12

208 18 2
                                    

Dulu, kesan pertama saat melihat Ghaiska adalah cewek galak yang tak tahu malu. Sifat agresifnya membuat Pana ilfeel. Ghaiska juga pernah menampar pipinya di hadapan semua orang ketika dia mencoba menolong Erita yang sedang dibuli dikoridor sekolah. Cewek itu berteriak marah padanya sambil menunjuk-nunjuk wajahnya kurang ajar. Pana tidak membalas, dia hanya sedikit kesal dengan sifat Ghaiska. Sebab itu jika Ghaiska datang ke kelasnya untuk menemui Gavrill, dia langsung beranjak pergi.

Namun dalam sekejap semuanya berubah. Semenjak Ghaiska menangis seperti anak kecil dihadapannya, dia merasa kasihan. Cewek yang dia kenal selama ini selalu memasang wajah angkuh kepada siapapun, seketika hilang berganti raut wajah ketakutan saat melihat seseorang. Pana merasa ini seperti bukan Ghaiska saja.

"Sebenarnya lo itu ...  siapa?" Pana bertanya serius. Kepalanya menoleh menatap Seka yang sedang makan es krim.

"Aku manusia." Seka menjawab lugu.

Benar juga.

"Lah bego." ucap Pana spontan. Seka mengerutkan dahi tak terima dikatai seperti itu. Tapi pada akhirnya dia diam saja tidak protes.

Selain ada Erita yang bisa dia andalkan, Pana juga salah satu orang yang akhir-akhir ini memihaknya. Jadi dia harus bersikap baik agar Pana masih mau melindunginya.

"Gue nggak tahu maksud lo apa." Pana menopang dagu. Pasar malam yang ramai membuat dia mengencangkan suaranya. "Sikap lo yang tiba-tiba menjauh dari Gavrill dan temenan lagi sama Erita buat gue heran. Lo bahkan nggak meledak-ledak lagi pas Gavriil sama Erita deket."

"Sekarang lo lebih pasif, cengeng sama penakut. Lo juga lebih baik nggak kayak dulu. Lo kenapa sih?"

Ternyata Pana memerhatikannya begitu detail. Seka terkagum. "Kamu ... kamu merhatiin aku?"

Pana tersedak. Dia terbatuk-batuk membuat Seka terkejut. Pana meraih minumannya di meja lalu menyesapnya rakus. "Geer lo! Perubahan lo terlalu keliatan, orang buta pun tahu kalo lo jadi alim. Nggak usah ngarep gue perhatiin."

"Iya." Seka mengangguk. Dia tidak akan berkata apapun jika ujung-ujungnya kena semprot.

"Apa yang iya?"

"Iya, maaf, aku udah geer."

"Kenapa muka lo keliatan jengah ngeliat gue?" tanya Pana kesal.

"Enggak." Seka menggeleng.

"Harusnya lo terimakasih. Gue udah baik banget sama lo." Pana mendumel. Cowok itu menekuk alisnya kesal. "Gue udah bela lo di depan Gavrill sama Cullen di rumah sakit waktu itu sampe mereka minta maaf sama lo walo terpaksa.  Berkat gue lo punya kelompok buat tugas IPA dari Bu Rohmah."

Seolah belum cukup mengungkit kebaikannya selama ini, Pana menunjuk es krim yang dimakan Seka. "Tuh, es krim yang lo makan juga dibeli pake duit gue." Pana menjeda ucapannya, matanya melotot. "Ayo, bilang apa?"

Padahal tugas kelompok itu Seka yang mengerjakan seluruhnya.

Mereka hanya sibuk bermain game saat Seka pusing memikirkan jawaban.

Lalu dengan entengnya mereka berseru;"Lo yang ngerjain semua, tugas kita cuma presentasi didepan kelas."

Tai memang.

Seka kembali mengangguk. Dia berkata pelan. "Makasih Pana."

Pana menjilat bibirnya sekilas yang terasa kering. Lalu menatap Seka dan bertanya, "Lo ... lo masih suka sama Gavrill?"

Seka termenung. Kalo dia jawab 'tidak' Pana pasti tidak akan percaya. Sangat mustahil mencintai seseorang selama tiga tahun lalu tiba-tiba melupakannya begitu saja. Mungkin itu sebabnya Gavrill tidak percaya ketika dia mengatakan tidak menyukainya lagi. Jadi... "Kalo aku bilang nggak, kamu nggak bakal percaya kan? Jujur, aku masih suka sama Gavrill. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, apalagi Gavrill cinta pertama aku nggak mudah lupain dia gitu aja."

"Tapi kamu nggak usah khawatir, aku lagi berusaha buat lupain dia. Walau nggak mudah, aku janji nggak akan kejar-kejar Gavrill lagi dan bikin dia muak sama aku." Seka menelan ludah. Dia balas menatap Pana gugup. Semoga saja Pana tidak curiga dengan perkataannya.

"Ya, gue harap ucapan lo nggak bohong. Sikap Gavrill beberapa hari ini lebih baik sama lo, gue cuma peringatin jangan sampe lo bikin ulah ke Erita kalo lo nggak mau kena akibatnya." Pana menasehati. Dia tidak tahu apa yang Seka pikirkan. Namun dia berharap perubahan Seka akhir-akhir ini bukanlah kepura-puraan semata. Lagipula dia berteman dengan Gavriil cukup lama sejak kelas satu SMP, Pana sudah mengetahui seluk beluk sifat Gavriil. Cowok itu akan bertindak nekat jika orang disayanginya terluka. Bahkan untuk 'membunuh' seseorang Pana yakin temannya mampu.

"Walau sekarang gue dipihak lo, semisal lo yang salah gue nggak bisa ngelakuin apa-apa yang bersangkutan sama Gavriil."

***

Yok votenya hohoho....

SekalanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang