22

154 18 4
                                    

Votenya~

***

Jam ketiga hingga ke empat adalah jam kosong. Guru yang mengajar berhalangan masuk karena sedang sakit sehingga mereka hanya di perintahkan mengerjakan tugas, lalu di kumpulkan sebelum bel istirahat berbunyi. Tetapi tidak ada yang mengerjakan. Sebagian dari mereka lebih memilih keluar kelas membuat keributan, sisanya hanya bermain hp atau bergosip ria.

Seka sempat dibuat heran. Mereka terlihat bodo amat dengan tugas yang diberikan. Lalu ada salah satu dari mereka yang berseru seperti ini ; ngapain buru-buru ngumpulin? Tenang teman-teman masih ada hari esok.

Sebenarnya Seka ingin mengerjakan, tapi tidak jadi saat tahu itu adalah mapel matematika. Sedangkan Erita, Cullen, dan Pana mereka sama saja dengannya. Gavrill yang paling rajin cowok itu dengan patuh mengerjakan. Sesekali dahinya mengkerut saat membaca soal.

Nggak heran kenapa Gavrill jadi incaran banyak cewek di sekolah.

"Erita, aku nggak mau." Seka menggeleng ketika Erita meraih tangannya ingin mewarnai kukunya dengan kutek yang dia bawa dari rumah.

"Hasilnya bagus lho. Aku udah coba waktu dirumah." Erita meletakkan kedua tangannya di atas meja menunjukan sepuluh jari lentiknya yang sudah terpoles kutek berwarna hitam.

"Jelek. Mirip nenek lampir." Seka menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung.

"Maksud lo Erita kayak nenek lampir?" menaruh hpnya dalam saku, Cullen melototi Seka galak.

Seka menggeleng. "Enggak. Kalo di pake Erita engh ... macam Putri kerajaan." Seka berkata melebih-lebihkan. Lalu balas menatap Cullen penuh permusuhan. "Kamu nggak usah ikut campur, aku masih kesel sama kamu!"

"Lebay." Cullen mencibir.

"Cullen." Erita menatapnya memperingati.

"Oke, sorry." Cullen menghela napas. Lalu merubah nada suaranya agar terdengar lebih baik. "Gue udah minta maaf sama lo. Lupa?"

"Kapan?" tanyanya penasaran. Seingatnya sejak kemarin Cullen tidak meminta maaf sama sekali padanya. Cowok itu bahkan tidak datang saat dia di bawa ke UKS. Lalu ketika berpapasan dengannya juga seperti tidak punya dosa. Hanya meliriknya sekilas seperti orang asing.

"Coba lo inget-inget."

"Kapan, sih?"

"Ck, waktu gue baru berangkat." Cullen berdecak kesal.

"Maksudnya pas kamu berdiri di depan meja aku?" Seka bertanya ragu. Ya, memang saat pagi Cullen yang baru saja datang berjalan menghampirinya. Berdiri di depan mejanya tanpa mengatakan apapun selama satu menit, lalu beranjak ke tempat duduknya dengan tenang. Membuat Seka yang sedari tadi memerhatikan plonga plongo tidak paham.

"Ya."

"Kamu nggak minta maaf. Cuma diem doang."

"Gue udah minta maaf." Cullen mulai nyolot.

"Kapan? Aku nggak denger." Seka menjawab gemas.

"Berarti lo tuli." Cullen tersenyum menghina. Sedangkan Seka menatapnya geram. "Gue udah minta maaf sama lo tiga kali."

"Dimana?!" Seka menyahut jengkel. Mulai kehabisan sabaran menghadapi Cullen yang bertele-tele.

"Di dalam hati." Cullen menyahut sambil meletakan kedua tangannya di dada letak dimana jantung berada. Ekspresinya begitu memjiwai. Membuat Seka yang melihatnya menjadi emosi jiwa. "Kata orang permintaan maaf yang paling tulus berasal dalam hati."

"Kamu-!" Seka menatap Cullen penuh emosi. Rasa ingin menggampar begitu menggelora. Nafasnya memburu. Dia sudah mengingat-ingat susah payah dan Cullen menganggapnya bercanda? Seka mengepalkan tangan kesal.

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang