Bagian 6

14 3 0
                                        

(Diatas adalah ilustrasi lorong sekolah)

==========

Pagi ini langit menumpahkan seluruh bebannya. Setelah sekian purnama terlewati sejak kedatanagn June di sekolah asrama ini, hari ini tepatnya adalah hari ketiga ujian akhir semester. Waktu terus berjalan dengan cepat. Yang hanya ada di rotasi duniaku hanya kebersamaanku dengan teman-teman, terutama dengan June. Aku kira, dulu saat dia membantuk dan kebersamaan kami selama di aula music bisa membuat kita semakin dekat. Tapi sikapnya masih tetap sama seperti June yang pertama kali masuk ke sekolah asrama ini. Tapi ada sebuah kemajuan, setidaknya June tetap menemaniku selama akhir pekan tinggal di asrama, walaupun selama dua hari itu kami hanya sesekali bertemu.

Aku membuka gerbang asrama, berjalan tergesa-gesa di halaman rumput basah dengan membawa payung. Berusaha mengabaikan rasa tidak nyaman di dalam sepatuku yang sudah mulai basah. Sialnnya, hari ini aku telat bangun padahal hari ini adalah ujian matematika. Semalam aku terlalu giat belajar sampai memaksakan diri untuk belajar semalaman. Tapi hasilnya justru aku bangun kesiangan dan melewatkan sarapan.

"Aduh!" aku mengumpat pelan saat melihat sepatu hitamku tertanam di tanah merah. "Sial." Sudah beberapa detik aku berusaha mengeluarkan kakiku dari dalam tanah, tapi itu masih tetap disana. Astaga! Banyak sekali ujianku yang mau mengikuti ujian. Kalau aku terlalu lama tertahan disini, yang ada guru pengawas pasti sudah masuk ke kelas saat aku tiba.

Aku mengambil napas dalam-dalam. Dengan sekali hentakan keras, akhirnya kakiku terbebas. Tapi sepatuku tidak, ia masih tertanam disana. Aku menatapnya prihatin, tapi saat memalingkan pandangan ke Gedung sekolah yang masih jauuuuhhhhhhh di depan sana, akhirnya aku memutuskan meninggalkan sepatuku disana, kembali berlari kecil menuju sekolah tanpa mengindahkan cipratan-cipratan air yang mengenai tubuhku.

Sampai disekolah, beberapa orang yang masih berlalu-lalang di Lorong menatapku dengan aneh. Beberapa bahkan menahan tawanya, atau malah tertawa tanpa dosa langsung dihadapanku.

Aku mendengus sebal, menurunkan payung dan berjalan di lorong menuju loker. Aku tahu penampilanku saat ini pasti sangat buruk, tapi bisakah mereka menjaga etika. Dasar tidak sopan. Di loker, aku sempat merapikan anak rambutku yang sedikit berantakan, berharap aku menemukan sepasang sepatu disana, tapi sayangnya itu hanya harapan. Dengan perasaan kecewa aku kembali berjalan di lorong menuju kelas.

"Ana?" Suara tersebut berasal dari belakangku. Ia muncul dari balik pintu toilet dan aku bisa menemukan wajah Aby disana dengan tampang yang kaget sekaligus melongo tengah berjalan mendekatiku. Tapi didetik kemudian, dia justru tidak bisa menahan tawanya. "Kemana sepatumu yang satu lagi?"

Aku mendengus, berjalan meninggalkan Aby.

"Heh, tunggu!" Aby mengejar di belakangku.

Di dalam kelas, reaksi semua orang tidak lebih baik daripada Aby. Hanya June yang menatapku dalam diam, tidak bereaksi apapun. Dasar! Mereka semua menyebalkan! Aku membuang napas kasar.

Ares datang mendekat, menyeret kursi ke samping mejaku. "Kenapa penampilan kamu seperti ini?"

Aku meliriknya malas. Ares seolah tidak tahu saja kalau di luar sedang hujan deras, makanya Sebagian seragamku kebasahan, belum lagi cipratan air kotor yang membekas di sepanjang betisku. Rambutku juga belum kering, ditambah kakiku yang hanya memakai sepatu sebelah. Aku menutup wajahku, nelangsa sekali aku hari ini. "Aku mau kembali ke asrama saja. Hari ini memalukan."

Suara ketukan sepatu terdengar di lantai sekolah. Seseorang berseru-seru agar semua kembali ke kursinya masing-masing dan duduk dengan rapi. Guru pengawas yang datang, hari ini yang mengawas adalah Miss Erika. Tanpa basa-basi mengucapkan selamat pagi, beliau sudah mulai membagikan kertas ujian. Aku menggigit bibir melihat soal-soal di kertas. Mendadak kepalaku pening seolah aku tidak mengenali semua angka di kertas. Ya memang pada kenyataannya juga aku tidak mengenali rumus-rumus ini! Aku menepuk jidat, sia-sia semalam aku begadang sampai aku telat dan berakhir dengan penampilan berantakan seperti ini kalau pada akhirnya aku melupakan apa yang telah aku pelajari semalam.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang