Tiga hari kemudian...
"Seka, kamu kapan mau berangkat sekolah?" di depan kamar Rea-Mamanya berdiri menatap anak tunggalnya yang berbaring di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya sampai ke leher. Hari sudah menjelang sore tetapi Seka masih meringkuk dalam selimut.
"Kapan-kapan, Ma." Seka bergumam pelan sambil menatap Rea. Kantung matanya menghitam tanda jika dia kekurangan tidur. Kejadian yang menimpanya begitu tidak terduga membuatnya syok. Kemudian dia telah merusak 'citranya' sebagai anak pendiam dengan umpatan yang lolos dari mulutnya tanpa disengaja. Rasanya Seka tidak punya muka lagi.
"Kamu ini kenapa sih?" Mamanya masuk kedalam lalu duduk di pinggir kasur. Dia menempelkan tangan ke dahi Seka mengeceknya. "Badan kamu nggak panas. Kenapa nggak mau sekolah dari kemarin?"
Seka diam.
"Guru kamu telepon Mama nanyain kenapa kamu nggak berangkat juga." Rea memijat keningnya pening. Sejak tiga hari yang lalu anaknya aneh sekali. Tiba-tiba pulang sebelum waktunya dengan memasang ekspresi tertekan. Ditanya pun hanya terdiam dengan sorot mata kosong. Lalu enggan keluar kamar kecuali jika ingin makan, selebihnya Seka berdiam diri di dalam kamar.
"Bilang aja sakit, Ma." Seka berbalik memunggungi Rea. Selimutnya dia tarik hingga menutupi kepalanya.
"Kalo kamu bolos terus kamu bisa dikeluarin dari sekolah."
"Yaudah tinggal pindah." sahut Seka enteng lalu mengaduh saat Rea menabok bokongnya gemas. Seka menoleh menatap Mamanya terluka. "Sakit, Ma."
"Jangan aneh-aneh. Kamu udah kelas 12 bentar lagi lulus nggak usah banyak tingkah." Rea melotot. Kehabisan kesabaran menghadapi anaknya yang menyebalkan.
"Pokoknya aku nggak mau sekolah." Seka menggeleng.
"Kamu mau jadi gembel?" tanya Rea menohok.
"Jahat banget ngomongnya." Seka cemberut. "Aku ... aku mau jadi pengangguran kaya raya yang nggak usah kerja, Ma."
"Sampe kamu jadi monyet pun nggak bakal terjadi." Rea menyahut pedas. "Mama nggak mau tahu besok kamu harus berangkat sekolah."
"Nggak mau!" Seka menggeleng.
"Kalo kamu nggak mau sekolah Mama usir kamu dari rumah!" Rea berkata kejam.
"Ma!"
"Pokoknya besok kamu sekolah! Mama nggak mau tahu apapun alasan kamu."
Seka membuka selimut kesal. Bangun dari tidurnya sambil menatap Rea. Dia berkata melas. "Di sekolah ada cowok aneh, Ma."
"Aneh kenapa? Kamu yang aneh kali."
Sabar Seka. Ini nyokap lo nggak boleh ngumpat dosa. batin Seka jengkel.
"Kita nggak saling kenal tapi dia nyariin aku, Ma." Seka bergidik ngeri. Masih terbayang jelas senyum Levi yang sangat horor baginya. "Mama nggak takut dia ngapa-ngapain aku?"
"Enggak." Rea menggeleng. Kemudian menyorot tubuh anaknya sekilas. Dia mengimbuhkan. "Emang apa yang mau dilihat dari badan kamu? Semuanya rata kayak anak kecil. Nggak usah ngaco."
"MAMA!!" Seka menjerit kesal. Dia memegang dadanya sendiri lalu berkata. "Aku nggak rata! Tapi lagi masa pertumbuhan."
"Lagi pula kalo punya badan bahenol itu sering di jahilin cowok mata keranjang tahu. Apalagi kalo pas olahraga lari, mata mereka langsung melotot pas liat dada terombang-ambing." Seka menjelaskan serius. Berusaha meyakinkan sang Mama jika mempunyai badan rata tidak buruk-buruk amat. "Lebay banget kan, Ma? Padahal kita semua udah di kasih dada masing-masing. Tapi masih aja heran kayak nggak punya dada aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekalantha
Teen FictionSeka Alantha tidak mengira setelah jatuh dari tangga dia bertansmigrasi ke dalam novel yang dia baca. Menjadi tokoh antagonis yang dibenci semua orang. Ghaiska Lavana. Cewek galak, agresif, dan kasar. Akan mati ditangan tunangannya dan kakak kandun...