Bagian 7

10 2 0
                                    

==========

Lihatlah betapa teriknya siang ini. Bagaimana aku bisa menuju aula makan yang berada di antara gedung sekolah dan asrama. Aku mendesah pelan, mengelus perutku yang sudah berbunyi nyaring. Sudah mana hari terakhir ujian dan harus dihadapi oleh lembar jawaban soal fisika, tadi pagi aku melewatkan jam sarapan dengan keadaan perut yang seperti ini sangat menyiksa.

Sejak pingsan beberapa bulan lalu, aku tidak pernah lagi mau mengambil resiko untuk berada langsung di bawah terik matahari. Biasanya aku selalu ingat untuk membawa jaket atau sweater untuk antisipasi jika berada dalam keadaan seperti ini.

"Iliana, sedang apa?"

Suara orang yang tiba-tiba saja membuatku kaget.

Seorang pria menjulang tinggi dengan kulit putih bersih diantara seluruh siswa lain yang berwarna eksotis membuatnya sedikit kontras.

Aku mengangkat bahu, menatap nanar pada lapangan rumput di kejauhan.

Aku sempat berseru terkejut ketika entah sejak kapan June memegang payung lipat dan membentangkannya. "Ayo, makan." Tidak sampai disitu, aku kembali dikejutkan ketika satu tangan pria itu menyentuh bahuku dan sedikit menarik tubuhku agar merapat padanya.

Jantungku berpacu lebih cepat sepanjang perjalanan. Dari pandanganku yang perlu mendongak agar bisa menatap wajah putih milik June, pria itu tampak fokus pada pandangan di depannya. Aku seolah tersihir pada keindahan makhluk ini, apalagi dengan ciri tubuhnya yang benar-benar mirip dengan 'dia'.

Telingaku mendengar sayup-sayup suara desisan banyak orang yang menjadikan aku sebagai topik utama tepat di belakang punggungku. Itu membuatku bergidik tidak nyaman.

"June."

Ia menyahut dengan dehaman rendah.

"Apa ini tidak terlalu berlebihan? Kamu membuat aku dimusuhi siswi seluruh sekolah, tahu."

June menoleh sekilas kemudian kembali menatap lapangan rumput di depannya. "Mereka tidak punya urusan dengan hal privasiku."

Aku menghela napas pelan, sepertinya seorang June memiliki sifat yang keras kepala. Apakah 'dia' juga keras kepala seperti June? "Tapi nanti aku yang kena masalah."

"Tidak usah takut." June malah menjawab dengan singkat.

Pintu masuk aula makan sudah terlihat di depan mataku. Rasanya aku ingin melepas rangkulan tangan June di pundak dan berlari saja kesana. Tubuhku terasa terbakar di bawah tatapan-tatapan sinis dan tidak suka dari beberapa siswi yang ikut berjalan di belakangku atau yang hanya sekedar melihat kami. Dalam hati diam-diam aku berdoa semoga saja tidak ada Tamara kedua.

Pijakan kaki kami akhirnya sampai di teras pintu aula makan. June melepaskan lengannya dari bahuku dan mulai sibuk melipat kembali payungnya. Ada perasaan tidak rela saat ia melepas rangkulannya, tapi aku tidak mau menambah masalah dengan terlalu dekat dengan dia di hadapan banyak orang.

"Omong-omong, kenapa kamu bisa membawa payung padahal cuaca sedang terik seperti ini?" Aku asal bertanya padanya.

June menatapku, ia sudah selesai melipat dan kini memasukkan payung ke dalam tas, "Bukannya sudah mau masuk musim hujan? Memangnya tidak ingat beberapa hari lalu kamu kehujanan dengan penampilan yang sedikit kacau?"

Pertanyaan June secara naluriah mengingatkan aku kembali dengan insiden sepatu yang tertanam di tanah. Astaga itu membuatku malu sekali! Tapi bukan hanya itu, sesuatu yang mulai merekah di dalam hatiku berubah menjadi layu. Payung itu memang sengaja dia sediakan di dalam tas apabila hujan datang, bukan sengaja dia membawanya untukku. Tiba-tiba aku menjadi merasa bodoh sekali.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang