20

161 15 1
                                    

Tiga bulan berlalu, Seka berteman dengan Levi. Walau sedikit menyebalkan Levi adalah orang yang baik dan tulus padanya. Dia pendengar yang baik saat Seka bercerita, membuat Seka merasa nyaman berdekatan dengannya. Kemanapun Seka pergi Levi dengan setia mengikutinya.

Kedekatan mereka berdua membuat sekolah heboh. Menganggap Seka dan Levi berpacaran. Eksistensinya yang biasanya diabaikan kini menjadi pusat perhatian. Dimana Seka berada dia selalu mendapatkan tatapan jijik dan sinis seolah dia mahkluk paling rendahan sedunia.

Bahkan salah satu dari mereka berani menguntitnya, mencari informasi tentang dirinya. Lalu menyebarkan berita jika dia adalah anak orang miskin. Hanya memanfaatkan kekayaan Levi untuk kepentingannya sendiri. Membuat Seka mengalami perundungan yang parah.

Cewek miskin nggak tahu diri! Lo pikir Levi mau sama lo?!

Maksud lo apa deket-deket sama Levi?  Mau morotin uangnya doang kan lo?!

Anak orang miskin kayak lo nggak usah banyak ngimpi! Levi cuma main-main aja sama lo!

Jauhi Levi. Dia nggak pantes buat lo!

Dasar jalang!

Rentetan hinaan dan makian itu terdengar begitu keras saat dia lewat. Membuat Seka menunduk menahan rasa sakit yang menusuknya.

Tapi tidak apa-apa.

Selama Levi tetap berada di sisinya dan selalu ada untuknya ... Seka akan tetap bertahan. Dia tidak akan mempermasalahkannya.

Levi adalah teman satu-satunya yang dia miliki.

Dan dia tidak ingin kehilangan Levi.

Seka berjalan riang menuju rooftop sekolah. Tangannya memeluk kotak bekal erat. Bibirnya mengukir senyum bahagia. Hari ini dia sengaja membawa bekal ke sekolah untuk Levi, Seka sendiri yang memasaknya saat subuh. Bahkan jarinya sampai terkena pisau karena kurang berhati-hati.

Levi pasti kaget gue buatin bekal buat dia.

Seka tersenyum lebar membayangkan reaksi Levi. Tangannya terulur meraih kenop pintu sebelum gerakannya terhenti saat mendengar suara di dalam sana.

"Bos, lo beneran suka sama Seka?"

Itu suara Fadil. Seka menempelkan telinganya ke pintu agar mendengar pembicaraan mereka lebih jelas.

"Nggak lah ya kali. Lo inget cerita gue tentang buku diary-nya kan?"

"Oh, yang bos bilang dia dari SD nggak punya temen sama sekali?" Dendy menyahut. "Emang kenapa bos?"

"Sebenarnya gue deketin dia karena dia ... Menyedihkan?" Levi berucap santai. Dia menegak air mineral hingga setengah lalu melanjutkan ucapannya. "Bayangin aja lo pada, dari SD sampe sekarang nggak punya temen sama sekali rasanya gimana tuh? Gue jadi kasihan dan coba deketin dia."

"Tega lo bos." Fadil menggeleng tak percaya. "Kalau Seka tahu dia bisa marah sama lo."

"Cewek menyedihkan kayak dia bisa apa? Seharusnya dia terimakasih sama gue karena gue mau jadi temennya satu-satunya." Levi tersenyum meremehkan.

Menyedihkan, ya?

Senyum di wajah Seka memudar.

"Gue kira lo naksir sama dia bos."

"Dih." Levi mendecih jijik. "Banyak cewek yang lebih cantik dan sempurna, ngapain gue suka dia? "

"Bos lo mabok?" Dendy bertanya heran. Tidak mengira Levi akan berkata sekejam itu. "Terus ngapain lo susah-susah nyariin dia bos?"

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang