29

173 13 0
                                    

Hehehe~


***

"LO GILA?!"

Teriakan seseorang membuat Seka menoleh. Di depan pintu Gavrill, Cullen, Pana, Erita, Alve dan teman-temannya berdiri mematung. Pupil mata Seka menyusut. Dia menunduk menatap Bima yang terkapar lemah dengan darah menggenang di atas lantai. Tubuh Seka gemetar. Dia mundur ketakutan menjauhi Bima.

Apa yang  terjadi?

"Bukan aku." bisik Seka pelan saat Alve mendekat dengan sorot tajam. Matanya berkaca-kaca. "B-bukan aku pelakunya."

"Apa yang lo lakuin, Ghaiska?" rahang Alve mengeras saat melihat keadaan Bima yang mengenaskan. Dia mengepalkan tangan. Wajahnya memerah. "APA YANG LO LAKUIN KE TEMEN GUE?!!" bentaknya keras.

Seka menggeleng cepat. Matanya berkaca-kaca. "Aku nggak ngapa-ngapain."

Alve mencengkeram lengan Seka kuat. Matanya menatap tajam Seka. "Jelas-jelas disini cuma ada lo sama Bima. Sekarang lo bilang bukan lo pelakunya?" Alve tertawa menghina.

"LO MAU MATI GHAISKA?!!"

"Sakit." Seka merintih kesakitan saat cengkeraman Alve pada lengannya semakin menguat. Air mata Seka bercucuran. Dia menangis terisak-isak. "Aku enggak ngelakuin apapun. Temen Kakak yang jahat sama aku."

Dia yang nyaris di perkosa oleh Bima.

Bahkan sebelum melecehkannya, cowok itu memperlakukannya seperti binatang.

Lalu kenapa Alve menyalahkannya?

"Berani lo pukul dia, gue habisin lo." Gavrill berkata dingin saat Alve mengepalkan tinjunya bersiap memukul Seka. Dia mencengkeram kepalan Alve kuat lalu menghempaskannya kasar.

"Berhenti ikut campur urusan gue!" Alve menatap tajam Gavrill. Dia mengayunkan kakinya, menendang perut Gavrill kencang hingga cowok itu mundur beberapa langkah.

"Bangsat." Gavrill mendesis. Dia mendekat memukul wajah Alve. Alve menghindar, Gavrill berputar menendang wajah Alve sampai cowok itu terjungkal.

Perkelahian itu membuat mereka tersadar dari lamunannya.

Pana dan Cullen berlari menghampiri mereka berdua berusaha memisahkan perkelahian yang semakin panas. Sementara Erita, dia mendekat pada Seka. Melepaskan jaketnya lalu memasangkannya pada tubuh Seka yang terbuka. Cewek itu menatap Seka khawatir.

"Iska, jangan nangis. Kamu udah aman, ada kita yang bakal jagain kamu." Erita berucap pelan saat Seka masih saja menangis. Seka tidak menggubris perkataan Erita. Dia justru menatap takut perkelahian yang berada di depannya.

"Berhenti." Seka menangis ketakutan. Dia berjalan lunglai ke arah mereka berdua. Mengabaikan Erita yang berteriak menyuruhnya menyingkir. Cullen dan Pana tampak kewalahan memisahkan Gavrill dan Ave. Mereka justru ikut terkena imbasnya. Sementara kakaknya sudah babak belur di pukul oleh Gavrill. Nyatanya kekuatan Gavrill lebih unggul dari pada Alve. Bertarung dengan Gavrill, Alve hanya akan kalah.

"Ghaiska, jangan kesini nanti lo kepukul!" Pana berteriak. Seka tidak menghiraukannya. Dia justru berdiri di hadapan Alve melindungi tubuh sang kakak membuat pukulan Gavrill mengenai wajah Seka sampai tersungkur. Membuat mereka semua kaget.

"Ghaiska." Gavrill tertegun. Dia segera menunduk membantu Seka berdiri. Seka memegangi hidungnya yang terkena pukulan sambil menggigit bibirnya menahan sakit. "Ngapain lo kesini?!"

"Gavrill ...," Seka memanggil serak. Dia mendongak menatap Gavrill terluka. "Aku mohon berhenti. Jangan pukul Kakak lagi."

"Kakak?" Alve tertawa. Membuat Seka menoleh ke belakang. Alve mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Dia menatap Seka mencemooh. "Siapa yang lo sebut Kakak? Sejak dulu bahkan gue udah nganggep lo mati."

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang