjaga didepan pintu.

Mendengarnya Seka dibuat semakin ketakutan, tapi dia berusaha tetap tenang. Seka menoleh ke belakang, lalu yang awalnya dia berjalan tenang berubah lari saat Levi mulai berlari mengejarnya. Beberapa teman sekelasnya memekik kesal saat Seka tidak sengaja menyenggolnya.


Setan biadab ngapain dia ngejar gue?!! umpat Seka dalam hati.


"Woy berhenti woy!!" Levi berteriak.

Seka tidak memperdulikan teriakan Levi. Dia justru dengan nekat menarik meja asal lalu menggesernya agar menutup akses jalan. Tindakan yang tidak berguna karena setelahnya Seka dibuat melongo ketika cowok itu dengan mudah melompatinya.

Buset kayak kura-kura ninja.

"Den, hati-hati cewek itu bentar lagi kesini!" Fadil berseru panik saat Seka sudah di depan mata. Membuatnya sedikit ngeri karena mata cewek itu memelototinya beringas. Seolah berkata jika mereka tidak segera menyingkir mereka akan mati sekarang juga.

"Iya." Dendy mengangguk. Lalu dia menelan ludah dan menoleh pada Fadil. "T-tapi kenapa tuh cewek ngambil penggaris kayu, ya? Dia nggak ada niat buat mukul kita, kan?" katanya cemas saat Seka meraih penggaris kayu di meja guru lalu mengangkatnya seperti senjata.

"Minggir!" Seka berteriak.

"Kita nggak boleh minggir, Den!" Fadil berseru teguh. Dendy mengangguk.

"Ya! Sampai kapanpun kita akan disini apapun yang terjadi." Dendy merentangkan tangannya waspada.

"Cepet minggir!!" Seka kembali berteriak.

"Sampe kapanpun kita nggak akan minggir!!" jawab Dandy tak gentar.

"Lo mending nyerah aja!" Fadil berseru keras.

Seka menggertakkan giginya geram. Rasa panik yang luar biasa membuatnya takut dan juga kesal. Apalagi Dandy dan Fadil tidak juga menyingkir dari pintu. Dia mengacungkan penggaris kayu itu bersiap menghajar mereka berdua jika mereka tidak segera menyingkir.

"GUE BILANG MINGGIR ANJING!!!" Seka berteriak lebih kencang. Kali ini bukan hanya Dandy dan Fadil yang terkejut tetapi seluruh teman sekelas yang mendengarnya dibuat kaget.
Hingga menganga lebar karena tidak pernah mendengar Seka mengumpat penuh nafsu seperti itu.

"Fad, kita minggir aja!" Dandy terlihat takut. "Dia bawa senjata! Bahaya kalo dia beneran pukul kita! Hidung gue aja masih sakit jangan sampe harus kena pukul rotan juga." Pekiknya panik.

"Iy–"

"Tetep jaga pintu!" Levi berteriak. Memperingati Dandy dan Fadil tajam. "Awas kalo kalian sampe minggir!"

"Tapi bos– AKH SAKIT BANGSAT!!!" Dandy berteriak kesakitan saat Seka memukulkan penggaris itu ke lengan Dendy. Tidak terlalu keras tapi tetap saja sakit karena terbuat dari rotan. Lalu disusul pekikan dari Fadil kala Seka memukulkan penggaris itu pada bahunya. Kemudian Seka menubruk kencang mereka berdua hingga Dandy dan Fadil terjungkal. Sialnya saat terjatuh tangan Dendy meraih kaki Seka membuat siempunya nyaris tersungkur jika saja dari belakang Levi tidak segera memegang tas Seka.

"Lo cewek bukan sih? Kasar banget." Dandy mendumel setelah berdiri dengan tegak. Bokongnya terasa sakit sekali ketika menghantam ubin yang keras. Kemudian dia membantu Fadil untuk berdiri.

"Lo juga ngapain pukul-pukul segala pake penggaris?!" Fadil berdecak jengkel. Merasa malu jatuh didepan pintu dan ditertawakan oleh mereka. "Kalian nggak usah ketawa! Mau gue pukul hah?!"

"Aku udah bilang minggir!" Seka membela diri. Dia memberontak kasar ketika Levi tidak melepaskan tasnya. "Lepasin tas aku! Kita nggak kenal sama sekali ya!!" ucapnya kesal pada Levi.

"Fad, cepet ambil penggarisnya. Jaga-jaga sapa tahu nanti nih cewek mukul kita lagi." suruh Dendy pada Fadil. Fadil mengangguk, dia segera mengambil penggaris itu namun Seka enggan melepaskan hingga terjadi adegan tarik menarik sebelum Fadil menjulurkan lidah berancang-ancang ingin menjilat tangan Seka membuat Seka jijik hingga mau tak mau melepaskannya.

"Bawa sini penggaris aku!"

"Penggaris aku?" Dandy mencibir. "Penggaris sekolah kalii."

Dibalik masker wajah Seka memerah kesal.

"Bos ngapain nahan dia sih? Emang dia cewek yang bos cari?" tanya Fadil merasa bingung.

"Kan dia rambutnya sebahu doang bos." Dandy ikut menyahut.

Levi terkekeh. Merasa temannya terlalu bodoh. Dia menarik pelan rambut Seka dari dalam baju menggunakan tangannya yang bebas membuat Dandy dan Fadil melongo.

"Lah kita bego ternyata, Dil."

Seka menoleh ke belakang, menatap kesal Levi. Tangannya memukul tangan Levi keras namun siempunya terlihat biasa saja. "Tasnya jangan ditarik-tarik ntar rusak!" ucap Seka kesal.

"Bos dari tadi diem aja, lo yang tarik-tarik bego." sahutan Dandy membuat Seka melotot jengkel.

"Aku nggak ngomong sama kamu!"

"Buset galak amat lo."

"Lepasin tas aku, kita nggak saling kenal. Lagipula aku bukan cewek yang kamu cari. Kamu salah orang!" jika saja Seka mempunyai tas lagi, dia akan melepaskan tasnya dan memilih kabur. Sayangnya dia hanya punya satu sehingga dia harus mempertahankan tasnya jika tidak ingin hilang.

"Nggak kenal?" Levi terkekeh pelan. Dia mengulurkan tangan dengan mudah melepaskan masker Seka lalu membuangnya asal. Muka Seka memerah. "Yaudah ayo kenalan. Gue Levi cowok yang mergokin lo lagi baca novel me–"

"BU EKA!" Seka memanggil keras. Matanya melotot ke depan sana membuat Levi, Dendy, dan Fadil mengikuti arah pandang Seka. Memanfaatkan kelengahan Levi, Seka menyikut perut Levi keras membuat cekalan pada tasnya terlepas. Levi meringis kesakitan. Sementara Seka segera berlari.

"Mana Bu Eka?" Dandy menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Nggak tahu. Heh lo boho–" ucapan Fadil terhenti ketika menyadari tidak ada Seka. "Bos dia kabur bos!" tunjuknya pada Seka yang sudah berlari menjauh.

"Nggak usah dikejar." Levi menggeleng ketika kedua temannya ingin mengejar. Dia memegang perutnya yang terasa nyeri. Matanya menatap punggung Seka lamat. Lalu tertawa ketika Seka menoleh sambil menjulurkan lidah dengan kedua tangan menarik matanya masing-masing hingga menyipit. Bermaksud mengejeknya.

"Bos dia ngejek kita bos!" seruan Fadil dan Dandy dia abaikan. Levi mengusap wajahnya pelan. Kepalanya mendongak melihat palang kelas yang terpajang di depan kelas.

XII IPS 4

Ya, setidaknya dia sudah tahu dimana kelas cewek itu berada.

***

Terimakasih yang sudah vote~







SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang