Sebelum membaca alangkah baiknya...
Vote dulu....
Komen dulu...
Happy reading (◕ᴗ◕✿)
***
Saat matanya terbuka, yang Alve lihat langit-langit kamar yang polos. Dia beringsut duduk. Sedikit meringis saat punggungnya terasa sakit. Di ruangan ini hanya ada dia seorang diri.
Sepi.
Sunyi.
Hampa.
Alve mengerjap. Lalu terkekeh pelan saat menyadari tidak ada seorangpun yang menghawatirkannnya. Tidak ada seorangpun yang cemas menunggunya.
Alve mengepalkan tangannya. Bibirnya merapat menahan rasa kecewa yang mendalam. Apa yang dia harapkan? Sejak dulu tidak ada seseorang yang benar-benar peduli dan tulus padanya. Dia selalu merasa kesepian. Kedatangan Bima sedikit mengobati rasa sakitnya, Bima adalah satu-satunya orang yang ingin berteman dengannya. Dia cukup baik selalu membantunya di saat dia kesusahan.
Namun ketika Bima bertemu Ghaiska, semuanya berubah. Penolakan cinta Ghaiska pada Bima membuat Bima yang dulunya di kenal cowok baik-baik berubah menjadi cowok berengsek. Dia mulai mempermainkan perempuan. Memacari mereka satu persatu hanya untuk membawa mereka keranjangnya. Awalnya Alve tidak peduli, selama Bima masih berteman baik padanya itu semua bukan urusan Alve. Tapi setelah Bima mulai menagih semua perbuatan baiknya pada dia dan meminta Ghaiska sebagai 'ucapan terimakasih', Alve merasa marah. Tapi dia tidak bisa apa-apa. Mengingat semua perlakuan baik Bima padanya.
Dia benci Ghaiska. Tapi bukan berarti dia tega merusak masa depan sang adik. Belum tentu Ghaiska dengan lapang dada menerima nasibnya. Bagaimana jika adiknya memilih bunuh diri setelah semuanya terjadi?
Alve yakin dia yang akan menyesalinya. Karena dalam hatinya yang paling dalam, Alve sadar jika ada sedikit rasa sayang pada Ghaiska.
"Sebenernya apa yang gue pikirin?" Alve memejamkan matanya sambil memijat kepalanya yang pening. Lalu menoleh saat mendengar suara pintu yang terbuka. Disana Seka berdiri di depan pintu dengan wajah sembab penuh air mata. Alve menyorotnya lurus. Dia berkata ketus. "Ngapain lo kesini?"
Mengabaikan nada tak suka yang dia dapat, Seka berjalan memasuki ruang rawat Alve. Membuat cowok itu menatapnya tajam.
"A-akhirnya ... akhirnya, K-kakak sadar juga." Seka berkata parau. Dia menyusut wajahnya dengan punggung tangannya. Berusaha menghentikan tangisannya walau ujungnya sia-sia. Air matanya tetap mengalir dari sudut matanya membasahi kedua pipinya. Tidak bisa di ungkapkan rasa senangnya saat melihat Alve sadar. Rasa takut yang melanda di hatinya kini sirna menjadi perasaan lega.
Seka tidak tahu kenapa? Tapi yang pasti saat melihat Alve yang terkapar lemah tidak berdaya setelah di pukul Tara, hatinya terluka. Seolah dia merasakan hal yang sama.
Tidak ada jawaban.
"Soal perlakuan Papa ke Kakak, aku minta maaf." Seka meremas ujung bajunya gugup saat Alve hanya diam menatapnya asing. Ada perasaan sedih ketika melihat tatapan Alve padanya. "Gara-gara aku, Papa jadi marah ke Kakak."
"Untuk masalah kemarin Kakak nggak usah khawatir. Aku sama sekali nggak marah sama Kakak. Aku sadar sejak dulu perbuatan aku terlalu jahat. Wajar aja kalo Kakak marah dan ingin bales semuanya." Seka terus berbicara. "Pukul, tendang, atau apapun itu asal Kakak mau maafin aku, aku enggak keberatan."
"Tapi aku mohon. Jangan lakuin hal kayak tadi." Seka mendongak. Dia tersenyum sedih saat netra mereka bertubrukan. Air matanya mengalir deras. "Jangan lakuin itu lagi, Kakak." Seka menangis terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekalantha
Teen FictionSeka Alantha tidak mengira setelah jatuh dari tangga dia bertansmigrasi ke dalam novel yang dia baca. Menjadi tokoh antagonis yang dibenci semua orang. Ghaiska Lavana. Cewek galak, agresif, dan kasar. Akan mati ditangan tunangannya dan kakak kandun...