28

156 11 1
                                    

"Kalo aja lo nurut sama gue, lo nggak akan kayak gini." Bima berkata remeh. Melempar tubuh Seka kencang hingga menubruk dinding. Seka terbatuk-batuk.

Wajah cewek itu pucat pasi. Napasnya terengah-engah. Setelah Bima menemukannya, tanpa belas kasihan cowok itu menjambak rambutnya, menyeretnya seperti binatang lalu membawanya kembali menuju kamar. Menulikan pendengarannya saat dia menjerit kesakitan. Seka mencoba melawan hanya untuk mendapatkan tamparan keras pada pipinya.

Dari pada nurutin nafsu bejat lo mendingan gue mati!

Seka berteriak dalam hati. Menyorot Bima penuh amarah.

"Kenapa ngeliatin gue kayak gitu? Mau marah?" Bima tertawa. Berjongkok di depan Seka sambil menepuk pipinya pelan. Seka menggigit tangannya kencang. Melihat darah mengalir dari tangannya, Bima melotot marah. Dengan kesal dia menjambak rambut Seka lalu membenturkannya kepalanya ke ubin.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

"Ini akibatnya lo berani sama gue!" bentak Bima. Menghempaskan kepala Seka kasar.

Mama, sakitt ...

Seka merintih kesakitan. Air matanya mengalir deras. Dia memegang kepalanya yang terasa pening dan sakit. "K-kak, am-pun." ucapnya memohon.

Seka tidak paham. Kesalahan fatal apa yang Ghaiska lakukan hingga Bima dengan kejamnya membalas seperti ini? Perbuatan cowok itu terlalu di luar batas.

"Ampun?" Bima memiringkan kepalanya. Balas menatap Seka dengan sorot merendahkan. "LO BILANG AMPUN?!" Bima berteriak murka.

Seka memejamkan matanya takut. Dia meringkuk di sudut ruangan.

"Ghaiska. Ghaiska. Ghaiska. Lo lupa perlakuan lo ke gue?" Bima tersenyum kosong. Dia mengusap rambut Seka yang berantakan. "Kenapa lo nolak gue?" tanyanya kecewa.

Bima masih mengingatnya jelas penolakan Ghaiska yang menyakitkan. Bukan hanya menolaknya, cewek itu justru menghinanya di depan umum. Membuat Bima di tertawakan teman-temannya.

Seka tidak mengerti omongan Bima, tapi dia tetap meminta maaf. "K-kak, aku minta maaf."

"Setelah lo perlakuin gue seenaknya, dengan gampangnya lo bilang maaf?" Bima berkata datar. Dia mencengkeram dagu Seka kencang. Sorot matanya penuh dendam. "Semua itu nggak bisa ngerubah apapun kesalahan lo." tekannya tajam.

Seka mendongak menatap langit-langit kamar dengan pandangan nanar saat Bima mengangkat tubuhnya dengan mudah dan melemparnya ke atas ranjang. Bahkan untuk bergerak saja badannya terasa lemas.

Bima merangkak naik. Menatap Seka di bawahnya dengan senyum miring melekat di bibirnya. Dia meraih kedua tangan Seka lalu mencengkeramnya kuat. Mengunci pergerakan cewek itu agar tidak memberontak. Jarinya menyusuri wajah Seka lembut. Sementara Seka mengalihkan pandangan enggan menatap Bima. Lalu matanya terpejam erat saat cowok itu mulai merobek pakaiannya dan membuangnya asal.

"Sekarang lo nikmatin aja permainan gue, Ghaiska." bisik Bima pelan.

***

Gavrill, Erita, Cullen dan Pana bergegas masuk setelah sampai di club yang cukup terkenal. Gavrill mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari sosok yang dia cari. Lalu atensinya terpaku pada cowok di sudut ruangan sedang tertawa dengan teman-temannya. Dia segera menghampiri. Memberi pukulan telak pada rahang Alve hingga terjatuh. Membuat teman-temannya sontak berdiri dengan ekspresi terkejut.

"Anjing! Lo siapa dateng-dateng main pukul temen gue?!" Andre menarik kerah baju Gavrill tak terima.

Gavrill mendecih sinis. Melepaskan tangan Andre kasar. "Harusnya lo tanya sama temen lo kesalahan apa yang dia buat."

"Gav, sebaiknya kita cari Iska dulu." Erita berkata gelisah saat tidak melihat Seka disini.

Alve bangkit sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Dia balas menatap Gavrill remeh. "Ini semua bukan urusan lo."

"Apa? Lo mau bilang tuh cewek tunangan lo?" ejek Alve saat Gavrill menarik jaketnya kasar. Dia menunjuk Erita yang berada di samping Gavrill. "Memangnya gue nggak tau kalo lo selingkuh sama dia?" ucapnya sarkas.

Gavrill tertegun. Cengkeraman tangannya sedikit mengendur. Tidak menyangka Kakak Ghaiska mengetahuinya. Sementara Erita tampak kaget. Dia membuka mulut ingin menjelaskan tapi Alve sudah menyela tajam.

"Gue nggak butuh penjelasan cewek penghianat kayak lo." Alve berkata ketus.

"Tolong jaga omongan lo bang." sahut Cullen menahan emosi. Tidak terima cewek yang dia sukai dikatai seperti itu. "Walau tuaan lo, gue nggak segan-segan pukul lo."

"Tenang dulu." Riski berusaha menengahi perdebatan ini ketika kondisi semakin memanas. Apalagi tatapan orang-orang sudah berpusat pada mereka. Dia menepuk bahu Gavrill pelan. "Lo nyari siapa?"

Gavrill balas menatap Riski lurus. Sorot matanya terlihat tajam. Membuat Riski meringis. "Ghaiska, tunangan gue yang di bawa temen lo dia dimana?"

Riski terdiam. Melirik Alve yang di tahan oleh Cullen dan Pana. Jika dia mengatakan telah di bawa oleh Bima, dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi cowok di hadapannya saat ini. Riski menoleh ke temannya meminta bantuan yang di jawab hanya gelengan.

Anjing!

Riski mengumpat dalam hati. Kalau dia tahu urusannya akan rumit seperti ini, dia tidak ingin terlibat. Riski menghela napas berat. "Tunangan lo udah di bawa Bima."

"Nggak usah basa-basi. Ghaiska dimana?!" sahut Pana tidak sabaran. Ekspresinya begitu khawatir takut terjadi sesuatu pada Seka.

"Kamar." Riski meringis. Dia menahan tangan Pana saat cowok itu ingin memukul perutnya. "Sabar bro. Masalah pukul-pukulan ntar aja, gue takut kita terlambat nyelametin tuh cewek."

***

Bima mengangkat wajahnya menatap wajah Seka ketika cewek itu melenguh pelan. Dia tertegun saat Seka tersenyum menggoda balas menatapnya.

"Jadi, lo nikmatin permainan gue eh?" bisik Bima sensual. Dia mengecup kuping Seka pelan. Lalu menoleh menatap ekspresi wajah Seka yang sudah terangsang.

"Ya." Seka mengangguk. Dia tersenyum manis hingga Bima terkesima. "Gue nggak nyangka baru mulai aja lo oke juga."

Bima balas tersenyum. Dia mulai melepaskan tangan Seka ketika cewek itu sudah tidak melawan. "Ghaiska, ini belum seberapa. Gue bisa muasin lo lebih dari ini." ucap Bima lembut.

"Bima, sorry. Waktu itu gue nolak lo."

"Nggak masalah." Bima menggeleng. Mengusap pipi Seka saat cewek itu memasang ekspresi bersalah. "Yang terpenting setelah ini lo bakal jadi milik gue seutuhnya."

"Lo emang cowok pengertian." Seka mengalungkan tangannya ke leher Bima. Dia mendekatkan wajahnya pada Bima hingga hidung mereka bersentuhan. Perilaku Seka membuat Bima terkekeh. Seka menggigit bibir bawahnya pelan sebelum berbisik mesra. "Please... Cium gue sekarang."

Bima mengangguk. Dia memejamkan matanya. Namun sebelum bibir mereka menyatu, raut wajah Seka berubah. Dia menendang perut Bima sekuat tenaga hingga Bima yang tak siap terjungkal. Bima memegang perutnya kesakitan. Tidak mengira jika cewek itu hanya berpura-pura.

Seka bangkit berdiri. Tanpa memperdulikan tubuhnya hanya terbalut tank top saja, dia mengambil vas bunga di atas meja. Melemparnya ke kepala Bima hingga pecah. Bima memekik kesakitan. Dia memegang dahinya saat darah mengalir deras membasahi lantai. 

"Gimana permainan gue?" Seka menghampiri Bima. Menginjak dada cowok itu kuat sebelum Bima berdiri. Membuat Bima kesulitan bernapas. Seka memiringkan kepalanya menyorot Bima lurus. Bibirnya tersenyum aneh.
"Lo nikmatin kan, Bima?"

***

Ayo bersama-sama kita ucapkan;

Astaghfirullahaladzim 3×

Setelah baca bab ini😭

Mata saya merem pas nulis adegan–pipp–(sensor) 😭


SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang